jurnalbogor.com – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Menarik menyimak dialog atau diskusi rekan-rekan di WAG Armada 1780 IPB University tentang persoalan terjadinya bencana alam di beberapa kawasan hutan Tropika dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera, sebagaimana yang terjadi dan banyak diberitakan di daerah Aceh, Sumut dan Sumbar.
Saya AA, tertarik untuk memberikan opini dengan narasi ringkas berikut ini. Menurut teori ilmu pengelolaan sumberdaya alam (SDA) terutama SDA hutannya, ada konsep namanya TPI, singkatan dari Tebang Pilih Indonesia, dengan sistem rotasi menurut siklus tumbuh-kembang vegetasi pepohonan di ekosistem hutan alam.
TPI diyakini para ilmuwan kehutanan bisa memanfaatkan hutan tanpa merusak kelestarian sda hutan, dan barangtentu ada kaidah-kaidah atau kode etik dalam pemanfaatan sda hutan yang wajib dipatuhi pemegang Hak Pengelola Hutan (HPH) para pengusaha besar (oligarky) seperti teknik penebangan, diameter kayu yang diperbolehkan, jarak rotasi, replenting etc.
Akan tetapi praktiknya di lapangan oleh para oligarky yang rakus, serakah dan tidak bermoral (greedy, moral hazard), kaidah-kaidah atau sistem norma pengelolaan hutan lestari dan berkelanjutan (sustainable forest management) kurang ditaati dan tidak dipatuhi, alias dilanggar bahkan hutan dibakar karena sangat murah biayanya untuk meraih untung sebesar-besarnya (maximum profite) ala kapitalist yang wataknya serakah.
Maraknya pelanggaran pengeksploitasi SDA hutan, akibat lemahnya pengawasan karena kentalnya perilaku bejat, kriminal KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), apalagi institusi/oknum Aparat Penegak Hukum (APH) juga terlibat dalam praktik mafia pembalakan kayu secara melawan hukum (illegal logging) etc.
Konsekwensi perilaku kriminal KKN tsb, konsep TPI bertransformasi menjadi THI singkatan dari “Tebang Habis Indonesia”, para oligarki HPH mengekploitasi sda kayu besar-besarnya, melampau daya dukung (carring capacity) lingkungan dan melewati daya tampung (overexploitation), hutan gundul, sehingga terjadilah–>biggest deforestry–>lose forestry –>hujan deras-durasi lama-berhari-hari–>banjir bandang–>DAS dengan aneka kayu-besar gelondongan, potongan kayu beratnya berton-ton memadati dan mengikuti arus air deras di DAS –>bencana alam pun terjadi dan tak terelakan karena lemahnya sapras mitigasi–>penduduk lokal pun korban beserta harta-bendanya hilang, punah.
Mereka menderita dan sengsara menjadi nestapa, ada yang mati bergelimpangan, hilang dibawa arus air deras, dan rumah-rumah penduduk lokal rusak, roboh dan hanyut dibawa arus deras ke hilir sungai, entah tersangkut dimana, siapapun tak tahu.
Kita yang melihatnya akan peristiwa “tragedy of the common” akibat kerusakan ekosistem hutan tropis (tropical forest ecosystem demages), karena kebodohan dan keserakahan, sangatlah memilukan dan menyayat hati. Dan semuanya orang berteriak histeris, marah (2-G=gemes and geram), dan mereka yang waras, akan atau terus berpikir, mencari tahu, dan berdiskusi, beropini via WAG, Podcast, FGD, seminar etc, mencari main faktor penyebab banjir bandang itu apa? dan menjawab mengapa itu bisa terjadi?, serta seberapa besar dampak negatifnya (cost of ekternality)? dan siapa yang bertanggungjawab dari bencana alam yang dampak buruk tsb?.
Para pemikir dengan mengkerut kening-kepalanya, sibuk berargumentasi, dan saling berdebat untuk mencari berbagai kesalahan dan kelalaian tsb, etc. Sementara itu para pejabat Pemerintahan RI yang terkait tupoksinya dalam mengelola sda hutan spt Menhut RI/politisi-sekjen PSI, kader mas Mulyono lulusan “ponpes” sibuk membela diri, dengan statement yang konyol dan menyakitkan hati publik.
Sementara para pejabat Pemerintahan RI yang lain, sibuk dengan berbagai aktivitas pencitraan “membela rakyat”, misalnya dengan membawa dan memikul sekarung beras, mendatangi penduduk yang terkena musibah guna meraih simpati publik. Padahal rekam jejak (track record)nya pejabat negara RI tsb mantan Menhut RI yang paling banyak mengeluarkan izin HPH di ekosistem hutan alam tropis Sumatera, yang menimbulkan bencana alam tsb, akibat terjadi deforestry and lose forestry. Simpulan kita yang waras, inilah refleksi dari perilaku kemunafikan.
Demikian itulah historis pencitraan pejabat publik kita, sehingga seorang ilmuwan dan pakar sekelas Renald Gezali, tergerak beropini di medsos, tak tahan melihat gejala pembohongan publik ini, dan video pejabat yang memanggul beras, mendatangi rakyat di daerah bencana itu viral.
Pada akhirnya, saya berkeyakinan, bahwa mereka yang sempat menonton video tsb tertawa geli, 2-G, dan bahkan semakin paham “bad behaviour” the ruling party negeri “Kanoha bin Mapioso”, yang telah sukses memasuki dunia “edan binti bulus and fulus”. Kita hanya dapat berucap dan berdoa “Ya Allah, Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan para pemimpin kami” Astaghgfirullahalaziem.
Demikian narasi ringkas dibuat dengan serius sebagai ungkapan keprihatinan atas terjadi bencana alam yang banyak memakan korban harta dan ribuan nyawa di Sumatera, kampungku. Kita berharap kejadian ini, agar dijadikan pelajaran (lesson learned) bagi segenap para pemangku kepentingan (stakeholders) dan bertaubat ekologislah! Jangan lagi mereka para penjahat lingkungan, merusak ekosistem hutan alam tropika sebagai sumber kehidupan Ummat manusia di muka bumi ciptaan Allah SWT.
Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menolong hamba-hambaNya yang waras, beriman, bertaqwa, gemar beramar makruf nahi mungkar dan mempercayai hari akhirats/kiamat, InsyaAllah kita selamat hidup didunia yang fana ini (bahagia dan sejahtera) dan hendaknya kita selamat pula hidup di alam akhirats yang baqa (penghuni Syurgajannatunnaim), Aamiin-YRA***
Save Hutan Tropika Kita sebagai Sumber Kemakmuran Bersama, bukan Kemakmuran Orang-Perseorangan (amanat Pasal 33 UUD 1945).
Okazaki-Sakyo Ward-Kyoto City, Japan, Jumat 5 Desember 2025
Wassalam
====👍👏🤝
Dr. Ir. H. Apendi Arsyad, M.Si (Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui Tulisan-tulisannya di Media Sosial dalam rangka ikut serta mewujudkan Keberhasilan Visi dan Misi Indonesia Emas tahun 2045)






