jurnalbogor.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak agar semua pihak terlibat untuk mensukseskan capaian penurunan emisi gas rumah kaca sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dalam Sub Nasional Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) pada KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan, KLHK dan Pemprov Jabar melakukan kick off dan Sosialisasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di region Pulau Jawa, khususnya di Provinsi Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan program pemerintah untuk Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sendiri diperlukan aksi-aksi nyata yang harus dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi isu lingkungan.
“Jadi mulai hari ini dan seterusnya, kita akan melakukan penyusunan rencana operasional khususnya di Pulau Jawa,” ucap Bambang saat Kick Off dan Sosialisasi Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Pulau Jawa yang berlangsung di IPB Convention Center (ICC), Kota Bogor pada Selasa (6/2).
“Di Kota Bogor dan saya bersama Dirjen Planologi, Kehutanan, dan Tata Lingkungan dan juga didampingi kawan-kawan dari generasi muda, Ananda Tohpati, yang concern juga masalah lingkungan,” tambahnya.
Menurut dia, pada dasarnya kebersamaan Jajaran KLHK dalam Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 tentunya sangat ditentukan sekali dari pimpinan daerah dan tentunya semua stakeholder.
“KLHK telah berkomitmen untuk penyusunan rencana operasional. Intinya pulau Jawa dalam kontribusinya untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dengan hal-hal yang sangat strategis,” ucapnya.
Kata dia, dalam Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, langkah rehabilitasi dan pemulihan lingkungan menjadi bagian kegiatan utama dari rencana operasional.
“Karena kita semua tahu, pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang besar memerlukan pembangunan strategis. Ke depan yang harus menjadi perhatian adalah daya dukung, daya tampung lingkungan,” ucapnya.
Atas dasar itu, kata dia, ada hal-hal yang sudah dijelaskan sebelumnyan tersebut menjadi acuan untuk menguatkan pulau Jawa dengan kegiatan-kegiatan dan aksi nyata.
“Secepatnya perlu kerja kolaboratif, peran dari pimpinan daerah dan jajarannya untuk melakukan aksi nyata,” bebernya.
Ia menambahkan, khusus untuk kegiatan rehabilitasi dan pemulihan lingkungan untuk menguatkan daya dukung dan daya tampung, sehingga pembangunan berkelanjutan yang harus dibangun tetap tidak meninggalkan aktivitas produktivitas rakyat.
“Karena di dalam paparan tadi, Pak Dirjen telah memperlihatkan kawasan hutan kita di pulau Jawa ini harus dijaga dan dikelola. Karena ada fungsi konservasi, lindung, produksi. Khususnya di kawasan hutan juga tetap kita jaga,” bebernya.
Bambang menyebut bahwa keberadaan hutan tanaman, termasuk hutan rakyat yang telah dikelola masyarakat di Pulau Jawa ini menjadi kekuatan secara bersama dalam meneruskan untuk melakukan penanaman-penanaman pohon yang telah digerakkan oleh Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Menurut dia, yang menarik adalah membuktikan kerja nyata dengan pendekatan spasial. Dalam artian, memprioritaskan areal dan luasan, atau bahkan yang berpotensi terjadi degradasi lahan ataupun deforestasi.
“Misalnya areal bekas kebakaran, atau areal tidak dikelola, penutupan hutannya rendah, ini semua akan diwujudkan kembali untuk mendukung indeks kualitas lingkungan hidup yang ditandai dengan meningkatnya penutupan hutan dan lahan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, sambungnya, apabila kerja kolaboratif antara pusat, provinsi dan daerah terlaksana serta didukung masyarakat, maka pada 2030 mendatang hutan akan dijaga dan dikelola rakyat.
(FDY)