jurnalbogor.com – Polemik klaim kepemilikan PSB yang berujung pelayangan somasi oleh Aji Jaya Bintara selalu investor PSB Bogor, membuat geram manajemen.
Seperti diketahui, Aji Jaya melayangkan somasi nomor 002/KPHI/JKT/20/09/2025 kepada pengurus klub, karena tak kunjung menyelesaikan legalitas kepemilikan PSB.
Manajemen PSB Bogor pun melalui kuasa hukumnya akan menjawab somasi yang dilayangkan Aji Jaya.
Wakil Ketua Umum PSB Bogor, Dadan Suhendar, mengatakan bahwa dalam perjalanan kerjasama, Aji Jaya kerap mengulur-ngulur waktu untuk menyelesaikan kewajiban yang menjadi komitmennya. Beberapa poin yang paling krusial adalah hak sebagian pemain yang hingga kini belum terselesaikan. Walau manajemen telah berulang kali mengingatkan agar segera menyelesaikan kewajiban.
Sebagai informasi, tim Liga 4 Seri 1 tahun 2024 dibentuk oleh Aji Jaya. Mulai dari rekrutmen pemain maupun pelatih. Selain itu penyelesaian pembayaran katering dan operasional tim pun ujung-ujungnya ditanggung oleh pengurus.
“Bukan soal sabar atau tidak, tetapi memang dari pihak Aji Jaya tidak pernah serius menyelesaikan kewajibannya. Kami yang akhirnya harus ikut menutup kekurangan agar tim tetap berjalan. Bahkan setelah Liga 4 berakhir kami berkali kali mengundang Aji Jaya untuk menghadiri rapat evaluasi namun yang bersangkutan tidak pernah hadir,” bebernya, Rabu (1/10/2025).
Menurut dia, posisi Aji Jaya dalam tubuh PSB Bogor adalah sebagai investor sekaligus tamu. Seharusnya, selaku tamu menghormati manajemen sebagai tuan rumah yang telah mengelola PSB jauh sebelum adanya kerja sama.
Dadan membantah pengakuan Aji Jaya memiliki 60 persen saham PSB Bogor. Sebab, tak ada sepeserpun dana yang disetor kepada kas klub.
“Dalam sebuah kerja sama, komitmen adalah hal mutlak yang harus dijaga. Sayangnya, banyak poin kesepakatan yang tidak dijalankan oleh Aji Jaya, sehingga menghambat langkah PSB ke depan,” katanya.
“Kami tetap konsisten menjaga marwah PSB Bogor dan telah mempersiapkan tim Divisi Hukum Yayasan PSB (Pakuan Sunda Bogor) utk menghadapi permasalahan ini, “ tambah mantan kiper PSB Bogor di awal 1990-an ini.
Somasi yang dikirimkan tidak lebih dari upaya memutar balikkan fakta dan upaya pembunuhan karakter kepada manajemen PSB.
“Jika Aji Jaya punya itikad baik, seharusnya ketika kami undang untuk berdialog, dia pribadi yang datang, tidak mengutus orang-orang yang tidak memahami permasalahan secara utuh,” tegas Ketua Dewan Pengawas Yayasan PSB itu.
Dadan juga membantah pengakuan Aji Jaya sebagai presiden PSB Bogor hanya pernyataan sepihak tanpa ada penunjukan secara resmi, yang dibuktikan dengan kesepakatan hitam diatas putih.
Lebih jauh, Dadan juga mengungkapkan adanya tindakan yang patut diduga melanggar etika dan hukum oleh Aji Jaya.
Ia disebut-sebut pernah menyebarkan nomor telepon selular dan akun pribadi medsos salah satu pejabat penting di kota Bogor, melalui grup Whatsapp pemain. “Tujuannya agar mereka bisa melakukan negosiasi langsung dan bahkan melakukan unggahan di media sosial,“ kecamatan.
Hal itu dibenarkan Kuasa Hukum Yayasan PSB, I Made Peddy yang menjelaskan jika tindakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap data pribadi seseorang sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE, yang menyatakan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
“Lebih jauh, hal ini juga dapat dijerat dengan Pasal 65 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp5 miliar, “ ungkapnya.
“Tindakan semacam ini tidak bisa dibenarkan. Alih-alih menyelesaikan kewajiban, justru melibatkan pihak lain dan melebar ke ranah yang tidak relevan. Hal ini sangat disesalkan,” tambah Made.
Made menilai tudingan bahwa legalitas tidak kunjung diselesaikan juga tidak tepat. Dimana memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani pada 28 Mei 2024,sudah jelas mengatur mekanisme musyawarah dalam penyelesaian masalah.
Namun, yang terjadi justru pihak investor sering mangkir dari pertemuan resmi dan tidak menunjukkan itikad baik untuk bermusyawarah dan berdialog secara langsung.
Perjanjian tersebut tidak hanya mencantumkan soal legalitas, namun ada poin poin penting lainnya yang tidak direalisasikan oleh Aji Jaya.
Di antaranya terkait kucuran dana operasional yang dijanjikan dan tertulis tidak sesuai besarannya, yaitu untuk menjalankan kalender PSSI tahun 2024 yaitu Piala Suratin U-17 dan Liga 4 zona Jawa Barat. Dan sebagai catatan penting bahwa perjanjian kerjasama tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk menuntut, karena hanya merupakan satu nota kesepahaman awal dari para pihak yang ingin mengadakan suatu ikatan kerjasama.
“MoU harus ditingkatkan menjadi surat perjanjian kerjasama, yang isinya memuat seluruh aspek hukum tentang hak dan kewajiban para pihak, sanksi- sanksi, jangka waktu dan lain sebagainya, “ tukasnya.
(FDY|*)