UU Pemilu Sesat dan Menyesatkan

  • Whatsapp
Apendi Arsyad

Jurnal Bogor – Maaf saya harus berpendapat jujur bahwa kini negeri yang amat kita cintai ini, bernama Indonesia, nampaknya semakin parah praktik-praktik sistem kelembagaan tata negara kita Indonesia seperti UU Pemilu yang membenarkan bahwa Presiden RI dibenarkan ikut memihak paslon Capres RI yang dia sukai dan diperbolehkan berkampanye untuk paslon Capres dan Cawapres tertentu. Barangtentu Mas Joko akan pro ke Paslon 2, disitu ada putranya GRR sebagai Cawapres RI berpasangan dengan PS.

Perbuatan Presiden RI bernama Jokowi, para ahli hukum berpendapat dan tokoh nasional sekaliber bpk H.M Yusuf Kalla, bahwa Jokowi melanggar sumpahnya yang diucapkan pada acara pelantikan Presiden RI pada sidang istimewa MPR RI, 4-5 tahun lalu di gedung parlemen RI Senayan Jakarta.

Read More

Kita tahu proses pencalonan putranya GRR sebagai Cawapres RI 2024 mendampingi Capres RI PS adalah cacat etika dan moral, bahkan ada yang berpendapat proses keputusan MK RI yang dipimpin iparnya mas Joko cacat hukum, kata ahli hukum tata negara Prof.Dr.Dany Hendranaya, mantan Wamenkumham RI era Presiden RI SBY.

Begitu pun kondisi pola perilaku mas Joko sebagai Presiden RI terus saja cawe-cawe, ikut aktif mempromosikan anaknya GRR diluar nalar kelayakan dan kepatutan, dan itu merupakan penyalahgunakan kekuasaan (abuse of power). Sementara nasib MPR RI yang lumpuh akibat amandemen ke-4 UUD 1945, tidak berdaya dan tidak mampu mengontrol perilaku abuse of power Presiden RI mas Joko zaman Now. Makanya praktik carut marut hukum dalam penyelenggaraan negara sebagaimana kita saksikan banyak terjadi belakangan ini.

Belum lagi produk UU lainnya yg beraroma pro oligarky versus kepentingan rakyat (publik) pun bermunculan seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, revisi UU KPK, UU IKN, revisi UU Desa,  etc etc.

Indonesia kini dalam kondisi darurat dan diambang matinya demokrasi (baca artikel Prof.Verdi R Hadiz “Demokrssi Bisa Bunuh Diri: Pelajaran Dari Pemilu Dunia” di HU Kompas, 25 Januari 2024)

Kita sungguh bingung, memahami gusture dan life style para aktor politik, kaum politisi (the ruling party) Indonesia, dimana produk-produk  UU dan regulasi  yang dibuat di era kepemimpinan mas Joko, yang berselingkuh dengan fraksi-fraksi DPR RI, kesepakatan koalisi besar di Senayan banyak saling bertentangan dengan pasal-pasal UUD 1945, diantaranya UU Pemilu sesat dan menyesatkan.

Contoh kasus UU PNS, dimana aparatur negara atau aparatur sipil negara harus netral dalam praktik politik praktis, tetapi kenyataanya bagaimana?.

Salah satu contoh ASN regulasi Menpan dan Reformasi Birokrasi RI menegaskan larangan tegas bagi ASN tidak dibenarkan terlibat dalam kontestasi Parpol di masa pemilu 2024, jika ingin menjadi politisi parpol, mereka wajib mengundurkan diri dari status Pegawai Negeri.

Dalam praktiknya konflik peran dan kepentingan sulit dihindari, jika bunyi UU Pemilu seperti itu sulit dicegah dan faktanya memang begitu, berpeluang besar terjadi pelanggaran (abuse of power).

Sulit membayangkan dalam praktiknya seorang Presiden RI yang notabenenya melekat jabatan publik sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI yang legal dan syah secara konstitusional, kemudian berkampanye mendukung paslon 2 yang notabene putranya.  Piyee .? Betul-betul edan..diluar nalar sehat.

Salah dan gagal paham bu Dr.Sri..atas tulisan saya kemaren. Bukan marah-marah tetapi berpikir rasional dengan akal sehat (common sense) bukan akal bulus apalagi akal pulus. Astaghfirullah.

Sudah sewajarnya dan seharusnya kaum Cendekiawan Muslim menggunakan akal sehat, nalar rasional dan normatif memahami gejala sosial politik, yang terang benderang sesat pikir dan menyesatkan, bukan mendukung kepentingan publik (the peoples) tetapi lebih memberi ruang secara legal untuk kepentingan pribadi, keluarga penguasa (Presiden masJoko) utk memuluskan dan mefasilitasi dinasti politik dan politik dinasti.

MPP ICMI harus berpikir, dan bersuara persoalan mematikan demoktrasi Pancasila dan melanggar UUD 1945 dgn kritis, analitik dan berani.

Kurang pas dan tidak pada tempatnya anggota Wankar ICMI pro status quo yang sesat dan menyesatkan itu. Save NKRI yang berdasarkan Pancasila yang bertujuan 4 hal yakni melindungi segenap tumpah darah bsbgsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan perdamaian abadi (baca itu Alinea 4 Pembukaan UUD 1945)

Mas Joko wajib tahu dan wajib tunduk patuh pada konstitusi UUD 1945 sebagai negara Republik, bukan monarki, tampaknya mas Joko itu salah dan gagal paham tentang jabatan Presiden RI sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, gambarnya Presiden RI digantung di ruang Kantor sebagai simbol pemersatu bangsa Indonesia.

Konsekuensinya mas Joko wajib dan harus berdiri pada semua golongan (inklusif) bukan ekslusif menyalahgunakan jabatan publik untuk mendukung anaknya GRR sebagai Cawapres RI 2024 paslon 2 yang cacat etik pencalonannya (baca keputusan MKMK RI) yang telah memecat pamannya GRR, Anwar Usman sebagai Ketua MK RI yang sangat memalukan itu, amoral, not etik dan abusenof power yang dipertontonkan kita dengan rakyat yang masih waras, bebas dari akal bulus dan akal fulus, meminjang istilah bang Prof.Jimly Assidiqie Ketua MKMK RI.

Komentar ini patut direnungkan bu Sri yang baik hati  saya tidak marah-marah tetapi ini refleksi kegelisahan saya sebagai warga bangsa yang beraksl sehat yang beragama Islam (muslim Intelektual) yang harus berpikir dan memberi solusi mudah-mudahan menstimulan peran dan fungsi Wankar ICMI.

Beberapa waktu lalu, saya sudah pernah menulis diantaranya “Presiden Jokowi jangan cawe-cawe dan Jadilah Negarawan Sejati” dll, sebagai respons saya atas statement RG bapak “Akal Sehat Indonesia” yang mengkritisi mas Jokowin disebut “bajingan, tolol dan dungu” sebab mas Jokowi abuse of power, bukan meletakan kepentingan negara diatas segalanya, tetapi kepentingan pribadinya yang menonjol.  Saya sesungguhnya tidak bisa menerima secara etik dan moral apalagi agama, keluarnya “statement kasar  RG” tersebut, itu terjadi setelah hasil pertemuan dan kesepakatan Presiden RI Jokowi dengan Presiden China Xie Jinping di Beijing, terutama soal perizinan tanah untuk berinvestasi di IKN Nusantara sangat lama lk 190 tahun, akan tetapi kenyataannya bagaimana? Presiden Jokowi membiarkan saja itu berlalu, tidak ada protes dan apalagi pelaporan kepada pihak berwajib sebagai perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, nihil, sangat disayangkan.

Jawabannya dimuat media massa, ya “saya kerja saja”. Akhirnya publik menyimpulkan gusturenya bahwa itu memang demikian faktanya yang terjadi.

Sumpah Jabatan Presiden

Demi Allah saya bersumpah, akan memenuhi kewajiban sebagai Presiden RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD 45 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturan-peraturan dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa,”

Apakah Presiden dalam hubungannya dengan boleh memihak dan boleh kampanye termasuk dalam konteks “memenuhi kewajiban seadil-adilnya dan menjalankan Undang-undang dan peraturan selurus-lurusnya”.

Apakah sikap tersebut bisa diartikan Presiden telah melanggar Sumpah jabatannya?

Kini, menarik membaca tulisan Yusril, viral di medsos berjudul “Jokowi Benar, Berdasarkan UU Pemilu, Presiden boleh Berkampanye” sebab belum ada kode etik (code of conduct) yang mengatur, begitulah kontennya …?

Kita membaca tulisan itu tidak perlu kaget. Jangan dijadikan alat legitimasi kebenaran keilmuan, tetapi itu dasarmya kepentingan sebagai timses TKN Paslon 2, siasatnya bisa memang Pilpres jagoannya.

Yusril bukan Prof/GB, tetapi sdh berubah menjadi politisi pragmatis karena menjabat Ketum PBB pendukung GRR, putra Presiden Mas Jokowi.

Apalagi Yusril Ihza Mahendra, PNS-dosen FH UI sdh pensiun karena konsekwensi terjun ke dunia politik, dan kebetulan  beliau tidak sempat lagi mengajar karena fokus sebagai lawer atau timnas hukum Jokowi Pilpres 2019 mendukung Jokowi, sehingga tidak mengajar di UI atau PT lain, atas aturan UU Sisdiknas Nomor 20 thn 2003, beliau gugur atau tidak berhak sebagai GB dan jabatan fungsional GB tersebut otomatis dicabut.

Semoga publik tahu bahwa Yusril itu bukan akademisi, kini bermetamorfosis menjadi politisi pembela Jokowi, ibaratnya seperti hewan Kupu-kupu berubah menjadi ulat dan kepompong.

Jadi bung Yusril, wataknya tidak seperti dulu lagi, sehingga tidak layak pendapat hukumnya dirujuk, karena sesat dan menyesatkan.
Syukron barakallah.
Wassalam

====✅✅✅

Penulis: Dr Ir H.Apendi Arsyad, M.Si
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor, Pendiri dan Dosen Senior Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *