Diamnya Wagub Jabar: Strategi Politik atau Tanda Tak Punya Agenda?

  • Whatsapp
Zayyid Atthariq

jurnalbogor.com – Sudah berbulan-bulan sejak pelantikan Wakil Gubernur Jawa Barat, namun publik seperti lupa bahwa jabatan itu ada. Tidak ada gebrakan, tidak ada narasi kerja, dan tidak ada jejak kebijakan yang menandakan peran nyata. Nama Wagub Jabar seolah hilang dari radar publik, tenggelam di antara rutinitas seremonial dan aktivitas pemerintahan yang didominasi sang gubernur. Padahal, publik menaruh harapan agar jabatan wakil menjadi pelengkap yang memperkuat kinerja, bukan sekadar pengisi kursi formalitas.

Fenomena ini menegaskan satu hal yang sering diabaikan, jabatan wakil kepala daerah memang disfungsi sejak awal. Dalam amanat UUD 1945, posisi wakil hanya disebut sekilas sebagai pihak yang “membantu kepala daerah” tanpa kejelasan kewenangan, mandat, ataupun tanggung jawab substantif. Tidak ada pasal yang menjelaskan apa yang harus dikerjakan, atau di bidang mana ia seharusnya berperan. Akibatnya, jabatan ini sering kali hanya simbol politik hasil kompromi partai, bukan kebutuhan manajerial. Secara hukum, tidak ada tupoksi yang kuat; secara politik, tidak ada posisi yang benar-benar berpengaruh.

Read More

Namun ketidakjelasan itu seharusnya tidak menjadi alasan untuk pasif. Banyak wakil kepala daerah di tempat lain yang tetap bergerak, menciptakan inisiatif, dan membangun citra kerja meski ruangnya terbatas. Di Jawa Barat, yang muncul justru kesunyian panjang. Tidak terdengar agenda, tidak terlihat langkah konkret. Jika ini strategi politik, maka terlalu lama ditahan; jika ini kebingungan peran, maka publik pantas kecewa.

Kondisi ini makin ironis bila melihat posisi Jawa Barat sebagai provinsi terbesar dan paling strategis di Indonesia. Dengan populasi lebih dari 50 juta jiwa dan posisi ekonomi yang menempati salah satu pilar utama nasional, Jabar bukan sekadar wilayah administratif ia adalah mesin pergerakan bangsa. Sejarah membuktikan bahwa Jawa Barat selalu menjadi episentrum perubahan, dari perjuangan kemerdekaan hingga inovasi pembangunan. Karena itu, ketika sosok wakil gubernur di provinsi sebesar ini tidak menunjukkan kerja nyata, Jawa Barat sedang merugi bukan hanya secara politik, tapi juga secara moral dan administratif. Sebuah wilayah sebesar ini pantas mendapat figur yang bekerja, bukan sekadar mendampingi secara simbolik.

Rakyat tidak menuntut keajaiban, hanya ingin tahu bahwa pejabat yang digaji dari uang publik benar-benar bekerja. Diamnya seorang pejabat publik bukanlah tanda bijak, melainkan tanda absen. Dan ketika publik mulai lupa bahwa Jawa Barat punya wakil gubernur, itu bukan semata salah ingatan masyarakat tapi cermin dari betapa kaburnya fungsi jabatan itu sendiri.

Dalam politik, diam memang bisa menjadi taktik. Tapi ketika diam berubah menjadi kebiasaan, ia menjelma jadi sikap abai. Jawa Barat butuh pemimpin yang hadir dan bekerja, bukan nama yang sekadar tercetak di papan struktur pemerintahan. Sampai hari ini, publik masih menunggu, adakah kehidupan di kursi Wakil Gubernur itu?.

Penulis: Zayyid Attariq
(Menteri Luar Negeri BEM Institut Agama Islam Bogor)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *