Jurnal Bogor – Harga sewa stand atau tempat jualan pedagang yang disiapkan pengusaha pasar malam di rest area Gunung Mas, Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, sangat fantastis. Sebab, para pedagang harus mengeluarkan biaya sewa stand hingga jutaan rupiah.
Ajat, pedagang makanan Cilung (Aci Gulung) di rest area Gunung Mas mengatakan, untuk biaya sewa stand yang disediakan pengusaha pasar malam, pedagang harus mengeluarkan uang sebesar Rp.3 juta.
“Pedagang harus bayar uang sewa sebesar itu ke Ronal, pengelola pasar malam. Saya tahu dari para pedagang yang sudah menempati stand pasar malam,” ungkapnya kepada Jurnal Bogor saat dikonfirmasi di rest area Gunung Mas, Sabtu (27/1) malam.
Pedagang jajanan yang menggunakan gerobak saat berjualan itu mengaku, ingin berjualan di stand yang disediakan pengusaha pasar malam, namun mahalnya harga sewa yang diminta, membuat keinginannya tersebut tidak bisa terwujud.
“Uang sewa sebesar itu dapat darimana. Dan juga, semua stand sudah terisi penuh oleh para pedagang,” ujar Ajat.
Meski diluar lokasi stand pedagang pasar malam dan hanya berjualan di bahu jalan rest area Gunung Mas, Ajat tetap harus membayar uang sewa kepada oknum security pengelola rest area kepanjangan dari PT Sayaga Wisata.
“Saya baru tiga hari jualan disini. Satu harinya saya diminta Rp.20 ribu oleh oknum security. Tapi saya disuruh pindah lagi ke belakang dekat kios pedagang rest area oleh pengusaha pasar malam,” jelasnya.
Namun, lanjutnya, setelah disuruh pindah dan ditempat jualan yang baru, dirinya tetap diminta uang sewa sebesar Rp.1 juta. Dan itu diberlakukan kepada semua pedagang diluar pengelola pasar malam.
“Semua pedagang yang ditempatkan di ujung stand pasar malam, tetapi lokasinya masih berada didalam rest area Gunung Mas, harus bayar juga uang sewa ke security sebesar Rp.1 juta,” bebernya.
Sementara, Aminudin, Direktur Umum (Dirut) PT Saya Wisata saat dikonfirmasi terkait biaya sewa stan pedagang tetap tidak mau memberikan keterangan apapun.
Melalui balasan pesan whatsapp, Aminudin menyarankan agar konfirmasi ke Direktur Utama (Dirum) PT Sayaga Wisata, Supriadi Jufri untuk persoalan pasar malam di rest area Gunung Mas.
“Agar satu pintu, konfirmasi saja langsung ke Dirut Sayaga Wisata. Kebetulan saya lagi touring bawa motor, jadi telat respon,” akunya.
Saat dikonfirmasi, hingga saat ini Supriadi Jufri, pucuk pimpinan di perusahaan plat merah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tersebut, sama sekali tidak merespon.
Sebelumnya, Ketua Jaringan Advokasi Masyarakat Pakuan Pajajaran (JPP), Saleh Nurangga menyoroti keberadaan pasar malam yang menggunakan lahan parkir rest area Gunung Mas.
“Kami ingin tahu perizinannya dulu dari lingkungan. Apakah warga setempat mengizinkan atau tidak ada pasar malam,” katanya.
Setelah perizinan, PT Sayaga Wisata selaku pengelola rest area Gunung Mas, diminta untuk menjelaskan maksud dan tujuannya menyewakan aset milik pemerintah tersebut. Sebab, rest area Gunung Mas dibangun, tujuannya untuk menempatkan para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan disepanjang Jalan Raya Puncak Cisarua, saat dipindah atau dilakukan pembongkaran.
“Bukan untuk disewakan kepada pengusaha pasar malam,” ujarnya.
Hal lain yang harus dipertanyakan lagi, lanjut Saleh, terkait biaya sewa lahan yang diminta pengelola rest area Gunung Mas kepada pengusaha pasar malam. Pasalnya, pengusaha pasar malam berani membayar uang sewa lahan hingga puluhan juta rupiah.
“Biasanya kalau lokasi yang di sewanya itu ramai dikunjungi warga, dalam satu bulan pengusaha pasar malam berani sewa hingga 35 juta. Dan itu diluar biaya yang lain, baik izin lingkungan, mulai dari warga, desa sampai kecamatan. Belum lagi biaya pengamanan lainnya, itu sudah dianggarkan pengusaha,” paparnya.
Saleh minta, PT Sayaga Wisata sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bogor, terbuka dengan nominal besaran uang sewa yang disepakati bersama pihak pengusaha pasar malam. Pasalnya, banyak dari perusahaan plat merah yang tidak mau terbuka dalam hal apapun, termasuk persoalan angggaran.
“Saya juga ingin tahu, kalau hasil dari sewa lahan itu apa masuk kedalam kas negara atau pendapatan asli daerah (PAD) tidak,” tegasnya.
(DS)