jurnalbogor.com – Lapangan Sakura di Desa Kota Batu, Ciapus, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, yang dulunya menjadi pusat aktivitas warga, kini tampak terbengkalai. Siang hari ditumbuhi semak, malam hari kadang difungsikan sebagai pasar malam, yang menurut warga dikelola oleh sebuah yayasan non-pemerintah. Akses warga terhadap lapangan ini kian terbatas.
Aset Publik, Akses Tertutup
Warga yang dulu kerap menggunakan lapangan untuk turnamen sepak bola dan perayaan hari besar, kini merasa terpinggirkan. “Mau pakai lapangan harus tanya-tanya dulu, katanya ke yayasan. Kami sudah tidak merasa memiliki,” ujar seorang tokoh pemuda yang enggan disebut namanya.
Dugaan Penguasaan oleh Yayasan
Beberapa tokoh masyarakat menyebut lapangan tersebut diduga telah dikerjasamakan atau bahkan dikuasai oleh yayasan tertentu. Namun, tak pernah ada sosialisasi atau musyawarah dengan warga. Status hukum dan bentuk kerja sama itu pun tidak transparan.
“Kami tidak tahu yayasan mana, seperti apa kerjasamanya, dan desa dapat apa. Semua tertutup,” ujar salah satu warga.
Jurnal Bogor mencoba meminta klarifikasi, namun Sekretaris Desa enggan memberi komentar. Permintaan menunjukan salinan dokumen kepemilikan juga tidak mendapat tanggapan jelas.
Potensi Terabaikan, Keuntungan Segelintir
Lapangan yang terletak di lokasi strategis ini dinilai punya potensi besar untuk kegiatan ekonomi, olahraga, dan pemberdayaan warga. Sayangnya, pemanfaatannya justru minim, bahkan cenderung eksklusif. Pasar malam yang sesekali digelar pun dinilai lebih banyak menguntungkan pihak luar ketimbang warga.
“Sebagai pemuda desa, kami ingin dilibatkan untuk mengembangkan potensi lapangan. Tapi selalu mentok,” ujar narasumber lainnya.
Desakan Audit dan Keterbukaan
Situasi ini menunjukkan lemahnya tata kelola aset desa serta minimnya transparansi. Para pemuda mendesak dilakukan audit dan evaluasi perjanjian pengelolaan, bila memang ada. Mereka juga meminta pihak desa terbuka terkait status dan masa depan Lapangan Sakura.
“Ini bukan hanya soal lapangan, tapi soal bagaimana desa mengelola ruang hidup warganya,” tegas salah seorang pemuda.
Penutup
Kasus Lapangan Sakura menjadi cermin hilangnya ruang publik secara perlahan, tanpa keterlibatan warga. Masyarakat berharap pemerintah desa segera menjelaskan status hukum lahan, membuka kembali akses, dan mengembalikan fungsinya sebagai fasilitas bersama, bukan hanya milik segelintir pihak.
(anwar)