jurnalbogor.com – Membaca konten WAG Wankar MPP ICMI, ada sebagian tokoh Islam Islam over acting, “off side” dalam mensikapi kehadiran pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus, kepala negara Vatikan berkunjung ke Indonesia sebagai tamu negara, sekaligus menjambangi umat Katholik Indonesia dengan acara misa di Gelora Senayan BK Jakarta.
Dalam wacana di medsos, ada yang melansir bahwa sang pemimpin Gereja Katolik Dunia tersebut sikapnya resmi mengizinkan pasangan Gay-Lesbian, artinya Paus merupakan sosok pro LGBT.
Saya kira sikap permisif bahkan mendukung Gay-Lesbian, sodomi antar sesama jenis kelamin sex, tidak ada dalam kamus sikap toleransi di tanah air kita , sesuai sila pretama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tak mungkin sikap itu diterima menjadi unsur budaya bangsa. Perihal LGBT itu merupakan perilaku menyimpang, perbuatan amoral dan asusila yang menyangkut dan bertentangan Aqidah Islamiyah berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam firman Allah sudah jelas dan tegas dikatakan sodomi, sex sesama jenis, atau yang dikenal istilah LGBT yg diekspor budaya barat atau life style masyarakat yg berpaham sekular dan liberal ke lingkungan masyarakat Indonesia, haram hukumnya.
Oleh karena itu, kita harus dan wajib menolaknya secara tegas karena bertentangan dengan aqidah Islamiyah.
Karena kita paham bahwa gay-lesbian/LGBT itu penyakit pengikut nabi Luth yang sesat dan menyesatkan, perbuatan itu secara syariah haram hukumnya dan sangat dimurkai Allah SWT.
Apalagi belakang ini temuan riset medik menunjukan bahwa, daya rusak LGBT terhadap kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa sangatlah luar biasa berbahayanya. Korban LGBT menderita dan rentan terhadap penyakit HIV, dan terakhir ini para sodom rentan terjangkiti penyakit virus Monyet yg mengerikan itu.
Jika Paus pro LGBT dan itu merupakan keyakinannya yang menghalalkan, itu urusannya. ‘lakum dinukum waliaadin”.
Ummat IsLam atau pemuka Islam janganlah latah dan ikut-ikutan sesat dan kafir terhadap ayat2 Al Quran yang dibungkus atas nama jargon-jargon moderasi beragama dan toleransi antar sesama, dan permisif, sehingga sikap sebagian tokoh umat Islan itu menabrak aqidah Islam.
Dengan kata lain ajaran Islam (Dinnuilislam) diabaikan atau dilecehkan, jika tabiat itu dibiarkan bisa-bisa mereka yang sok moderat dan toleran tsb akan menjadi murtad. Nauzubillahi minzalik. Oleh karena itu, kita sambut sang Paus Fransiskus dengan sikap wajar dan saling menghormati dan memuliakan tamu.
Barangkali yang sangat pantas ditiru dari Sri Paus adalah kesederhanaannya dalam perjalanan kedinasannya seperti yang beliau contohkan seperti menggunakan pesawat komersial, bukan pesawat Jet pribadi, demikian juga Sri Paus menginap di guesthouse Kedutaan Vatikan di Jakarta, bukan di suiteroom hotel supermewah bintang 5. Walaupun life style hedonist seperti itu bisa dengan mudah didapatkan Sri Paus dari umatnya, apabila mau, tetapi hal itu tidak dilakukan pemimpin Gereja Katholik dunia tersebut.
Para pejabat negara dan keluarganya, termasuk keluarga Presiden RI mencontoh pola hidup sederhana tersebut. Bukan sebaliknya, seperti yang dilakukan anggota keluarga Presiden RI mas Joko terbang ke USA dengan menggunakan pesawat Jet pribadi, yang sudah viral pemberitaannya medsos. Gaya hidup mewah (hedon) yang paradoks dan anomali tersebut, seharusnya keluarga Presiden RI mas Joko merasa malu kepada rakyat Indonesia yg tengah terhimpit kesulitan hidup ekonomi dalam satu dasa warsa terakhir, dampak public policy yang salah dan keliru spt membangun IKN Nusantara yg menguras dana APBN etc.
Budaya bangsa kita Indonesia yang beraneka ragam sudah sangat dipahami warga negara Indonesia dengan hidup rukun dan.damai antar sesama warga bangsa yang berbeda SARA. Menurut pendapat saya tak perlulah ada kebijakan Pemerintah yang melarang tayangan azan maghrib di Televisi, ketika Sri Paus berhotbah misa keagamaan di GBK Senayan. Demikian itu sikap yang tak wajar, berlebihan (over acting, off side).
Dengan istilah “toleransi kebangsaan” kita, sudah sangat dikenal ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika”, kita sudah sangat paham hidup bermasyarakat dan berbangsa menjaga kerukunan dan kedamaian antar sesama warga bangsa, artinya walaupun kita berbeda-beda, namun kita tetap satu jua (diversity for universe). Keberagaman itu adalah keindahan dan sekaligus merupakan sesuatu kekuatan apabila ditinjau dalam perspektif ekologis alam dan lingkungan.
Dengan kedatangan Paus Fransiskus tersebut ke negara kita, maka kita respon secara wajar-wajar saja dan penuh kearifan, dan tidak perlu berlebih-lebihan (over acting, off side) seperti sikap yang menabrak aqidah Islamiyah, misalnya melarang azan di tayangkan di stasion TV selama acara misa Sri Paus berlangsung, etc. Cara yang bijak, sebaiknya durasi dan timing hotbah misa Sri Paus menyesuaikan dengan jadwal waktu azan maghrib.
Dalam kasus ini, kita wajib saling mengingatkan antar sesama kaum muslimin agar kita tidak tersesat dan masuk ke jurang kekafiran, karena ingkar atau menolak kebenaran ayat-ayat suci Al Quranulkarim sebagai pedoman hidup manusia (hudallinnas), astaghfirullahalaziem. Jangan sampai pula muncul anggapan bahwa pihak minoritas mengendalikan mayoritas. Jika itu sampai terjadi, itu nama “tirani minoritas” sesungguhnya itu merupakan sebuah gejala sosial yang tidak baik.
Semoga kehadiran tulisan ini untuk kita saling mengingatkan dengan taqwa dan kesabaran sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ashr.
Save kemurnian Aqidah Islam ummat Indonesia dari kekufuran atau kemusrikan. Semoga Allah SWT melindungi dan menolong hamba-hambaNya yg beriman, bertaqwa dan gemar berbuat kebajikan, serta percaya kehidupan akhirats, Aamiin3 YRA
Syukron barakallah
Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,M.Si (Pendiri.ICMI di Malang thn 1990 dan Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor merangkap Wasek Wankar MPP ICMI, Pendiri dan Dosen Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulusan di media sosial)