jurnalbogor.com – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, dua kekuatan politik di kota bogor semakin intensif membangun komunikasi politik.
Usai deklarasi Koalisi Bogor Maju (KBM) kemudian disusul intensitas komunikasi PKS dan PDIP Kota Bogor. Kondisi ini akan semakin mengkristalkan figur yang berpeluang besar diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dalam Pilkada Kota Bogor mendatang.
Dinamika dan eskalasi dalam pilkada memang tidak serta merta linier dengan dinamika yang terjadi pada pemilu 2024. Sehingga tidak mesti koalisi-koalisi partai dan kekuatan politik yang terjadi pada pemilu 2024 kemaren, harus terjadi juga di Pilkada serentak 2024.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi mengatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan dua hal. Pertama, kepentingan lokal lantaran relasi dan kepentingan politik di tingkat lokal jelas berbeda dengan relasi di tingkat elit.
“Sedangkan pilkada langsung akan menyentuh berbagai kepentingan lokal. Ketika partai-partai mempunyai kepentingan politik yang sama di tingkat lokal, maka akan mudah membangun koalisi. Tidak peduli apakah itu KIM atau KBM atau kekuatan lainnya,” ujar Yus kepada wartawan, Senin (8/7/2024).
Kedua, sambung dia, pilkada sangat ditentukan oleh figur. Sebab, saat berbicara figur dalam konteks pilkada, maka akan bicara mengenai tiga hal. Yakni kwalitatif, kwantitatif, dan cuantitatif.
“Kualitatif bisa dimaknai dengan sejauh mana pengalaman menata pemerintah daerah, bagaiman tingkat ketokohan di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai karakter perekat berbagai elemen yang ada di masyarakat. Adapun bicara kuantitatif, bagaimana tingkat elektabilitas dan peluang keterpilihan dalam pilkada. Begitupun dengan cuantitatif, menjadi faktor penting dalam pertarungan di pilkada,” jelasnya.
Dengan demikian, sambung dia, hampir semua propinsi dan kabupaten atau kota komunikasi politik untuk kepentingan pilkada sangat cair dan tidak terlalu terjebak pada koalisi partai politik ketika pemilu 2024.
“Makanya itupun terjadi di kota bogor, komunikasi intens dibangun oleh PKS dan PDIP, disitu terlihat bagaimana pilkada mempunyai karakteristik lokal. Namun ketika PDIP dan PKS bergabung dan berkoalisi untuk mengusung pasangan calon di pilkada Kota Bogor,” katanya.
Sehingga, sambung dia, kemungkinan besar pilkada Kota Bogor akan diikuti dua pasangan calon atau head to head.
“Karena PDIP sudah memberikan baju kepada Rayendra, maka potensi Rayendra direkomendasikan PDIP sangat besar. Sementara PKS sudah memastikan atang yang akan diusung di pilkada kota bogor 2024. Tinggal menyepakati saja siapa calon wali kota dan calon wakilnya,” katanya.
Namun jika melihat tingkat elektabilitas sampai saat ini Rayendra jauh di atas Atang. Sehingga Atang berpotensi menjadi calon pendamping Rayendra.
“Potensi yang akan bergabung dengan kekuatan PDIP dan PKS ini diantaranya PKB, PPP dan Nasdem. Faksi kekuatan politik lainya adalah dedie rachim yang sudah msngumpulkan 4 partai politik, yakni PAN, Golkar, Demokrat dan PSI,” katanya.
“Sedangkan Partai Gerindra saya lihat tinggal nunggu waktu saja untui bergabung aja dengan partai-partai yang sudah mengusung Dedie A. Rachim. Saat ini belum bergabung, karena pandangan saya hanya sedang menaikan posisi tawar untuk menyodorkan calon wakilnya,” tambahnya.
Sehingga pilihan calon wakil wali kota pilihannya berasal dari Partai Gerindra atau Golkar.
“Dan dua-anya saya lihat akan mengusulkan kader internal partai sebagai calon wakil wali kota. Yakni, Rusli dan Jenal Mutaqin,” ucapnya.
Dengan demikian, kata dia, Sendi dan Aji Jaya Bintara berpotensi “terlempar” lebih awal dari ring pertarungan pilkada.
“Kalau sendi masih menunggu keputusan resmi Gerindra, karena termasuk salah seorang yang dipanggil oleh DPD Partai Gerindra Jawa Barat. Namun saya lihat yang sudah hampir bisa dipastikan saat ini tidak akan masuk “ring” arena pilkada adalah Aji Jaya Bintara,” ucapnya.
Sebab, kata dia, hampir semua partai sejak awal berharap merekomendasikannya. Namun, saat ini sudah menutup pintu untuk Aji Jaya Bintara.
(FDY/*)