jurnalbogor.com – Langkah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang semakin masif melakukan penertiban di kawasan Puncak, khususnya di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor kini mulai mendapat sorotan dari masyarakat setempat.
Hal ini karena pergerakan tim KLH dinilai sudah mengancam lapangan kerja masyarakat. Tindakan KLH yang terbaru yakni melakukan penyegelan terhadap sejumlah hotel berbintang, yang menjadikan suatu kegaduhan di kalangan para pengusaha wisata.
Perhatian masyarakat terhadap pergerakan dan tindakan KLH di wilayah Puncak, sangat cepat tersebar seiring dengan majunya dunia media sosial, hingga masyarakat terus mengikuti aktivitas tim KLH saat berada di wilayah Puncak. Bahkan, kini mulai terdengar jika tempat usaha pariwisata yang ada di wilayah Puncak mengalami penutupan, dan tidak dipungkiri masyarakat khususnya para pekerja kini sedang terancam PHK dan menyatakan akan melakukan aksi demo.
“Kawasan Puncak merupakan kawasan pariwisata. Sebagian besar penduduknya bekerja di tempat tempat pariwisata. Sejak dibongkarnya Hibis dan terjadi sekitar 500 orang pekerja mengalami PHK, dan kini nasibnya mereka menjadi pengangguran. Dan sekarang sekitar 22 hotel kita dengar sedang dipermasalahkan oleh KLH, yang katanya mencemari sungai Ciliwung. Dengan kondisi seperti ini, kita selalu warga cukup prihatin, jangan sampai ada penutupan-penutupan terhadap tempat wisata atau hotel. Karena itu akan merugikan pengusaha dan warga yang menjadi karyawannya,” ujar Muhammad Ikbar, salah warga Cisarua.
Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor, kini mulai merapatkan barisan. Dikabarkan, sejumlah pengelola hotel yang dipermasalahkan oleh KLH mereka mulai melakukan pertemuan untuk melakukan pembahasan.
Ditempat terpisah, Ketua Karukunan Warga Puncak (KWP) Dede mengatakan, PHRI, Disnaker, juga Pemkab Bogor harus segera bersikap terhadap langkah KLH yang kian masif di Puncak.
“Saatnya PHRI bergerak, begitu juga Pemkab Bogor. Karena, ketika tempat usaha ditindak bukan hanya pemilik modalnya yang akan dirugikan, melainkan warga lokal sebagai tenaga kerjanya akan terancam. Contoh Hibis, ratusan karyawannya yang terkena PHK kini menjadi pengangguran. Saya selaku warga Puncak, mengapresiasi langkah KLH. Tetapi, KLH juga harus memikirkan dan memberikan solusi yang tidak merugikan para pekerja disaat tidakan tersebut dilakukannya,” pungkas Dede.
(Dadang Supriatna)