Dokter Rayendra Berpotensi Salip Dedie Rachim

  • Whatsapp
Founder LS Vinus, Yusfitriadi saat memberikan pemaparan mengenai hasil survei cakada Kota Bogor.

jurnalbogor.com – Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) merilis hasil survei elektabilitas bakal calon kepala daerah (cakada) yang bakal bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bogor pada November 2024.

Dalam survei ini, LS Vinus menggunakan metode cluster random sampling dengan melibatkan 800 responden yang tersebar di 68 kelurahan se-Kota Bogor.

Read More

Jumlah responden setiap kecamatan dan kelurahan berbeda disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada daerah masing-masing, dengan teknik pengambilan data bertatapan langsung bersama responden melalui metode kontrol dokumentasi setiap aktifitas mewawancara disertai tag lokasi.

Founder LS Vinus, Yusfitriadi mengatakan bahwa pada survei kali ini pihaknya menggunakan kuisioner terbuka dan memakai instrumen tertutup. Sehingga sponden tinggal menceklist nama-nama bakal calon wali kota dan wakil wali kota.

Menurut dia, apabila survei sebelumnya presentase Dedie A Rachim sangat dominan dibanding bakal calon lainnya. Namun, pada hasil survei kali ini, Dedie cenderung mengalami penurunan dan berpotensi disalip oleh dokter Raendi Rayendra.

“Dedie berada di angka 27 persen, sedangkan dokter Rayendra di angka 22 persen. Sementara Sendi Fardiansyah 11 persen. Dengan jangka waktu kurang lebih dua bulan sebelum pendaftaran pasangan cakada, dokter Rayendra berpotensi menyalip elektabilitas Dedie Rachim,” ujar Yusfitriadi kepada wartawan, Kamis (20/6/2024).

Yus menegaskan, apabila menilik hasil survei tersebut, pada Pilkada Kota Bogor terdapat dua poros kekuatan yang berpotensi mengambil porsi calon wali kota, yakni Dedie A Rachim dan dokter Rayendra. Terlebih jika Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan tereflikasi pada Pilkada Kota Bogor.

“Dedie A Rachim, Sendi dan Aji Jaya saya melihatnya sebagai representasi dari KIM. Adapun dokter Raendi Rayendra dan Atang merupakan reprsentasi di luar KIM. Sehingga Dedie A Rachim berpotensi disandingkan dengan figur yang teridentifikasi dari KIM,” jelasnya.

Sedangkan, dokter Rayendra sangat berpotensi akan mengambil pendamping dari partai yang tidak bergabung dengan KIM.

Kondisi ini, kata dia, dipertegas dengan informasi yang berkembang saat ini, baik dedie A Rachim maupun dokter Raendi Rayendra masing-masing sudah mengantungi satu tiket untuk bisa
maju sebagai calon wali kota Bogor.

“Dedie A. Rachim sudah mengantungi tiket dari PAN, Demokrat, PSI yang keseluruhannya ada 9 kursi. Hal itu akan berlebih jika jika Partai Golkar dan Partai Gerindra bergabung. Begitupun dokter Rayendra disebut-sebut sudah mendapatkan tiket dengan mengumpulkan lebih dari 10 kursi (PKB, PDIP dan PPP),” tuturnya.

Jumlah itu, sambung dia, akan jika
PKS dan partai-partai lain yang tidak bergabung dengan KIM ikut mendukung
Rayendra. Sementara Sendi dan Aji Jaya, sampai saat ini belum terinformasikan partai mana yang sudah akan mendukungnya,” tambahnya.

Yus menilai, apabila melihat hasil survei simulasi pasangan calon, maka terlihat jelas masyarakat Kota Bogor menginginkan “head to head” antara Dedi A Rachim dan dokter Rayendra.

“Saat ini hanya tingga variasi pada pilihan calon wakil wali kotanya yang masih sangat beragam. Jika salah satu pertimbangan DPP Partai dalam menjatuhkan rekomendasi adalah tingkat elektabilitas dalam bulan-bulan ini, maka hasil survei ini sudah sangat memberikan gambaran kepada siapa rekomendasi ini akan diberikan,” jelasnya.

Terkecuali, sambung Yus, ada pertimbangan lain yang menjadi alasan DPP partai politik untuk merekomendasikan figur.

Lebih lanjut, Yus juga menyinggung soal PKS yang merupakan partai pemenang di Kota Bogor. Meski demikian, hingga kini kader internal, Atang Trisnanto belum mendapatkan elektabilitas yang memadai lantaran hanya berada di angka 4,75 persen.

“Konstelasi peta politik akan berubah jika, KIM tidak tereflikasi di Kota Bogor dan PKS mencalonkan sendiri. Namun dengan melihat elektabilitas masing-masing figur sampai saat ini, kondisi ini belum memungkinkan untuk merubah
peta politik,” katanya.

Selain itu, sambung Yus, potensi perubahan peta politik juga bisa terjadi jika adanya kekuatan partai yang melakukan akrobat politik, seperti halnya Nasdem di Jawa Barat yang secara mengejutkan mengusung Ilham Habibie sebagai calon Gubernur Jawa Barat.

(FDY)

Editor: Fredy Kristianto

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *