jurnalbogor.com – Anggota Fraksi Aswaja DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri menyebut bahwa polemik Biskita yang terjadi saat ini adalah murni keteledoran Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Hal itu lantaran sejak awal, Pemkot Bogor tak membuat kajian komprehensif tentang keberlangsungan Biskita, pasca subsidi tak diterapkan kembali.
“Kenapa tidak menyiapkan sejak awal, kalau sudah dipersiapkan. Saya yakin tidak akan menimbulkan polemik seperti saat ini,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).
Selain itu, kata dia, terdapat satu hal yang masih menjadi pertanyaan, yakni soal posisi Perumda Transportasi Pakuan (PTP).
“Apakah masih satu konsorsium dengan Kodjari dalam e-katalog. Kalau iya, apa keuntungan yang didapat oleh PTP, pasca lelang Biskita rampung di Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ),” tanya pria yang akrab disapa Gus M itu.
Menurut dia, dalam Perda Transportasi Nomor 8 tahun 2023 terdapat mandat di pelaksanaan sistem transportasi yang ada di Kota Bogor.
“Sehingga, menurut kami dari DPRD, terjadi kegagalan oleh Dishub dan PTP dalam pelaksanaan transportasi. Sehingga kami meminta Dishub agar segera menyiapkan rencana induk transportasi kota bogor dan menyerahkan ke komisi 2 dan komisi 3,” kata Gus M.
Gus M menyangsikan bila permasalahan Biskita di BPTJ dapat selesai dalam 30 hari lantaran masih menunggu Perpres.
“Kalau misalkan dalam 30 hari tidak selesai, langkah apa yang akan diambil oleh dishub? Apakah hanya berserah diri. Harus ada langkah konkret,” tegasnya.
Lebih lanjut, kata dia, DPRD akan mendukung sistem transportasi asalkan ada kejelasan soal perencanaan dan kajian.
“Kami menyarankan agar tiap triwulan kita melakukan rapat evaluasi transportasi,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Dishub Kota Bogor, Marse Hendra Saputra mengatakan bahwa berdasarkan hasil rapat DPRD siap mendukung keberlanjutan Biskita di ‘Kota Hujan’.
Atas dasar itu, sambung dia, DPRD meminta PTP mempersiapkan diri untuk dapat mengelola Biskita secara mandiri pada 2026 mendatang.
“Dewan akan mendukung skema, prosedur, dan kajian. Sehingga 2026 bisa dioperasikan menggunakan APBD secara bertahap. Sebab, kan di 2025 ini program BTS tetap dilanjut oleh pusat,” ujar Marse kepada wartawan.
Lantaran program BTS kembali dilanjutkan oleh pemerintah pusat, otomatis Dishub tidak menggunakan anggaran sebesar Rp10 miliar yang telah dianggarkan DPRD.
Selain itu, regulasi untuk penggunaan anggaran Rp10 miliar tersebut belum selesai. Ditambah dengan adanya kepastian dari pusat soal keberlanjutan BTS.
“Kami tak ingin terjadi dualisme anggaran yang berujung pada masalah hukum,” katanya.
Marse juga mengatakan bahwa anggaran sebesar Rp10 miliar hanya bisa mengoperasikan dua koridor Biskita selama setengah tahun. Sebab, untuk kebutuhan selama setahun dibutuhkan dana sebesar Rp29 miliar.
Menurut dia, berdasarkan kesepakatan dengan DPRD, nantinya PTP akan didorong agar menjadi bus management company (BMC) sebagai pengatur pelaksanaan Biskita.
“Tentu saja akan dibantu dengan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) agar sehat,” katanya.
Kata dia, Dishub juga terus berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perihal kelanjutan Biskita.
“Saat ini Kemenhub sedang melakukan lelang IT untuk menentukan rute dan trayek. Baru setelah itu dilakukan lelang manajemen pengawasan dan operator. Mudah-mudahan di pekan ketiga Januari, Biskita sudah bisa mengaspal,” jelas mantan Camat Bogor Utara ini.
Saat disinggung mengenai siapa kandidat terkuat operator Biskita. Marse menegaskan bahwa hal itu adalah kewenangan Kemenhub.
“Kalaupun bukan Kodjari nantinya, bisa dimungkinkan armada yang ada untuk disewakan tapi itu kewenangan kementerian selama sesuai dengan administrasi,” ucapnya.
Ketika disinggung soal mengapa operasional Biskita tak diserahkan kepada PTP. Marse menyatakan bahwa perumda tersebut belum siap untuk ikut dalam lelang e-katalog.
(FDY)