Musim Kemarau Ancam Kekeringan, Aktivitas Geothermal Jadi Sorotan

  • Whatsapp

jurnalbogor.com – Memasuki musim kemarau tahun ini, kawasan Kabupaten Bogor terancam kekeringan yang berdampak pada permukiman warga, termasuk di sekitar kawasan pegunungan, seperti Gunung Salak. Keberadaan aktivitas Geothermal di Gunung Salak kembali menjadi sorotan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan hidup dan hutan.

Read More

Dadan Ramdan selaku Sekretaris Jenderal Perkumpulan Inisiatif mengatakan dampak Kerusakan Lingkungan di Gunung Salak yang terjadi diantaranya eksploitasi hutan dan aktivitas pengeboran dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.

Menurutnya, memasuki musim kemarau menjadi ancaman terjadinya Kekeringan Sumur milik warga. Kemungkinan besar, keberadaan aktivitas Geothermal di Gunung Salak berdampak pada ketersediaan air sumur warga sekitar. Hal ini mengingat turbin pembangkit listrik tersebut membutuhkan dukungan air yang volumenya cukup besar untuk menghasilkan 377 MW pasokan listrik.

“Jadi memicu dugaan beberapa faktor yang mungkin menyebabkan sumur warga kering atau surut adalah aktivitas Geotermal. Proses pengeboran dan injeksi fluida pada proyek Geotermal dapat mempengaruhi kondisi air tanah di sekitar area,” ujar aktivis yang mantan Direktur WALHI Jawa Barat ini, Senin (28/7/2025).

Disamping itu, Kondisi Geologi, kawasan Gunung Salak yang berada di kawasan rawan bencana longsor dan memiliki struktur geologi yang kompleks dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah. Warga sekitar khawatir dampak lingkungan, termasuk potensi gangguan pada ketersediaan air tanah dangkal yang digunakan warga sekitar.

“Kita akan investigasi dan meneliti sebesar apa dampaknya untuk memastikan apakah berkaitan dengan aktivitas proyek atau hanya fenomena alam. Kita bersama beberapa peneliti ahli dan WALHI akan bekerjasama meninjau sumber air yang digunakan dari mana berasal, berapa besar volume air digunakan, dan proses pembuangan limbah airnya,” jelasnya.

Proyek itu, kata Dadan Ramdan menjelaskan, aktivitas geothermal juga diduga dapat mengancam Gangguan Kesehatan, dimana aktivitas geotermal dapat melepaskan gas berbahaya seperti hidrogen sulfida (H2S) yang dapat mengiritasi mata dan mengganggu pernapasan.

Ia mengingatkan dalam beberapa tahun terakhir, warga sekitar juga telah melaporkan gangguan lingkungan lainnya, seperti suara gemuruh dan getaran yang sering terjadi pada malam hari. “Kita masih ingat peristiwa Gempa Bumi dimana aktivitas pengeboran dan injeksi fluida pada proyek geotermal diduga memicu gempa bumi, seperti yang terjadi pada Oktober 2023 dengan gempa 3,2 skala Richter,” ucapnya Ramdan mengingatkan fenomena tersebut.

(yev/red-rls)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *