jurnalbogor.com – Warga pemilik tanah seluas 3.911 meter persegi menggugat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui kepolisian Polda Jabar dan Polresta Bogor Kota yang diduga melakukan penyerobotan tanah di Jalan Kol. Achmad Syam, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
Kuasa hukum pemilik tanah, Faruq Makarim didampingi Muhammad Ubaidillah Afaruk, dan Rahman Permana usai menghadiri sidang lapangan yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Bogor di lokasi, Senin (20/5/2024) menjelaskan, kliennya sebagai penggugat terhadap DJKN atas objek tanah yang telah dibeli secara legal dan memenuhi prosedur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Tetapi, lanjut Faruq, berjalannya waktu pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Bogor Kota mengklaim sepihak hak kepemilikan tanah dengan memasang plang di lokasi lahan yang terletak di kawasan Tanah Baru – Kecamatan Bogor Utara.
“Termasuk orang kami yang bernama Pak Nizar juga diusir keluar dari sini. Ya namanya kami rakyat kecil nggak mungkin kita secara fisik melawan otoritas daripada polisi. Untuk itu kita yang sadar hukum melakukan langkah hukum dengan menggugat termasuk DJKN dan lima tergugat lainnya hingga Kapolresta Bogor Kota,” ucapnya.
Faruq menegaskan bahwa pihaknya tidak melawan hukum lantaran secara legal telah membeli tanah tersebut dan telah keluar sertifikatnya dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai perundang-undangan.
“Sehingga kita tunggu saja semoga keadilan itu masih tetap ada ditengah banyak ketidakadilan saat ini. Hari ini sidang lapangan, Alhamdulillah majelis hakim bersedia secara intens dan secara detail di lapangan memeriksa gimana kondisi lapangan dan sesuai karena kami beli objek ini hasil ukuran BPN,” jelasnya.
Pada kasus ini, PN Bogor dengan hakim ketua Ridwan Sundariawan SH,MH; hakim anggota Dewi Hesti Indria SH,MH dan Patti Arimbi SH,MH.
Lebih lanjut, Faruq meyakini bahwa secara hukum kliennya berhak atas objek tanah yang dipersoalkan tersebut. Apalagi, tanah yang dibeli sejak Januari 2021 ini sudah memiliki sertifikat resmi dari BPN.
“Sudah sertifikat itu sudah kami buktikan di persidangan. Kesaksian penjual pun bisa menunjukan dokumen aslinya di persidangan dan setelah dikonfirmasi ke BPN sertifikat tanah ini clear and clean tanpa ada masalah atau sengketa apapun,” ungkapnya.
Terkait dengan klaim dari kepolisian dan DJKN, Faruq menyebut bahwa mereka mengklaim bahwa status tanah itu merupakan aset negara, mereka buktikan dipersidangan dengan sertifikat yang sudah hilang sebelumnya pada terbitan 2001.
“Bagaimana mungkin sertifikat yang hilang terbitan 2001 bisa menjadi bukti, sedangkan BPN telah mengeluarkan sertifikat atas nama klien kami. Tentu selama periode sertifikat itu hilang seharusnya ada perubahan-perubahan dan yang sah itu sertifikat terbaru yang dikeluarkan secara resmi oleh BPN,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan pemilik tanah Firza Afero menambahkan bahwa berdasarkan sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN menyatakan bahwa pihaknya secara hukum terbukti sebagai pemilik tanah tersebut.
Namun, masih kata Firza, tanah yang dibeli sejak Januari 2021 itu diklaim secara sepihak oleh pihak kepolisian dan DJKN.
“Kami tidak mengklaim, tanah ini milik kami berdasarkan sertifikat. Sertifikat itu hak milik atas nama kami, sedangkan yang melakukan pengklaiman itu pihak kepolisian dan DJKN. Mereka dengan semena-mena tanpa ada proses hukum melakukan pemasangan plang dan perampasan fisik dari kami. Kami kalau dirampas dari kepolisian negara tidak bisa berbuat apa-apa, mana mungkin kita melawan mereka,” tegasnya.
Atas dasar itu, lanjut Firza, pihaknya terpaksa harus menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan dan kepastian dengan melakukan gugatan kepada DJKN dan kepolisian.
“Faktanya pihak kepolisian atau DJKN sampai hari ini tidak bisa menunjukan bukti kaitan tanah ini kepemilikannya berkaitan mereka, di pengadilan sudah terbukti dan saksi ahli pun di pengadilan mengatakan kami sebagai pemilik dan pemegang sertifikat saat ini masih berlaku dan pemilik hak penuh terhadap tanah ini,” imbuhnya.
“Perampasan yang dilakukan mereka jelas tanpa dasar, tanpa proses hukum, tidak ada penetapan pengadilan atau apapun juga yang mengizinkan mereka masuk ke dalam dan mengusai fisik ini,” tambahnya.
Firza menekankan bahwa pihaknya selaku masyarakat dan pembeli beritikad baik, bahkan waktu membeli tanah ini telah dilakukan langkah-langkah seperti pengecekan sertifikat ke BPN dan keluar dari BPN yang menyatakan clear and clean bahwa tidak ada sengketa maupun masalah terhadap tanah ini.
“Kita melakukan ukur ulang oleh BPN dan clear atas batasnya, makanya kita melakukan pemagaran dan akhirnya kita membayar pajak hingga sertifikat berbalik nama ke nama kami. Jadi hari ini sertifikat atas nama kami, kita sebagai warga negara yang baik sudah mengikuti proses hukum yang berlaku,” katanya.
Sementara pihak kepolisian maupun DJKN yang hadir di lokasi persidangan PN Kota Bogor enggan memberikan keterangan saat akan di wawancara awak media. “Maaf kami (Polresta Bogor) hanya mendampingi saja, masalah ini domain Polda Jabar,” tutur seorang perwira Polresta Bogor.
(yev/r)