jurnalbogor.com – Sidang perkara dugaan penggelapan dengan terdakwa Budianto Soendjaja kembali digelar Pengadilan Negeri Cibinong, Senin (24/6/2024).
Walau sempat tertunda sekian jam, sidang nomor perkara 337/Pid.B/2024/PN Cbi dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, akhirnya digelar jelang petang.
Ada yang menarik dari keterangan saksi Roy Sudarnoto Gunawan yang membuka tabir kasus sebenarnya.
Dalam sidang yang seharusnya beragendakan mendengarkan keterangan dari empat orang saksi, hanya terlaksana mendengarkan keterangan dari Hendra Hakim yang juga orang yang menyeret Budianto ke persidangan.
Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Zulkarnaen SH itu terbilang singkat dan dinyatakan dilanjutkan pada Kamis (27/6/2024). Sementara ketiga saksi lainnya yang telah hadir di ruang persidangan, batal memberikan kesaksian.
Usai persidangan, saksi Roy Sudarnoto Gunawan menuturkan, awal mula kasus ini terjadi pada tahun 2003, saat Hendra memperkenalkan sebuah peluang bisnis handphone dari luar negeri kepada rekan-rekannya, termasuk Budi. Bisnis ini dijalankan bersama dengan dukungan modal dari pihak-pihak yang terlibat.
Namun, pada akhirnya, bisnis tersebut mengalami kerugian akibat penipuan yang dilakukan oleh istri Hendra.
Merasa bertanggungjawab, Hendra memberikan sebidang tanah kepada Budi sebagai bentuk pengganti kerugian. Nilai tanah tersebut diappraisal sebesar Rp 250 juta, sementara hutang yang ada mencapai Rp 1 miliar. Sisa hutang kemudian diakui melalui sebuah perjanjian pengakuan hutang antara Hendra, istrinya dan Budi.
Pada tahun 2008, Budi diberikan wewenang untuk menjual tanah tersebut karena Hendra mengalami kesulitan dalam proses sertifikasi tanah.
Pada tahun 2012, PT Sentul City menunjukkan minat untuk membeli tanah tersebut, dan Hendra meminta izin dari Budi untuk menjualnya.
“Uang hasil penjualan disimpan itu oleh Budi sebagai perwakilan keluarga,” kata Roy.
Namun, pada tahun 2019 Hendra menuntut kembali uang hasil penjualan tanah tersebut, mengklaim bahwa uang itu merupakan jaminan atau titipan hutang.
Kasus ini kemudian berlanjut ke ranah hukum pada tahun 2020-2021 setelah Budi dilaporkan atas dugaan penggelapan uang.
“Budi menyatakan bahwa tidak ada akta jaminan atau hutang yang dibuat terkait dengan tanah tersebut. Bukti transaksi diakui sebagai pelunasan hutang, bukan sebagai jaminan. Selain itu, Hendra dilaporkan mencoba mengubah akta perjanjian yang dibuat pada tahun 2003 untuk mencerminkan bahwa hutang belum lunas,” paparnya.
Kronologis Lengkap Asal Mula Bisnis Berujung Perkara Pidana
Roy juga memiliki surat yang dibuat langsung oleh adik iparnya, Budianto Soendjaja yang berisi kronologis lengkap perjalanan bisnis dan berujung menjeratnya. Budi dan Hendra mempunyai hubungan pertemanan dan usaha/bisnis yang baik sejak 1996.
Tahun 2002 Hendra menawarkan peluang bisnis yang dikerjakan oleh istrinya (Vera) berupa bisnis handphone. Karena memiliki hubungan bisnis yang baik-baik saja semasa itu, Budi percaya dan menitipkan sejumlah uang untuk dikelola. “Di awal semua berjalan lancar namun setelah beberapa lama bisnis yang dikelola istri Hendra macet. Kerugian yang kami alami sebesar Rp 1M lebih,” tulis Budi.
Hendra bertanggung jawab hanya atas semua kerugian yang Budi alami. Sebagai akibatnya, istri Hendra dilaporkan oleh pihak yang dirugikan dan dihukum penjara tahun 2004 selama 1 tahun 10 bulan. Sebagai bentuk tanggung atas kerugian Budi dan keluarga, pada tahun 2003 Hendra menjual 1 hamparan tanah yang berada di Sentul tanah atas nama Hendra dan Silva (ibu mertuanya).
Perjanjian jual beli tersebut dibuat di notaris Grace Parulian Hutagalung, perjanjian dibuat antara Hendra dengan Roy Gunawan, karena uang yang dipakai bisnis adalah uang usaha keluarga, dimana Budi dan Roy mengelola bisnis keluarga.
Karena tugas Roy adalah marketing yang sering melakukan perjalanan dinas luar kota.
Guna mempermudah mobilitas, Budi sekeluarga sepakat PPJB atas nama Roy Gunawan.
“Dibuatnya PPJB bukan AJB, karena tanah tersebut akan segera dijual karena kondisi keuangan usaha keluarga menjadi berantakan gara-gara kerugian yang diakibatkan oleh Vera, istri Hendra,” jelasnya.
Selain PPJB, dibuat juga Surat Hutang antara Roy Gunawan dengan Vera sebesar Rp 774 juta sebagai kekurang dari nilai tanah yang dijual. Akibat Perbuatan Vera, Hendra harus bertanggungjawab atas kerugian yang dialami juga oleh saudara-saudaranya.
Kemudian pada tahun 2004 Budi membantu Hendra dengan memberikan modal dan pinjaman mesin kepada Hendra, agar supaya usaha yang dijalankan oleh Hendra dan saya semakin baik.
Kerjasama berjalan dengan baik sampai tahun sekitar tahun 2012-2013 walaupun ada gangguan dan terhenti dengan peristiwa pencurian barang-barang usaha oleh Vera pada tahun 2008. Pada tahun 2007, setelah Vera selesai menjalani hukuman, terjadi KDRT. Akibat peristiwa tersebut Hendra dilaporakan dan dalam proses, Hendra dihukum penjara selama 6 bulan penjara.
“Selama Hendra di dalam penjara, Vera mengajukan gugatan cerai. Budi membantu Hendra dengan membiayai semua kebutuhan selama di penjara dan juga pengacara dalam mendampingi perkara cerai. Hendra dan Vera cerai pada tahun 2008. Dan selama dipenjara, Vera menjual semua barang-barang usaha milik Hendra, isi rumah dan juga mesin-mesin milik saya,” ungkapnya.
Karena perbuatan Vera menjual barang-barang yang bukan miliknya, pada Oktober 2008, Hendra meminta Budi untuk melaporkan istrinya atas perbuatan pencurian. Vera pun dihukum lagi atas perbuatannya itu.
Setelah cerai, tahun 2010 antara Hendra dan Vera membuat kesepakatan di notaris pembagian harta Bersama, isinya semua harta yang tersisa dimiliki Hendra dan Hendra dianggap telah melunasi semua hutang yang dibuat oleh Vera, namun hutang terhadap Roy belum dilunasi. Sebagai kompensasi Vera menerima Rp75 juta.
Tanah di Sentul berkali-kali coba ditawarkan untuk dijual, termasuk minta property agent untuk dibantu jual. Tetapi bertahun-tahun tidak belum terjual karena penawaran oleh pembeli sangat-sangat rendah. Dari Rp400 juta, Rp700 juta sampai terakhir ada yang menawar Rp1 miliar.
Pada saat penawaran harga Rp1 miliar, Budi sudah minta Hendra untuk dijual, namun Budi diminta Hendra untuk menunggu lagi. Sejak saat itu tidak ada kabar, dan setelah beberapa tahun kemudian baru dilirik oleh Sentul city.
Di tahun 2012 tanah di kawasan Sentul dilirik oleh Sentul City.
Kepada Sentul City, Hendra menyatakan bahwa tanah tersebut sudah mejadi milik Budi, maka negosiasi terjadi antara Budi dengan Bambang sebagai perwakilan dari Sentul City. Setiap kali negosiasi, Budi selalu ditemani oleh Hendra. Setelah beberapa kali bernegosiasi, akhirnya tanah disepakati dijual senilai Rp3.150 miliar.
Uang muka pertama sebesar Rp500 juta pada 1 November 2012 diberikan Sentul City kepada Hendra. Hendra langsung mentranfer kepada Budi sebesar Rp450 juta setelah dipotong Rp50 juta untuk operasional Hendra. Untuk mempermudah proses jual beli, Budi dan Hendra sepakat PPJB yang pernah dibuat diabaikan. Proses jual beli hanya antara Sentul city dengan Hendra, tanpa harus menghadirkan Roy Gunawan.
Proses pelunasan menunggu cukup lama, tapi akhirnya 28 Juni 2013 Sentul city melunasi sebesar Rp2.650 miliar melalui cek bank Lippo. Budi ikut menghadiri penyerahan cek dari Sentul City kepada Hendra. Pada hari yang sama Hendra bersama Budi ke bank untuk mencairkan dana tersebut dan Hendra langsung mentransfer/pindah buku ke Budi sebesar Rp2.550 miliar, dipotong Rp100 juta yang kabarnya untuk komisi kepala desa.
Copy internal memo pembayaran diberikan kepada Budi bukti bahwa pelunasan sedang diproses, karena sudah 6 bulan belum dilunasi. Di dalam memo terdapat catatan pembelian tanah atas nama Henda/Budi. Hal ini menjelaskan tanah tersebut diketahui milik Budi.
Setelah penjualan tanah selesai, saya pernah menyampaikan kepada Hendra jika hutang Rp774 juta jika dalam hitungan bisnis setelah 10 tahun, hutang tersebut menjadi hampir Rp3 milyar. Sejak 2013/2014 Budi memutuskan tidak berhubungan bisnis dengan Hendra karena selama lebih dari 15 tahun, Budi banyak mengalami kerugian dan pertanggung jawaban dari Hendra tidak jelas.
Namun, Air Susu Dibalas Air Tuba. Tahun 2018, Hendra mengarang cerita dengan mensomasi/ menggugat perdata senilai Rp2.850 miliar dangan dalih uang titipan untuk berbisnis. Tahun 2019, Hendra membuat gugatan Perdata di PN Bandung. Gugatan perdata sebesar Rp2.850 miliar. Namun ketika di persidangan, Hendra tidak dapat membuktikan dasar angka Rp2.850 miliar dan tidak pernah menghadirkan saksi.
Tahun 2019 Budi melaporkan Hendra ke Polda Jabar atas penggelapan. Berdasarkan angka Rp2.850 miliar yang Hendra gugat perdata, sedangkan nilai penjualan Rp3.150 miliar. Saat itu, Budi berpikir Hendra masih ada kekurangan Rp300 juta yang belum ditransfer ditambah hutang Rp774 juta. Sehingga masih ada kewajiban Hendra Rp1 milyar lebih.
Dalam pemeriksaan, ternyata Hendra menyatakan bahwa dia sudah menyerahkan uang hasil penjualan tanah sebesar Rp3 miliar. Karena Budi pikir kerugiaannya tidak besar dan hutang Rp774 juta adalah perkara perdata, maka laporan Budi dihentikan. Dengan Pernyataan Hendra itu telah menyerahkan uang hasil penjualan tanah, Hendra mengakui bahwa tanah tersebut bukan tanah miliknya.
Tahun 2021, Hendra mengirimkan somasi dan membuat laporan polisi atas dugaan penggelapan sebesar Rp3 miliar ke Polres Bogor. Alasannya, Hendra adalah tanah yang dijual ke Sentul adalah tanah miliknya dan uang hasil penjualan dititipkan ke Budi karena dia sedang menghadapi gugatan harta bersama dengan istrinya.
“Namun faktanya, tanah dijual ke Sentul tahun 2012, uang muka dari Sentul bulan November 2012, pelunasan bulan Juni 2023, sementara gugatan ístri Hendra terjadi Agustus 2013. Hendra mengarang cerita. Urutan waktu tidak singkron,” tulis Budi.
Surat panggilan/pemeriksaan pertama pada Agustus 2021. Pemeriksaan/pemanggilan sudah dilakukan beberapa kali, termasuk pemeriksaan kepada Roy. Selama pemeriksaan Budi coba memberikan bukti-bukti, tetapi banyak bukti yang dianggap tidak ada kaitannya.
Juli 2023, Budi ditetapkan sebagai tersangka atas penggelapan dengan dua alat bukti yang dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka. Diantaranya bukti transfer/pemindah bukuan sebesar Rp450 juta dan Rp2,550 miliar, sementara dalam slip transfer tidak ada berita keterangan uang titipan.
Keterangan kepala desa yang melihat dan mengetahui, uang tersebut adalah uang titipan pada saat pelunasan. Seingat Budi, pada saat pelunasan hanya ada Budi dan Hendra yang ke bank, tidak ada kepala desa.
(FDY/*)