jurnalbogor.com – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Ini menarik memperhatikan gagasan kembalikan Budaya Sunda sebagai jati diri masyarakat Jawa Barat (Jabar), yang kini tengah dipopulerkan oleh Gubenur Jabar terpilih kang Dedi Mulyadi (DM).
Menyimak dialognya di acara Podcast bang Akbar Faisal yang viral di media sosial, sungguh menarik untuk diikuti dan dipahami jalan pikiran Kang DM, yang kemudian diapresiasi oleh bang Akbar Faisal yang berkata takjub berkali-kali.
Kita seharusnya dan secepatnya mencarikan sebuah topik atau tema kajian seminar dan forum sejenisnya. Harapannya seminar forum ilmiah yang digelar tersebut bisa membahas dan memahami apa dan bagaimana pola relasi dan relevansi antara Aqidah Islam dengan pola budaya tradisional yang dianut oleh masyarakat Sunda, salah satu budaya tradisional itu misalnya sebagai contoh Sunda Wiwitan, dan banyak lagi yang lain berupa kearifan lokal (local wisdoms).
Kita harus menemukan pola relasi dan relevansinya dalam kaitan dengan agenda-pembangunan nasional dan daerah, yang barangtentu harus mengandung 3 dimensi pembangunan yaitu aspek ekonomi, ekologi dan ekososial dalam rangka menciptakan keberlanjutan (suatainablity).
Apakah pola budaya tradisional yakni paham (isme) para leluhur-nenek moyang kita Sunda itu, sudah terkoreksi, sehingga akhirnya sejalan dengan Aqidah Islam mengesakan Tuhan Allah, yaitu 2 kalimat sahadat “La illahaillah Muhammadar Rasullah” atau mungkin sebaliknya pola budaya Sundanya masih menyembah berhala/dewa-dewa, dan itu jelas termasuk perbuatan musriq. Kita harus dan wajib memilah-milah (filter) mana yang diperintahkan, dihalalkan atau dilarang/diharamkan, dan kita tidak dibenarkan mencampur adukannya, dalam praktek ritual budaya.
Kita harus melawan perbuatan menyembah dewa-dewa berupa berhala, itu perbuatan musrik, dosa besar dan tak terampuni. Oleh karena itu, kita wajib (fardu ain) melawannya dengan dakwah Islamiyah “amar makruf nahi mungkar” dan barang tentu dengan membuat berbagai regulasi dan kebijakan publik (regulation and public policy) yang tidak bertentangan dengan firman-firman Allah SWT yang terkandung dalam kitab suci Al Quran dan Asssunnah Rasulullah Muhammad SAW,l. Apalagi melihat masyarakat Jabar secara demografis dan sosiologis adalah masyarakat taat beragama (strong socio religous), karena secara rialitas sosial penduduk Jabar mayoritas muslim/mukmin.
Akan tetapi, memang pola budaya tradisional yang banyak kita temukan dan pahami ada perlawanan (kontradiksi) terhadap pola budaya modern yang kapitalis, materialistik yang, eksploitatif yang rakus (moral hazzar, greedy) dan koruptif yg merusak sendi-sendi kemanusiaan (dehumanisasi) dan ekosistem alam beserta hancurnya jasa-jasa lingkungan, amenitas dan daya assimilasinya (tanah, air, udara dan energi/ cahaya matahari beserta flora/fauna yang menjadi fungsi ekologis pendukung kehidupan (life supporting system).
Jadi dapat kita simpulkan bahwa tidak aneh dan masuk akal (logic) kiranya terjadi berbagai krisis ekologi saat ini (zaman Now), sudah tampak berupa kerusakan sumberdaya alam dan ingkungan (SDAL demages) akibat ulah manusia yang materialistik, egoistik dan serakah tsb, dengan mindset “antrophocentrisme”, bukan “ecocentrisme” yang ramah terhadap lingkungan.
Maka gagasan pola budaya masyarakat Sunda, Provinsi Jawa Barat, yang “ecocentrisme” agar dikembalikan ke jati dirinya, yang kini diinisiasi dan dimotori Gubernur Jabar terpilih Akang DM pada Pilgub serempak tgl 27 November 2024 yang baru lalu, dengan mengusung issu strategis pada tema kampanyenya, dan dengan agenda reorientasi pola budaya Sunda, patut kita appresiasi.
Dan itu pun telah mendapat respon positif mayoritas warga Jabar pemilih Pilgub 2024 serempak, sehingga kang DM memenangkan Pilgub Jabar thn 2024. Maaf suka atau tidak suka, kita harus menerima dengan jiwa besar (legowo) hasil demokrasi rakyat melalui pemilu 2024 yang berazaskan jujur dan adil, serta langsung, umum, bebas dan rahasia (jurdil dan luber) tsb.
Maaf, izinkan saya bernarasi singkat bahwa saya AA di kampus Universitas Djuanda (UNIDA) yang pernah saya ikut mendirikannya pada thn 1986, dan telah mengajar selama lk 37,5 tahun untuk beberapa mata kuliah, diantaranya: Pertanian Berkelanjutan, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan Sistem Organisasi dan Kelembagaan Sosial, etc.
Dari pengalaman mengajar/memberi kuliah mahasiswa/wi selama puluhan tahun di kampus UNIDA tersebut, konsekwensinya saya bisa paham sainsteknya, dan mendalami konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) yaitu sebuah konsep pembangunan yang telah disepakati, digalakan dan sudah menjadi komitmen masyarakat global untuk diwujudkan dalam setiap negara-bangsa, termasuk Indonesia sebagai anggota PBB.
Konsep Sustainable Development yang telah dibuat, disusun dan diputuskan oleh para pemimpin dunia dalam beberapa forum “world summit” dimulai sejak thn 1976 di Stockholm-Swedia, kemudian berlanjut di Rio Jenairo-Brazilia (1996) dan terakhir di Yohannesburg-Afsel (2002). Mereka para pemimpin dunia telah berkomitmen dan memikirkan berbagai strategi dan taktik solusi menghadapi krisis ekologi saat ini sungguh mengkhawatirkan kehidupan umat manusia, bumi harus diselamatkan (save eart).
Terjadinya krisis ekologi, ditandai fungsi ekosistem alam menjadi rusak (ecosystem demages), penyusutan dan kepunahan sumberdaya alam hayati dan nonhayati (natural resouce deplation and distingtion) pun terjadi semakin parah dan pencemaran lingkungan (environment polition) terjadi dimana-mana, serta pemanasan global (global warning) yang menghancam hilangnya habitat, biodiversitas, dan sumberdaya pangan, energi dan jasa-jasa lingkungan yg dibutuhkan umat manusia berupa udara, sinar matahari, dan air bersih dll.
Oleh karena itu dampak-dampak negatif perbuatan atau ulah manusia tersebut harus dan wajib kita hentikan (stop externalitas-impact negatif) dengan perbaikan pengelolaan limbah, reboisiasi hutan dan DAS, melalui pendekatan restorasi pola budaya modern yang serakah dan eksploitatif yg merusak ekosistem alam tersebut, agar direduksi dan sudah saatnya ditinggalkan.
Kini mari kita berubah ke pola pikir baru (new mindset) dan menggeser paradigma (sift paradigme) pembangunan nasional dan daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) yang lestari dan ramah lingkungan melalui upaya-upaya program konsevasi alam dan mengedukasi masyarakat dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) agar kita tidak ketinggalan dengan kehidupan negara-bangsa (nation-state) yang lain yang berkemajuan dan berperadaban seperti yang pernah saya lihat di negara Jepang, Korsel dll, ekosistem alamnya terjaga dengan baik. Dua negara maju seperti Jepang dan Korsel, yang berhasil memadukan antara pola budaya modern yang sarat sainstek dan pola budaya tradisional yang kaya local wisdoms (integreted culture).
Menurut Prof.Keddy Susastra (1998) berdapat bahwa pola budaya tradisional (tradisional culture) yang beliau pernah teliti dan tersebar di Indonesia seperti Sasi di Maluku, Awig-awig-di NTB/Bali, Panglima Laut-di Aceh, Subak-di Bali, Tri Kirana-di Bali, Andoapi-Papua, Leuwit-di Baduy Sunda dll, semuanya itu ditemukan dan memiliki keunggulan pola budaya yang sangat mendukung dan sejalan dengan konsep, misi dan agenda Pembangunan Berkelanjutan.
Dimana dalam pola berperilaku masyarakat tradisional yang ada dan hidup di ditengah-tengah masyarakat perdesaan sistem nilai kebaikan dan kebajikan, yang disebut dengan nama kerarifan lokal (local wisdoms).
Keunggulan pola budaya tradisional dengan kerarifan lokal tersebut membuat sistem kelembagaan sosial yang berlangsung di masyarakat desa, kehidupannya rukun, damai dan mereka “berbahagia”, misalnya masyarakat Suku Badui. Dalam masyarakat tradisional, menurut Prof.Deddy, ditandai ada 2 sistem nilai dan norma sosial yang berlangsung dalam tatanan berperilaku warga masyarakat desa, dalam memanfaatkan SDAL yaitu sbb:
- Adanya pemerataan sosial (social equity), mereka hidup berbagi antar warga, solidaritas, tidak egois dan tidak serakah, dan
- Keberlanjutan SDAL (sustainability of natural resource and environment services), warga desa/masyarakat adat, memiliki pola berperilaku harmoni dengan alam, tidak merusak ekosistem hutan, daerah aliran sungai dan lahan perbukitan-penggunungan serta tidak mencemari lingkungan. Mereka taat dan patuh pada hukum alam (sunntullah) dengan menjaga konservasi ekosistem hutan sehingga flora dan fauna tidak punah, lahan dan daerah aliran sungai (DAS) terpelihara kualitas airnya, dan tetap konsisten mempertahankan keanekaragaman hayati (biodiversity). Dalam hal ini, dimana kehidupan tumbuhan dan hewan (flora dan fauna) di lingkungan alam terpelihara dengan baik dan lestari.
Mengapa ini bisa terjadi? Akibat pola konsumsi orang atau warga masyarakat adat di perdesaan cukup sederhana, dengan makan seadanya dan tidak berlebih-lebihan sehingga tidak melampaui daya dukung alam dan lingkungan (carrying capacity of natural and environment) dan tidak menghasilkan limbah yang banyak dan melimpah sebagaimana kehidupan masyarakat kota (urban society).
Kedua tatanan nilai dan norma budaya tradisional tersebut diatas hingga saat ini, tampaknya mulai pudar dan bahkan hilang dalam pola berperlaku (bersikap dan bertindak) masyarakat modern, yang notabenenya mereka bermukim di daerah perkotaan, yang kondisi hidup mereka semakin jauh dari usaha pencarian dan pemenuhan kebutuhan hidup yang membahagiakan (the happiness of life).
Dalam perspektif inilah, saya menilai dan berpendapat bahwa munculnya gagasan cerdas dan pemberani Gubernur Jawa Barat akang DM, yang kita kenal, memang sangat kuat pemahaman dan pengamalan budaya Sunda, berikut dengan amalan “ritual-ritual”nya yang dilakoninya. Beliau nampaknya ingin mengembalikan jati diri (karakter) masyarakat Sunda Jabar yang asli dan guyub (gemeinschaft society) tersebut yaitu sebuah pola budaya yang dapat mendorong keadilan bagi seluruh masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dengan mempertahankan kelestarian bumi beserta isi (social equity and sustainable development), bisa terwujud.
Arti dan makna Pembangunan Berkelanjutan secara konseptual, definisinya adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup generasi sekarang tanpa mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang.
Berdasarkan hal itu, maka pola hubungan dengan alam yang bijak dan baik, kita manusia harus akrab dan harmoni (ecocentrisme) dengan alam ciptaan Allah SWT dengan selalu menjaga kelestarian SDALnya agar hidup kita senang, aman, nyaman, rukun, damai dan insyaAllah berbahagia.
Alhamdulillah, dengan materi kampanye issu dan agenda membangun “budaya lokal relevansinya dengan alam dan lingkungan” yang digadang-gadang Akang DM yang jenaka itu, dalam masa pemilu Pilgub serempak thn 2024 guna menarik simpati masyarakat, akhirnya mendapat respon positif.
Akang DM, alumni HMI dan mantan Ketua MD Kahmi Jawa Barat serta mantan Bupati Purwakarta / anggota DPR RI, kini beliau terpilih secara demokratis dengan suara yang terbanyak dan spektakuler, menjadi Gubernur Jawa Barat. Konon katanya, menurut data dan informasi keterpilihan kang DM sebagai Gubernur Jawa Barat yang baru merupakan sebuah fenomenal baru, karena issu-issu yang ditawarkan cukup “kontroversial” yang indikasinya banyak direspon negatif oleh ormas-ormas Islam beserta aktivis dakwah.
Adanya “gesekan” falsafah dan paradigma pembangunan tersebut, tidak baik dan tidak bijak kita biarkan (permisif), barangtentu MD Kahmi, ICMI Orwilsus Jabar dan Orwilsus Bogor, segera menggelar seminar untuk mencari titik temu dan solusi bahwa pendekatan dan paradigma pembangunan budaya masyarakat Sunda-Jawa Barat senapas dan sejalan dengan ajaran Islam (DinnulIslam) bertauhid, jauh dari kemuysrikan.
Saya kira salah satu pendekatan untuk memahami konsep pembangunan berkelanjutan di daerah Tataran Sunda, dalam perpektif DinnulIslam, sudah saatnya kita harus menggalakan, mendalami hukum syariah Islam terhadap lingkungan (fiqih lingkungan). Salah satu buku yang patut dibaca adalah pemikiran dan pendapat karangan alm KH Alie Yapi, mantan Ketua Umum MUI Pusat bahwa salah satu kontennya mengharamkan menebang pohon itu tanpa alasan yang tak begitu masuk akal dan merusak ekosistem alam, dilarang agama Islam.
Kembali ke konsep dan misi atau agenda pembangunan berkelanjutan yang kini digalakan dalam mengatasi berbagai krisis, menurut saya DinnulIslam berdasarkan Al Quran dan Sunnahrasulullah pengetahuan tentang perilaku manusia dan hubungan dengan alam (habblum minalalami) ini harus kaji dan kembangkan pemahaman kita, selain hubungan kita dengan Allah SWT dan hubungan antar manusia (hablumminallah dan habblum minnannas).
Saya berkeyakinan dan berpendapat bahwa apabila konsep sainstek dipadukan dengan DinnulIalam, dalam memahami dan mempraktekan pembangunan daerah berbasis budaya tradisional Sunda berbasis local wisdoms, insyaAllah akan ada titik temu berupa kesepahaman ulama dengan umaro (pemerintah).
Untuk menjembatani agar terhubungan pandangan dan pemikiran ulama bersama umaro, dibutuhkan peran dan fungsi cendekiawan muslim (ulil albab) yang terwadahi dalam MD Kahmi Jawa Barat dan atau MPW ICMI Jawa Barat dan MPW ICMI Orwil Khusus Bogor melalui kegiatan seminar, simposium, workshop atau focus group discussion (Fgd), sehingga kang DM sebagai gubernur Jabar 2024-2029 dalam melangkah dan menjalankan amanah kepemimpinannya tidak tersesat dan menyesatkan, insyaAllah, wallhuaklam.
Demikian narasi ringkas saya buat sesungguhnya, dengan maksud adanya atau munculnya pola hubungan sinergi-mutualistik antara ulama bersama umaro di tataran Sunda Jawa Barat, khususnya 5 tahun ke depan, semoga warga Jabar tetap silih asih dan silih asuh, sehingga kehidupan mereka rukun, damai dan harmoni.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi, karena pembangunan Jabar jauh dari perbuatan maksiat dan kemusyrikan, Aamiin-3 YRA.
Save NKRI, Jabar juara.!
Gallery and Ecofunworkshop, Jln Cibalok 16 Wangun Atas Rt 06 Rw 01 Kel.Sindangsari Botim City. 3 Desember 2024
Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,M.Si (Dosen, Konsultan, Pegiat danPengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan di media sosial)