RT/RW Mundur Massal, Soroti Dugaan Jual Beli  dan Penyalahgunaan Lahan Fasos Fasum

  • Whatsapp

jurnalbogor.com – Aksi protes warga kembali menggema di Perumahan Tamansari Bukit Damai, Desa Padurenan, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Sedikitnya 1 RW dan 5 RT secara serentak mengembalikan stempel kepengurusan kepada pihak desa dan akan disusul RW serta RT lain. Aksi ini merupakan bentuk mosi tidak percaya terhadap Kepala Desa dan aparat kecamatan yang dinilai melakukan pembiaran terhadap keberadaan pedagang ilegal di lahan Prasarana, Sarana & Utilitas Umum (PSU) yang berada di Perumahan Tamansari Bukit Damai dan telah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor.

Langkah drastis ini diambil usai keputusan rapat warga dan pengurus lingkungan yang menilai para pedagang tanaman hias yang menempati lahan PSU bertindak semena-mena dan tidak memiliki izin resmi. “Warga sudah menegur berkali-kali, bahkan sampai bersama-sama mendatangi lapak. Tapi tetap tak diindahkan. Pedagang justru menantang warga untuk menyelesaikan persoalan di kantor desa dan merasa mendapat dukungan aparat desa dan kecamatan,” ungkap Sekretaris RW 07, Murni Susanto (30/4).

Read More

Menurutnya, Kepala Desa Padurenan, Ralih Hidayat sebelumnya sempat menyatakan secara langsung bahwa aktivitas para pedagang tersebut memang ilegal. Pernyataan tersebut bahkan direkam pengurus RW dan ditunjukkan kepada warga.

Pengurus RW 07 Tamansari Bukit Damai juga menyebut bahwa para pedagang telah menempati lahan tanpa izin selama bertahun-tahun. “Peruntukan lahan tersebut bukan untuk komersil, Kami sudah beri waktu dan peringatan. Karena tak kunjung ada itikad baik, warga memutuskan lahan itu difungsikan sebagai ruang terbuka hijau sebagai sarana olahraga berupa jogging track dan sarana bersosialisasi antar warga. Tapi para pedagang menolak dan memilih menentang kebijakan lingkungan,” jelasnya.

Sebuah mediasi yang diinisiasi Kepala Desa awal pekan ini justru memperkeruh suasana. Menurut anggota BPD Desa Padurenan, Winarno enam pedagang yang diundang justru membawa serta puluhan orang tak dikenal. “Situasi jadi tegang. Warga merasa diintimidasi,” ujar Winarno.

Hal itu dibenarkan oleh salahsatu pengurus RT yang ikut hadir dalam mediasi Tersebut, Yohanes Sri Purnama. “Kami menyayangkan sikap pasif Kepala Desa dan perwakilan Kecamatan Gunung Sindur saat situasi memanas. Forum itu tak sehat. Banyak wajah asing yang memprovokasi. Tapi kepala desa dan Kasie Satpol PP kecamatan hanya diam,” ungkapnya.

Beruntung, kehadiran Babinsa dan Bhabinkamtibmas mengawal warga keluar dari forum dengan aman.

Dugaan adanya “bekingan” oknum pejabat desa dan kecamatan atas para pedagang liar menjadi pemicu utama pengembalian stempel oleh para pengurus lingkungan. “Kami merasa tak lagi diberi ruang untuk melindungi hak warga. Karena itu, kami sepakat menggantungkan jabatan sebagai bentuk perlawanan moral,” tegas ketua RT 01 RW 07, Bunaji.

Ia juga mengungkapkan adanya dugaan praktik jual beli ilegal atas lahan PSU yang dilakukan pedagang. “Lahan itu diperjualbelikan dari satu tangan ke tangan lain secara ilegal, bahkan digunakan untuk memperoleh bantuan dari Dinas Pertanian, yang nilainya ratusan juta,” tambah Bunaji.

Ketua RW 07, Alan Suharlan berharap Pemerintah Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, segera turun tangan. “Kami minta ada audit menyeluruh terhadap aparat desa dan kecamatan. Jangan sampai lahan publik terus dikuasai pihak-pihak yang berlindung di balik kekuasaan apalagi memperjualbelikan lahan fasos fasum,” imbuh Alan. (Aga*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *