jurnalbogor.com – Polemik sengketa lahan antara PT Sentul City dengan masyarakat setempat, terus bergulir. Bak semut melawan gajah, sejumlah warga yang merasa dirugikan atas berbagai upaya penguasaan lahan oleh perusahaan property itu bakal melakukan perlawanan.
Seperti yang dialami Dede Hasan Senjaya dan Djoe Alex Ramli. Mereka mengaku kalah dengan kuasa PT Sentul City yang mendominasi. Kuasa hukum kedua warga tersebut, Berto Tumpal Harianja mengaku bakal melakukan upaya perlawanan kepada PT Sentul City.
Menurut Berto, sengketa antara kliennya dengan PT Sentul City belum selesai begitu saja. Ia mengaku siap memberikan pembelaan kepada masyarakat yang dirugikan oleh PT Sentul City. Ia mengaku tengah melakukan pembelaan atas perkara yang sudah bergulir diadili mulai tahun 2015 di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.
Putusan tersebut sebenarnya telah membatalkan sebagian Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 305 milik PT. Sentul City, terbitnya SHGB tersebut dari Surat Pelepasan Hak (SPH). Sebelumnya, pada tahun 2019 PT. Sentul City mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong dan pada akhirnya Mahkamah Agung menolak Gugatan PT. Sentul City untuk seluruhnya, serta mengesahkan Akta Jual Beli (AJB) milik kliennya Djoe Alex Ramli.
Namun, saat ini kliennya kembali digugat PT Sentul City dengan alas hukum yang sama. Ia mengaku tak habis pikir atas dugaan bukti palsu yang diajukan PT Sentul City namun tetap diterima lagi oleh Pengadilan Negeri Cibinong.
“Hal ini terlihat dari Surat Pelepasan Hak (SPH) yang telah diajukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tahun 2015, dengan SPH nomor : 128/PHT/BS/V/2000 atas nama Abdul Salam seluas 26.087 M², pada Gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong Tahun 2019. SPH nomor : 592.3/128/PHT/BS/V/2000 atas nama Abdul Salam seluas 26.087 M² tanggal 15 Mei 2000. Gugatan saat ini Tahun 2024, dengan Nomor SPH berubah menjadi nomor: 592.3/128/PHT/BS/IX/2000 atas nama Abdul Salam seluas 26.087 M², tanggal 20 September 2000,” urai Berto dalam keterangan persnya, Kamis (15/08/2024)
Berto lebih lanjut mengungkapkan, majelis hakim PN Cibinong juga tidak mempertimbangkan luas SPH, luas objek gugatan PT.Sentul City dan luas objek yang digugat berbeda. “Bahkan persilnya juga berbeda,” tandasnya.
Saat diajukannya kesekian kalinya itu, kata Berto, pihaknya sudah menaruh kecurigaan akan dikabulkan. Sehingga pada tanggal 3 Juni 2024, pihaknya telah mengirim Surat ke Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat, untuk melakukan pengawas ketat terhadap Gugatan Perkara Perdata nomor 137/Pdt.g/2024/PN.Cbi.
Diketahui, PN Cibinong mengabulkan gugatan dari PT Sentul City, walau dengan banyak kejanggalan dalam prosesnya.
“Kami telah menyampaikan surat resmi yang ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait Putusan Majelis Hakim PN Cibinong nomor 137/Pdt.G/2024/PN.Cbi,” tandasnya.
Dalam persidangan, dua Anggota Majelis Hakim sama sekali tidak melontarkan pertanyaan terhadap saksi dari penggugat (selaku PT. Sentul City).
Saat saksi dari tergugat (Dede Hasan Senjaya dan Djoe Alex Ramli), Anggota Majelis Hakim yang bernama Dewi Apriyanti justeru mencecarnya dan mengejar keterangan dengan aktif dan mengarahkan.
Kejanggalan berikutnya, papar Berto, Hakim Anggota 1 dan 2, tidak ikut pada saat Pemeriksaan Setempat atau Sidang Lokasi Objek Perkara, padahal saat sidang lokasi, Penggugat juga tidak mampu menunjukan batas-batasnya dan terkesan bingung.
“Kami meminta Dewan Pengawas Pengadilan untuk memeriksa majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara no.137/pdt.g/2024/Pn.Cbi. Kami menganggap putusan tersebut putusan yang kontroversial, mengingat Hakim Mahkamah Agung sudah mengesahkan AJB klien kami. Hal ini perlu dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan,” pungkasnya.
(FDY|*)