jurnalbogor.com – Konflik pemilik tanah adat yang berbatasan dengan tanah eks perkebunan teh Gunung Mas yang sempat ramai, karena adanya gambar ploting tanah adat milik warga yang masuk ke ploting HGU PTPN Regional 1 dan 2 Gunung Mas, Asisten Manager PTPN Asep Zaenal Mutaqin, angkat bicara.
Ia mengingatkan risiko serius apabila proses pengukuran dilakukan tanpa saksi atau tanpa penunjuk batas yang benar. Menurutnya, hal ini bisa menyebabkan lahan adat warga secara perlahan “masuk” ke dalam areal garapan milik perusahaan.
Asep menegaskan bahwa penentuan batas tanah yang akurat hanya dapat dipastikan melalui Peta Bidang Tanah (PBT) resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Mintakan PBT dan koordinatnya. Dari situ bisa disuperimpose ke peta HGU PTPN untuk melihat posisi sebenarnya, apakah berada di dalam atau di luar HGU,” jelas Asep.
Ia menyebut ada dua aspek utama yang menjadi dasar kuat dalam memastikan status tanah adat yaitu adanya riwayat tanah yang bisa memastikan apakah lahan tersebut benar merupakan tanah adat sejak awal.
Data teknis BPN — berupa PBT, koordinat bidang tanah, dan berita acara penunjukan batas. Menurut Asep, jika koordinat resmi sudah diterbitkan BPN, maka posisi bidang tanah dapat dipetakan dengan jelas ketika disandingkan dengan peta HGU milik perusahaan.
Sementara pertemuan salah seorang warga yang tanah adatnya diduga masuk ke ploting HGU itu diharapkan menjadi langkah awal penyelesaian konflik batas lahan yang telah terjadi bertahun-tahun. Warga meminta pemerintah dan BPN segera turun tangan agar tidak terjadi tumpang tindih pengelolaan lahan, yang dapat memicu konflik lebih luas antara masyarakat adat dan pihak perusahaan.
(Dadang Supriatna)






