jurnalbogor.com – Ada pertanyaan dari Ketua DPD Partai Umat Kota Bogor, kang Dr.Ramlanto. Mengapa kok bisa terjadi bpk Airlangga Hartanto (AH) mundur sebagai Ketum DPP Partai Golkar (PG) sebelum penyelenggaraan Munas PG?, menurut AD dan ART-nya akan dilangsungkan bulan Desember 2024 mendatang.
Sangat wajar kiranya muncul beberapa pertanyaan seperti itu, dan para pengamat politik dan publik pun mulai mengutak-atik data dan mencari tahu informasi yang berkembang di sekitar elite PG, kemudian mereka beropini, berspekulasi, mengira-ngira apa faktor penyebabkan, sampai “gelombang besar Tsunami Politik” menghantam biduk Partai Golkar (PG) saat ini, menarik untuk diperhatikan, kaca mata kita melihat bisa prihatin dan atau mungkin sebaliknya, ada kepentingan yang tersalurkan, “hukum karma” dampak dari “suka bermain api” (disintegrity personal).
Apalagi mass media cetak seperti Radar Bogor dan Jurnal Bogor yang terbit pada Senin tgl 12 Agustus 2024, yang sempat saya baca, membuat berita-berita dan analisa para pakar ilmuwan politik, mencari tahu jawaban seperti apa, menarik memang.
HU Radar Bogor menurunkan laporan utamanya pada halaman depan headline berjudul “Kudeta Senyap”, sedangkan HU Jurnal Bogor menulis laporan utamanya berjudul “Airlangga Hartarto (AH) Mundur”. Berita-berita di berbagai WAG juga banyak dan seru, sahut menyahut, berbagai analisis dan opini bermunculan. Mereka para pemerhati dinamika politik nasional, menduga-duga sebenarnya apa yang tengah terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap demokrasi di internal PG itu sendiri, sebuah partai besar yang kini memiliki 102 kursi di Parlemen RI (anggota DPR RI fraksi PG) hasil Pemilu Pileg thn 2024.
Kedua media cetak tersebut menyebut-nyebut bahwa AH , Ketum DPP PG mendapat “tekanan”, dari siapanya memang kurang jelas, agak samar-samar?. Berikutnya nama-nama calon Ketum DPP PG pengganti AH, ada beberapa nama yang disebut yakni Bahlil, Agus Gumiwang, Bambang Soesatyo dan Gibran Rakabuming Raka (GRR).
Kita tahu bahwa GRR adalah putra sulung Presiden RI Jokowi, yang akan dilantik pada Oktober 2024 mendatang, menjadi Wapres RI thn 2024-2029 mendampingi Jenderal (Purn) Prabowo Subianto (PS).
Kedua media cetak/koran tersebut juga menulis mengenai karier politik AH begitu “cemerlang” meningkat terus, mulai menjadi anggota DPR RI periode thn 2006-2014, berlanjut menjadi Menteri Perindustrian periode thn 2016-2019 dalam Kabinet Kerja era Presiden RI Jokowi, dan terus naik kelas menjadi Menko Perekonomian di kabinet Presiden Joko Widodo thn 2019-2024, hingga sekarang. Dan kemudian terpilih di Munas PG thn 2017, sebagai Ketum DPP PG periode thn 2017-2024, yang akan berakhir pada bulan Oktober 2024 mendatang ini, sebentar lagi, dan lk 2 bulan lagi.
Bahkan secara fair, HU Radar Bogor, beropini dalam laporan utamanya bahwa AH selama kepemimpinannya di DPP PG thn 2017-2024, dalam Pemilu Pileg RI tgl 14 Februari 2024 yang lalu, beliau AH sukses menaikan kursi anggota DPR RI PG yang akan duduk di gedung Senayan Jakarta. Ada sebanyak 102 kursi/orang DPR RI yang lolos ke Senayan, dimana sebelumnya hanya 85 orang, naik 17 kursi DPR RI, atau 18 persen kekuatan parlemen RI berada ditangan PG.
Sebuah modal sosial politik yang besar dimiliki AH, untuk keberlanjutan kepemimpinannya di DPP PG. Tapi kok bisa kandas ya? Aneh bin ajaib, ada gejala sospol paradoks dan anomali yang tengah berlangsung dalam dinamika demokrasi di Indonesia.
Bahkan AH sebagai Ketum DPP PG dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), ada 7 parpol yang berkoalisi telah “sukses” juga mengusung capres PS dan cawapres RI GRR (anaknya mas Joko) paslon nomor 02 dan “menang” dengan raihan suara “terbanyak”.
Akan tetapi, sebaliknya ada berita yang tak enak dibaca (bad news) yang ditulis HU Radar Bogor bahwa AH tersandra kasus korupsi, “Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (AH) pernah diperiksa Kejagung RI pada thn 2023 atas kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) atau bahan baku minyak goreng” yang disinyalir merugikan negara triliunan rupiah.
Dengan opini kurang sedap ini didengar telinga, saya menjadi teringat akan cerita film “Dirty Vote” ala politik “Gentong Babi” dalam dinamika politik menghadapi pemilu Pilpres RI thn 2024, yang diperankan 3 orang “artis” ilmuwan dan pakar hukum tata negara yg kritis, vokal dan terkenal (Zainal Muchtar/FH UGM, Amsary/FH UNAND, dan Bivitri Savitri/STIH Jkt), merespon kondisi demokrasi Indonesia yang sakit “sekaratul maut”, yang viral menjelang pemilu Pilpres RI thn 2024.
Selain itu, sekarang muncul lagi tragedi politik disebut HU Radar Bogor “tsunami politik PG” dengan mundur AH sebagai pucuk pimpinan PG, karena manuver politik AH dianggap tidak firmed dengan agenda kepentingan kekuatan yang tengah berkuasa (hasil wawancara Radar Bgr dengan Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Stategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam).
Menariknya peristiwa fenomena dinamika politik, mundurnya AH sebagai Ketum DPP PG, mengapa mundur sebelum pelaksanaan Munas PG, yang tinggal hanya lk 2 bulan lagi. Mengapa penyelenggaraan Munas harus dipercepat? Ada kepentingan apa dan siapa disana?.
Disinilah berbagai pendapat yang bersifat spekulatif para pakar dan pengamat politik bermunculan. Hal itu sangat wajar terjadi, pertanyaan seperti itu. Sejumlah tokoh PG, antara bpk Muh Yusuf Kalla, Agung Laksono, Abu Rizal Bakri, Bambang Soesetyo, Ahmad Doli Kurnia, dll sibuk merespon muncul peristiwa amat langka yaitu “tsunami politik” PG yg dimotori kader senior PG Ridwan Hisyam dkk, mereka sama-sama mengaku tetap berpegang pada AD dan ART PG.
Akan tetapi dilain pihak, ada teman saya di Wankar ICMI, Bundaku yang cerdas nyeletuk, bahwa UU saja bisa mereka rubah untuk memuluskan jalan dan kepentingannya, apalagi AD dan ART Orpol PG ?, “Wah masalah kecil lah itu mbah”. Kalau ngak percaya Kau, lihat itu GRR bisa lolos menjadi Cawapres RI paslon 02 untuk pemilu Pilpres thn 2024 ybl, etc (meminjam logat etnis Batak, biar seru dan ngomongnya enak, he he heem… geer).
Saya tadinya tidak siap menjawab pertanyaan sahabat saya Ketua DPD Partai Umat Kota Bogor, kang Ramlanto,..saya respon di WAG japri bahwa “saya bukan ahlinya”, waktu itu memang saya masih kurang data dan informasi, alias belum lengkap data dan informasi yang dimiliki karena mundur AH Sabtu sore 10 Agustus 2024, muncul berita di mass media esok harinya Minggu, sehingga saya AA belum berani beropini.
Dengan mencermati berita mass media dan medsos yang begitu “hot” dan telah menjadi “trending topic”, maka membuat saya tergelitik untuk menjawab fenomena “tsunami politik” PG meminjam istilah HU Radar Bogor.
Singkatnya saya mencoba meresponnya, dengan jawaban, ada opini saya 2 tahun yang lalu di medsos, dan harap dibaca artikel yang saya tulis thn 2022, berjudul “Membandingkan Gaya Kepemimpinan Sukses versus yang Gagal untuk NKRI” yang sudah viral medsos Jurnalbogor.com, bedanya ada pada permasalahan moral dan etika politik. Jika membaca dan menyimak konten tulisan saya dengan baik, maka insya Allah akan ketemu jawabannya, mengapa AH mundur sebagai Ketum DPP PG, ada kekuatan “invisible hand” yang sedang bermain, utk status quo kepentingan tertentu?.
Sekali lagi harap baca dan simak artikel saya AA yang sdh viral di Jurnalbogor.com tersebut, dishare diatas. Gejala sosial politik yang membuat PG mengalami tsunami politik, mundurnya Ketum DPP PG, AH..demikian itulah menunjukan dinamika politik Indonesia yang tengah sakit, akibat ulah dan skenario pekerjaan kaum elite politik bersekongkol dgn para pemilik modal besar (oligarky group).
Memang problem struktural dan kultural bangsa saat ini dirusak oleh the ruling party yang dinakhodai “boneka Pinokio” bernama mas Joko. Begitu jelas gejala sosial politiknya yang tengah terjadi saat ini, berpola secara terstruktur, sistimatis dan massif (TSM).
Maka jawaban saya secara simbolis yang paling pas, adalah dengan pemahaman slogan yang ada di medsos WAG dengan tageline “Semua ini terjadi Gara-gara Aku”, ada gambar mas Joko yang sedang mikir, seraya menutup mulut dengan tangannya, kelihatan ekspresi wajahnya yang sedih or gembira?. Saya pun tak tahu persis, perasaan apa dan bagaimana yang sedang bergumul atau berkecamuk dalam hati nurani/sanubarinya, wallahu’alam.
Demikian itu jawaban bahasa gambar simbolik dan narasi secara singkat yang telah saya berikan atas pertanyaan kang Dr.Ramlanto, Ketua Partai Umat Kota Bogor, 2 hari lalu, Ahad 11 Agtustus 2024, sehari setelah AH mengundurkan diri dari Ketum DPP PG.
Semoga bisa dipahami, dimengerti dengan membaca artikel saya AA bernarasi tentang “Pemimpin sukses vs pemimpin gagal” tersebut. Ada gesture kepanikan dan kegalauan memang, mas Joko akan turun dari singgasana kepresidennya, alias mau lengser ke Prabon, Oktober 2024 mendatang, sehingga beliau bercawe-cawe arahan dari para dalangnya itu. Informasi lengkap pandangan publik terhadap “Kudeta Senyap” diduga adanya tekanan dari “The Invisible Hand”, dan “Airlangga Mundur” harap membaca dan menyimak kedua koran Bogor tersebut.
Syukron barakallah Save demokrasi, dan
Save NKRI yang berperadaban maju
Dirgahayu Indonesia ke 79 thn 2024
Wangun Atas Kel.Sindangsari Botim City, 13 Agustus 2024
Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir Apendi Arsyad,M.Si (Mantan Wakil Sekretaris Satu DPD PG Kab.Bogor thn 1998-2004, pernah menjadi Caleg DPRD Kab Bogor pada pemilu Pileg thn 1999 dan DPR RI thn 2004 bersama caleg AH di dapil Kab.Bogor, Pendiri dan Ketua Wanhat MPW ICMI Orwil Khusus Bogor, Dosen dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisannya di media sosial)