Jika Masih Berlaku, RSUD Bisa Diakuisisi Swasta
jurnalbogor.com – DPRD Kabupaten Bogor menginginkan Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 60 Tahun 2023 untuk segera dicabut. Perbup ini dinilai tidak berpihak kepada masyarakat miskin. Bahkan jika masih berlaku, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam melayani pasien dari keluarga miskin bisa diakuisisi swasta.
“Perbup 60 harus dicabut karena tidak berpihak kepada masyarakat. Banyak merugikan daripada manfaatnya,” ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Wawan Hikal Kurdi alias Wanhay usai kegiatan reses di Kantor Kecamatan Cisarua, Kamis (25/4/2024).
Berdasar Perbup 60, masyarakat miskin, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja dapat dilayani di rumah sakit jika telah tervalidasi masuk dalam daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sedangkan untuk dapat masuk dalam daftar DTKS, warga harus melalui proses tahapan pendataan, verifikasi data, pengecekan pada Aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG), validasi DTKS, dan pendaftaran. Data juga diperbaharui per bulannya.
Pemberlakuan Perbup No. 60 Tahun 2023 telah dimulai pada 1 Maret 2023 tentang Optimalisasi Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Pemberian Bantuan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.
Menurut Wanhay, jika Perbup 60 tersebut terus diberlakukan, maka secara tidak langsung mengesampingkan fungsi dan tujuan utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam melayani pasien dari keluarga miskin.
“Kalau Perbup 60 ini diberlakukan, menurut saya, lebih baik RSUD diakuisisi saja oleh swasta sehingga ada efisiensi anggaran APBD. Karena, selama ini kan dari direktur, dokter, perawat, dan pegawai RSUD digaji oleh APBD yang berasal dari uang rakyat,” bebernya.
Demikian juga dengan anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dibayar oleh APBD Kabupaten Bogor. “Nah, sekarang masyarakat, dengan adanya Perbup 60, susah masuk RSUD. Di Kabupaten Bogor itu masih banyak masyarakat miskin di kampung-kampung. Mereka cukup Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Kepala Desa, jangan dipersulit. Gak ada masyarakat yang sakit berbohong. Terbayang gak, masyarakat sakit jauh-jauh ditolak rumah sakit,” tegasnya.
Ia pun mengatakan, pembatalan atau pencabutan Perbup 60 harus melalui proses Rapat Paripurna. “Sudah saya sampaikan ke Pj Bupati Asmawa Tosepu, supaya dicabut. Waktu itu PJ Bupati sangat setuju akan dievaluasi,” tandasnya.
Sebelumnya, Yayasan Solidaritas Jiwa Sosial Nasional (SJSN) juga mengeritisi Perbup Bogor No. 60 Tahun 2023. Mereka melakukan audiensi ke Gedung DPRD Kabupaten Bogor pada Rabu, 13 Maret 2024.
Ketua SJSN, Abdul Muksin, mengatakan, Perbup dinilai menimbulkan masalah baru. Salah satu temuan fakta di masyarakat yakni tidak sinkronnya informasi Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu atau SLRT antara operator dan fasilitator yang belum menguasai alur dan terkesan kaku.
“Bahwa salah satu syaratnya adalah foto keadaan rumah yang selalu jadi acuan kelolosan penjamin, hingga mengakibatkan pasien dibebankan tunai yang akan menambah angka kemiskinan dan kemunduran ekonomi masyarakat yang tidak mampu,” ucap Abdul Muksin.
Selian itu, kata Abdul, adanya pembatasan waktu penginputan data pemohon yang hanya dilakukan antara tanggal 15 – 25 dalam sebulan. Menurutnya, hal itu akan menyulitkan masyarakat.
“Namun demikian, sakit itu tidak mengenal tanggal. Untuk itu, temuan ini kami sampaikan melalui audiensi bersama DPRD Kabupaten Bogor,” jelasnya.
(YUD)