Jurnal Bogor – Kerjasama PT Sayaga Wisata dengan pengusaha pasar malam yang memperbolehkan lokasi parkiran rest area Gunung Mas disewakan, disorot Jaringan Advokasi Masyarakat Pakuan Pajajaran (JPP).
Lembaga sosial masyarakat (LSM) Bogor Raya yang aktif menyikapi berbagai persoalan, mulai dari sosial, lingkungan dan pemerintahan itu, mempertanyakan keberadaan pasar malam yang menggunakan lahan parkir rest area Gunung Mas sebagai tempat arena rekreasi.
“Kami ingin tahu perizinannya dulu dari lingkungan. Apakah warga setempat mengizinkan atau tidak ada pasar malams,” kata Ketua JPP, Saleh Nurangga kepada Jurnal Bogor saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Kamis (25/1).
Setelah perizinan, Saleh meminta PT Sayaga Wisata selaku pengelola rest area Gunung Mas, menjelaskan maksud dan tujuannya menyewakan aset milik pemerintah tersebut. Sebab, rest area Gunung Mas dibangun, tujuan pemerintah itu untuk memindahkan para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan disepanjang Jalan Raya Puncak Cisarua.
“Bukan untuk disewakan kepada pengusaha pasar malam,” ujarnya.
Hal lain yang harus dipertanyakan lagi, lanjut Saleh, terkait biaya sewa lahan yang diminta pengelola rest area Gunung Mas kepada pengusaha pasar malam. Pasalnya, pengusaha pasar malam berani membayar uang sewa lahan hingga puluhan juta rupiah.
“Biasanya kalau lokasi yang di sewanya itu ramai dikunjungi warga, dalam satu bulan pengusaha pasar malam berani sewa hingga 35 juta. Dan itu diluar biaya yang lain, baik izin lingkungan, mulai dari warga, desa sampai kecamatan. Belum lagi biaya pengamanan lainnya, itu sudah dianggarkan pengusaha,” paparnya.
Saleh minta, PT Sayaga Wisata sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bogor, terbuka dengan nominal besaran uang sewa yang disepakati bersama pihak pengusaha pasar malam. Pasalnya, banyak dari perusahaan plat merah yang tidak mau terbuka dalam hal apapun, termasuk persoalan angggaran.
“Saya juga ingin tahu, kalau hasil dari sewa lahan itu apa masuk kedalam kas negara atau pendapatan asli daerah (PAD) tidak,” tegasnya.
Saleh berharap, pengelola rest area Gunung Mas, lebih memikirkan nasib para pedagang yang saat ini sudah mengisi kios dan berjualan di lokasi rest area, tetapi masih sepi pembeli.
“Jangan sampai pedagang yang sekarang ada, malah gulung tikar dan semua kios di rest area tutup tanpa ada pedagang yang mau berjualan,” imbuhnya.
Seperti diberitakan Jurnal Bogor edisi Kamis (25/1), Adji Supriono, staf pengelola rest area Gunung Mas membenarkan, di lokasi parkiran rest area akan ada pasar malam. Namun, pegawai BUMD Sayaga Wisata itu, enggan menyebutkan secara detail biaya sewa lahan oleh pengusaha pasar malam, berikut lama waktu menyewa lahan parkiran rest area tersebut.
Sementara, saat dikonfirmasi Direktur Umum (Dirum) Sayaga Wisata, Aminudin terkesan menolak untuk memberikan stetman, terkait keberadaan pasar malam yang membuka kegiatan usahanya di lokasi parkiran rest area Gunung Mas. Dirum yang dulunya aktif sebagai lembaga sosial masyarakat (LSM) tersebut, malah mengarahkan kepada Direktur Utama (Dirut) Sayaga Wisata, Supriadi Jufri.
“Ke pak Dirut aja ya, biar satu pintu. Atau ke Hani, pengelola rest area yang ada di sana,” ujar Aminudin kepada Jurnal Bogor melalui pesan WhatsApp, Rabu (24/1).
Namun, Direktur Utama (Dirut) Sayaga Wisata, Supriadi Jufri saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, sama sekali tidak menjawab. Begitu juga ketika di telepon melalui WhatsApp, orang nomor satu di perusahaan plat merah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor itu, sama sekali tidak merespon.
Sebelumnya, pemilik Kedai Si Adudu yang membuka tempat usahanya dengan mengambil kios di rest area Gunung Mas menilai, adanya pasar malam di lahan parkir rest area, tidak akan berpengaruh apapun terhadap kondisi warungnya.
“Bagi saya, tidak ada pengaruhnya. Yang rame itu hanya didepan atau di lokasi pasar malam saja, kalau ke warung saya tidak berdampak sama sekali,” akunya.
Wanita berhijab yang setiap hari selselalu sabar menunggu pembeli datang ke tempat usahanya di rest area Gunung Mas menceritakan, saat ada event besar seperti Bogor Fest yang dilaksanakan di lokasi parkiran, hanya ramai di depan saja. Sedangkan, warung-warung yang ada didalam tidak ikut terbawa ramai oleh pembeli.
“Pembeli yang datang ke warung kami bisa dihitung, ramainya hanya di lokasi acara saja,” tukasnya.
(DS)