jurnalbogor.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM yang menyampaikan klarifikasi perihal Pesta Rakyat makan gratis berdarah di Kabupaten Garut menimbulkan kegaduhan tak terkendali di masyarakat.
Tragedi berdarah di Kabupaten Garut ini memang diluar perkiraan banyak pihak, acara pernikahan yang seyogyanya menjadi ajang kebahagiaan bagi kedua mempelai, namun menjadi petaka. Apalagi pasangan tersebut merupakan publik figur yakni Maula Akbar dan Putri Karlina, kedua anak pesohor yang putra anak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan putri anak Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. Karyoto.
Rangkaian acara yang dilaksanakan pada 14 Juli 2025 diawali dengan pengajian, lalu pada 16 Juli 2025 acara Akad Nikah dan resepsi, dan acara ditutup Pesta Rakyat pada hari Jumat, 18 Juli 2025.
Namun siapa sangka acara itu itu menjadi tragedi memilukan dan berduka di Kabupaten Garut. Ribuan massa datang berbondong-bondong ke Alun-alun Kota Garut. Bukan tanpa dasar masyarakat datang walaupun bukan peserta yang mendapat undangan resmi, tapi melalui channel Dedi Mulyadi terdapat dialog antara Dedi Mulyadi biasa disebut KDM dengan Maula Akbar putra pertama Dedi Mulyadi dengan mendiang almarhum istri pertamanya.
Dalam pembicaraan tersebut ada penyampaian mengenai acara Pesta Rakyat makan siang gratis akan diadakan pada tanggal 18, yakni makan sepuasnya, nonton sepuasnya, ketawa sepuas-puasnya. Dengan adanya undangan acara seperti itu, menjadi dasar dari masyarakat untuk datang ke acara Pesta Rakyat nikahan Maula Akbar dan Putri Karlina.
Mencermati timbulnya korban jiwa baik dari unsur aparat dan masyarakat serta banyaknya korban luka-luka, engamat hukum dan politik dari Lembaga Hukum Indonesia yang juga berdarah Garut, Suhendar SH MM CLA. mengutarakan, bahwa acara nikahan Maula Akbar dan Putri Karlina dinilai telah memenuhi unsur lalai atau abai mengantisipasi kerumunan massa dalam jumlah yang sangat banyak.
Menurut Suhendar, seharusnya sohibul hajat (orang yang melaksanakan hajatan) berkoordinasi dengan aparat setempat baik TNI, Polri dan menyampaikan kekuatan yang harus diturunkan disesuaikan dengan jumlah potensi masyarakat yang akan datang dalam acara tersebut.
“Kalau hal itu tidak dilakukan, maka penanggung jawab acara yakni kedua mempelai harus bertanggung jawab atas peristiwa itu karena mengandung unsur pidana 359 KUHP atas kelalaian apalagi menimbulkan korban jiwa dan luka-luka,” tegas Suhendar.
Aparat penegak hukum kata dia jangan berhenti melakukan pengusutan hanya dengan alasan telah dilakukan kompensasi dari pemilik hajatan terhadap keluarga korban, dan jangan mentang-mentang yang melakukan kesalahan itu adalah keluarga Gubernur Jawa Barat dan Kapolda Metro Jaya, maka unsur pidananya dikesampingkan.
“Usut secara terang benderang, kalau memang telah memenuhi unsur maka segera tetapkan tersangkanya, jangan pandang bulu, hukum harus ditegakkan secara egaliter dengan memegang prinsip hukum equality before the law,” ungkap pengacara yang tinggal di Bogor ini.
(yev/rls)