jurnalbogor.com – Carut marut penyelanggaraan Pemilu 2024, terus menuai kritik dari berbagai pihak. Hal itu lantaran adanya dugaan kecurangan saat proses rekapitulasi suara.
Selain itu, lambannya pembayaran honor PTPS, errornya sistem Sirekap, hingga tersendatnya penghitungan suara akibat kerap mati listrik.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Permusyawaratan Organisasi (HMI MPO) Cabang Bogor, Irfan Yoga mengatakan bahwa pihaknya telah mengingatkan jauh-jauh hari sebelum 14 Februari 2024, agar para komisioner KPU Kota Bogor bekerja dengan baik dan menjaga netralitas.
“Kami menduga adanya permainan dari komisioner maupun KPPS dalam proses tersebut,” ujar Irfan kepada wartawan, Jumat (21/2/2024).
Menurut dia, beberapa permasalahan yang mereka temui, seperti suara caleg yang tiba-tiba hilang dengan alasan petugas KPPS yang mengantuk.
Alasan tersebut, kata dia, tidak logis, dan ada dugaan bahwa KPU berupaya mengakomodir partai dan caleg tertentu.
“Netralitas KPU perlu dipertanyakan, dan KPU harus bertanggung jawab penuh terhadap seluruh masalah yang ada dalam proses pemilu 2024,” jelasnya.
Anehnya, kata Irfan, hingga kini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak mengambil tindakan yang konkret untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi di KPU Kota Bogor.
“Kam menduga KPU dan Bawaslu tidak transparan dan menutup mata terhadap permasalahan yang terjadi,” ucapnya.
Kata dia, masyarakat menunggu respons resmi dari KPU dan Bawaslu terkait keluhan dan pertanyaan serius terkait integritas pemilihan.
Pandangan Hukum Praktisi
Senada, praktisi Hukum dan Dosen STIH Dharma Andigha, Richard E.G.A. Angkuw, SH., MH, mengatakan bahwa integritas dan kejujuran dalam menjalankan tugas menjadi pondasi utama.
Sumpah yang diucapkan oleh anggota KPU, KPPS, dan Bawaslu saat dilantik memperkuat komitmen untuk bertugas dengan amanah.
Disinggung mengenai fenomena kecurangan, ada tiga penyebab utama. Pertama, adanya relasi patronase kuat antara penyelenggara pemilu, Calon Legislatif (Caleg), dan pemilih, yang menciptakan penggunaan sumber daya sebagai imbalan dukungan elektoral.
Kedua, sistem Pemilu yang mendorong Caleg untuk menggunakan berbagai cara demi kemenangan.
Ketiga, kelemahan dalam sistem pendukung Pemilu yang membuka celah manipulasi, seperti terjadi pada data pemilih dan rekapitulasi suara berjenjang.
Kondisi ini, sambungnya, menjadi ancaman serius bagi kredibilitas demokrasi, memicu kegaduhan politik di berbagai level.
Sebelumnya, tim pemenangan Caleg DPR RI Dapil Jawa Barat III (Kota Bogor-Kabupaten Cianjur) dari PAN, Yane Ardian yang juga istri Wali Kota Bima Arya mempertanyakan, hilangnya suara di data Sirekap KPU RI, yang mencapai hampir 50 persen dari suara awal yang ditampilkan.
Yane mengklaim telah memenangkan suara terbanyak di Kota Bogor, tetapi untuk suara Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur Yane di posisi kedua.
Kepada wartawan, Juru bicara Tim Pemenangan Yane Ardian, Toto Sugiarto mengatakan bahwa pihaknya menyampaikan beberapa poin penting progres raihan suara Yane Ardian, di dapil Jawa Barat III, poin pertama hasil rekapitulasi suara form C1 internal berada diangka 87,84 persen.
Hasil tersebut setelah penghitungan 2.559 Tempat Pemungutan Suara (TPS) wilayah Kota Bogor dari 2.913 TPS.
“Ada 354 TPS yang belum terinput. Hasil internal Kota Bogor Teh Yane posisi pertama PAN untuk Jabar 3 total 22.791 suara. Posisi berikutnya PAN 20.818 suara, yaitu Sekjen PAN Eddy Soeparno,” ungkap Toto di Pendopo 6, Kecamatan Bogor Timur, Selasa (20/2/2024).
Menurut dia, selisih suara internal PAN di Kota Bogor unggul 1.973 suara. Suara Yane yang paling banyak menyumbangkan Bogor Barat 5.525 suara, kemudian Bogor Utara dengan 4.859 suara.
“Jadi saat ini untuk wilayah Kabupaten Cianjur masih rekap. Kami telah memperlihatkan performa bagus hasil suara unggul Kota Bogor. Nomor 1 di Kota Bogor, kalau di semua partai, kami unggul dari empat incumbent yaitu pak Eddy, Irwan Ardi Hasman, Neng Eem dan Syarif Hasan,” paparnya.
Toto menjelaskan, untuk poin kedua pihaknya sebagai tim internal Yane, mempertanyakan Aplikasi Sirekap KPU RI seperti ada kendala.
Dijadwalkan 20 Februari 2024 direkap, tetapi 19 Februari 2024 ada pergerakan data rekap KPU.
“Data Teh Yane diangka 9.480 suara, pada 19 Februari 2024 pagi harinya, turun menjadi 4.711 suara. Ini perubahan signifikan,” katanya.
“Kami ingin mempertanyakan apakah Sirekap bisa menjadi alat bantu masyarakat untuk ikut mengawal pemilu jujur dan adil. Ternyata KPU menyebutkan bahwa sirekap hanya alat bantu, yang pasti itu hitung manual,” tambahnya.
Kata dia, kesimpulan yang didapat hingga hari ini khusus internal PAN, Teh Yane berada diurutan 2.
“Kami hanya meminta penjelasan KPU untuk data yang hilang itu. Apa penyebabnya?,” tandasnya.
Apakah Yane dan tim merasa ‘dikerjai’ oleh KPU karena ribuan suaranya hilang secara misterius. Menanggapi hal tersebut, Toto menambahkan, jika pihaknya ingin penjelasan secara logis dan jelas dari KPU atas berkurangnya suara.
“Sampai kita melaksanakan konprensi pers ini. Tim pemenangan belum mendapatkan jawaban dari penyelenggara atau KPU,” bebernya.
(FDY)