jurnalbogor.com – Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Bogor 2024 akan diwarnai pertarungan sengit antara Dedie A Rachim dan Sendi Fardiansyah.
Walau elektabilitas Dedie Rachim masih memimpin dengan 39,1 persen, namun ia terus dibayangi oleh Sendi Fardiasnyah sebesar 20,9 persen. Padahal, dalam survei sebelumnya tingkat elektabilitasnya hanya 6,1 persen.
Demikian analisis hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang disampaikan kepada pers di Kota Bogor pada Jumat (19/7), terkait dengan preferensi pemilih warga Kota Bogor terhadap sejumlah calon wali kota dan sejumlah isu lain.
Diketahui, survei dilakukan dari tanggal 11 hingga 16 Juli 2024 dengan menggunakan metode standar multi stage random sampling, wawancara tatap muka menggunakan kuesioner kepada 440 responden dengan margin of error 4,8 persen.
Direktur Eksekutif Citra Komukasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah menjelaskan bahwa pertarungan sengit itu potensial terjadi karena dua hal. Pertama, keduanya punya potensi untuk memperoleh tiket partai.
Kedua, karena posisi elektabilitas kedua figur itu, Dedie Rachim dan Sendi Fardiansyah, yang cukup menarik.
Hal itu menarik, kata Toto, lantaran dua kandidat tersebut memiliki trend elektabilitas yang berbeda. Yang satu, Dedie Rachim sebagai incumbent mempunyai tren yang stagnan, meski masih memimpin.
Namun, disisi yang lain, Sendi Fardiansyah, punya trend yang meroket, meski masih dibawah Dedie Rachim.
“Tren elektabilitas Sendi bisa naik lagi setelah sejumlah partai resmi mengusung dirinya. Biasanya, keraguan memilih itu juga muncul karena dianggap belum tentu dapat tiket partai,” jelasnya.
Dalam kontestasi Pilkada, termasuk Pilpres, jelas Toto, tren elektabilitas itu menjadi variabel penting yang harus dilihat. Sebab, apabila dilihat dari pengalaman selama ini, kandidat yang punya trend naik, punya potensi menyalip kandidat yang diatasnya.
Sebaliknya, kandidat yang trennya stagnan, apalagi turun, biasanya akan terus turun.
Dalam konteks Pilwakot Bogor, menurut Toto, kandidat yang harus diwaspadai Dedie Rachim adalah Sendi Fardiansyah.
“Karena dia punya tren naik, bahkan meroket. Dari survei 4 bulan sebelumnya, hanya 6,1 persen, sekarang sudah tembus ke angka 20,9 persen,” katanya.
“Ini data yang goodnews buat Sendi. Tapi badnews buat Dedie. Bayangkan, naik dari 6,1 ke 20,9 persen itu sangat signifikan dalam simulasi 14 calon. Sementara, Dedie Rachim dari dua kali survei, posisinya masih masih belum beranjak jauh, yaitu sekitar 39 sampai 40 an persen,” tambahnya.
Sementara kandidat lainnya seperti Atang Trisnanto berada di 10,0 persen, dr Raendi Rayendra 9,8 persen dan yang lainnya dibawah 5 persen seperti Jenal Mutaqin 4,8 persen, Rusly Prihatevy 4,3 persen dan lain-lain.
Saat dikerucutkan menjadi 6 calon, Sendi naik lagi ke 24,5 persen, Dedie Rachim ke 40,9 persen. Variabel lain yang harus dilihat dalam membaca peluang, kata Toto, adalah tingginya pemilih yang masih berkategori soft supporter, yaitu gabungan pemilih yang sudah memilih tapi bisa berubah dengan yang belum punya pilihan sama sekali. Itulah pemilih cair yang sering disebut sebagai lahan tak bertuan.
“Soft supporternya masih 49 persen. Ini jumlah pemilih yang masih bisa diperebutkan. Sementara, strong supporternya belum ada yang tembus 30 persen. Pada bagian lain, baru 18,6 persen publik yang sudah menentukan pilihannya dari sekarang. Mayoritas publik, masih menunggu masa kampanye, hari tenang dan saat datang ke TPS,” ungkapnya.
(FDY)