jurnalbogor.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada tidak lagi berbasis jumlah kursi, tapi berbasis suara partai menjadi tantangan bagi aktor-aktor politik yang selalu beralasan ingin bisa maju di Pilkada tapi kursi tidak cukup 20 % dan suara tidak cukup 25 %.
“Jika melalui putusan MK ini masih tidak juga berani mengusung pasangan calon, maka keinginan tersebut hanyalah menaikan posisioning partai atau figur agar bisa “ditawar” partai lain terutama partai oligarki,” kata Founder LS Vinus Nusantara, Yusfitriadi dalam keterangannya, Rabu (21/8/2024).
Menurutnya, jika ini yang terjadi maka sudah sampai pada fase kegagalan partai politik dalam kaderisasi politik. Karena dengan keputusan MK tersebut, ada 7 partai politik yang bisa mengusung pasangan calon sendiri walaupun tanpa bergabung dengan partai yang lain.
“Karena dalam skema keputsan MK ini Kabupaten Bogor sama seperti halnya Provinsi Jawa Barat berada pada skema nomor 4, dengan lebih dari 1 juta pemilih. Adapun partai-partai yang mendapatkan suara lebih dari 6,5 % di Kabupaten Bogor adalah PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, PKS, PPP dan Demokrat. Sehingga jika partai politik dan figur-figurnya konsisten untuk maju sebagai calon bupati atau calon wakil bupati, maka akan banyak pasangan calon yang seharusnya bisa ambil bagian dalam kontestasi pilkada di kabupaten bogor ini,” tegas Yusfitriadi.
Dengan demikian, tidak hanya 2 atau 4 nama saja yang harusnya bisa berkontestasi, seperti yang sering muncul saat ini misalnya Rudi Susmanto, Jaro Ade, Elly Yasin, Iwan Setiawan dan Agus Salim. Bayu Syahjohan, Dede Chandra dan sosok-sosok lain yang mungkin diusung oleh gabungan partai non parlemen juga bisa kuat.
“Sehingga dengan fenomena keputusan MK ini, Pilkada di Kabupaten Bogor saya bisa pastikan tidak akan terjadi fenomena kotak kosong. Walaupun partai oligarki akan memaksakan “memborong” partai sehingga harapannya hanya lawan kotak kosong, saya yakini tidak akan terjadi,” ungkapnya.
Minimal kata Yusfitriadi, masih ada PDIP, NasDem dan partai-partai non parlemen yang lebih dari cukup persyaratan 6,5 % suara untuk bisa mengusung pasangan calon. “Namun saya ingin sampaikan ketika peluang ini sudah diberilan oleh keputusan MK, namun tidak dimanfaatkan partai politik, maka partai-partai tersebut perlu dipertanyakan lagi “jenis kelaminnya”,” tegasnya.
(yev/r)