jurnalbogor.com – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Menarik mencermati pemikiran atau konsep mengenai pilihan sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemillu) untuk memilih wakil rakyat/DPR RI dan DPRD dan Presiden RI, yang kini terasakan dan teramati banyak menimbulkan permasalahan yang multikomplek ditinjau dari perspektif ipoleksosbudhamkam, faktanya hasilnya tak sesuai harapan kita bersama.
Apa pun bentuk pola dan sistem pemilunya yang dipraktekan secara langsung (tidak sistem perwakilan menurut Pancasila) akan tetap membuat masalah. Apalagi kondisi sumbersaya manusia (human resouce) bangsa Indonesia, yang selama ini sikap mental para elite politiknya “bobrok”tidak jujur (miskin integritas), doyan uang, money politic (transaksional) tak bermoral, dan rakyatnya pun berkehidupan miskin dan bodoh, rentan tercemar kena “politik sembako’, maka dampak negatif akan tetap hasilnya pilpres, pileg dan pilkadal tidak berkualitas “pemimpinnya” yang terpilih. Dengan kata lain pemimpin yang bermutu rendahan, yang dicoblos rakyat.
Jadi tak mengherankan dan masuk akal, keterpilihan Presiden, Gubernur, Bupati dan Walkot serta Kades bukan calon yang terbaik akhlaqnya, akan mereka yang terpilih kaya materi.”banyak duitnya” yang proses didapatnya juga berkorupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), akhirnya sebagian para “elite politik” itu ketahuan adalah koruptor, dan tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berita buruknya (bad news) menghiasi media massa dan media sosial yang menjijikan dan dibenci rakyat yang sadar hukum dan merindukan lahirnya rasa keadilan di negeri ini.
Makanya dalam menghadapi persoalan dan dilema pemilu langsung/ Pilkadal tersebut, kembalilah kita sebagai putra bangsa yang sejati, berpedoman pada sistem demokrasi Pancasila (Sila ke 4) bukan praktik demokrasi liberal, hedonist, superpragmatis yang padat modal (materilistik, kapitalistik) yang tengah dipraktekan saat ini (zaman Now), dimana sistem Pemilu yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan dikontrol Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI
Dua lembaga Pemilu (KPU dan Bawaslu RI) pada Pilpres dan Pileg tahun 2024, yang lalu, kita temukan berkinerja buruk dan kurang kredibel di mata rakyat yang cerdas dan peduli dengan kualitas produk demokrasi.
Kita pun tahu bahwa Ketua KPUnya dipecat karena bermental buruk, maaf terkena skandal “seks” berperilaku sangat tak terpuji, amoral. Berkali-kali berbuat tak senonoh, amoral oknum Ketua KPU RI tersebut, tetap dibiarkan saja oleh regim penguasa mas Joko, untuk bertugas memimpin KPU dalam menyelenggarakan Pilpres RI thn 2024, dengan sistem ITC, Si Rekap bermasalah (cloud Alibaba, made in RRC) sehingga Pilpres RI thn 2024 dimenangkan Paslon 02 (PS dan GRR), yang saat ini mereka berkuasa di NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dinamika penyelenggarakan Pemilu Pilpres dan Pileg RI pada thn 2024, sempat bergejolak, menuai berbagai protes karena diduga Pilpresnya, oleh Paslon tertentu, dituduh telah berbuat curang yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Tapi itulah karakter bangsa dan Rakyat Indonesia yang cinta damai dan hidup bergotong royong, serta suka memaafkan kesalahan, akhir problem krusial sosial politik hasil Pilpres RI thn 2024 yang bercorak TSM tadi, alhamdulillah dapat terselesaikan di Pengadilan Sengketa Pemilu, yaitu Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) RI tanpa gejolak yang berarti.
Alhamdulillah rakyat dan bangsa ini semakin dewasa dan cukup asyik nampaknya dalam berdemokrasi liberal tanpa etika dan tidak ber moral (amoral) tersebut, yang sebenarnya tak sesuai dengan Sila ke 4 Pancasila, pola budaya bangsa Indonesia yang gemar bergotong royong, bermusyawarah dengan sistem perkawakilan. Dengan istilah lain jiwa dan raga Merah Putih WNI zaman Now, kian mulai tampak pudar, luntur dan mungkin sudah sirna ditelan massa “modernisasi”yang berbasis penyakit kebarat-baratan (westernisasi), wallahua’lam bissawab.
Spirit and content of value system atau code of conduct dari Sila ke 4 Pancasila itu sangat jelas dan tegas bahwa etika dan moralitas merupakan kaidah hukum terdepan (supremasi hukum) dalam berdemokrasi Pancasila di Tanah Air Indonesia Raya.
Sebagaimana bunyi Sila ke 4 Pancasila..yang tertera bunyinya: “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.”
Jika kita analisis apa saripati konsep dan makna ideologis dalam kaidah demokrasi Pancasila, saya simpulkan hal-hal sbb:
- Penyelenggaraan Pemilu (Pipres, Pileg, Pilgub, Pilbub dan Pilwalkot serta Pilkades) dalam sistem nilai (etika dan moral) dan kaidah hukum Pancasila yaitu sistem perwakilan, bukan langsung seperti demokrasi liberal yang diimpor dari negara barat (western country)yang “higt cost”, pragmatis, sekular, yang digandrungi elite politik (the ruling party) kita saat ini, zaman Now, dan
- Proses pemilu dipraktekan oleh para pemilihnya dengan akal sehat-cerdas dan bermoral, menegakan etika sesuai code of conduct Pancasila yaitu musyawarah dengan menggunakan “bilhikmah” bahkan diatas akal sehat (suprarasional), kebijaksanaan (wisdom) diilhami wahyu Allah bersumber pada Kitab Suci, diantara Al Quranulkarim. Hal ini jauh dari sikap dan perbuatan bejat dan kriminal (melawan hukum) transaksional yaitu sogok menyogok dan suap-menyuap yang diharamkan menurut hukum/syariat Islam (Dinulislam) berdasarkan Al Quran dan Assunnah Muhammad SAW, yang merujuk pada Sila ke 1 Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhidullah). Kemudian dipertegas lagi bunyi alinea ke 2 Pembukaan UUD 1945 bahwa..”Kemerdekaan RI itu atas berkat Rahmat Allah SWT..”
Jadi, berdasarkan 2 (dua) point inti dari sistem nilai dan “code of cunduct” ajaran Pancasila sebagai falsafah bangsa (way of life of nation) dan ideologi Negara (ideology of state) Indonesia, sungguh jelas dan tegas, kontennya bernas sekali, dan sarat dengan etika dan moral masyarakat beragama (socio religous), tidak sekular apalagi ateisme (komunisme).
Dan mengenai apa-apa, bagaimana dan mengapa ? yang telah ditetapkan UU Pemilu produk DPR RI dan Pemerintah RI regim Jokowi selama 10 thn berkuasa (2014-2024), maaf terdapat/ada problem struktural dan kultural tengah terjadi.
Menurut saya dan barang tentu kita semua yang masih berakal sehat (waras) dan cerdas (cerdik dan cendekia) bahwa perjalanan dan dinamika perpolitikan Tanah Air kita telah salah jalan (misleading), alias tersesat dan menyesatkan, karena isi pasal demi pasal UUnya dan praktek penyelenggaraan Pemilu , di era Pasca Reformasi, sejak thn 1999, Pemilu 1999 telah menyimpang dari bunyi dan spirit Sila ke 4 Pancasila.
Tentang, persoalan dan permasalahan praktik UU Pemilu yang “sesat dan menyesatkan” itu, pernah saya tulis dalam sebuah artikel di medsos sewaktu masa kampanye Pemilu Pilpres RI thn 2024, ketika saya AA merespon kasus penyimpangan Sumpah dan Janji Presiden RI yang dilakukan Bpk Ir.H.Joko Widodo yang bercawe-cawe, aktif bagi-bagi sembako membujuk rakyat pemilih, dan ikut berkampanye Pilpres RI thn 2024 untuk memenangkan puteranya GRR sebagai Wakil Presiden RI paslon 02, yang kita paham bahwa usianya dan tingkat pendidikan tingginya belum memenuhi syarat perUU yang berlaku, demikian itulah “kesaktian” mas Joko, astaghfirullahalziem.
Yang pada waktu itu menurut pendapat hukum Prof YIM, politisi/Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) yang notabenenya Timses Paslon Pilpres Nomor 02 membenarkan bahwa perbuatan “cawe-cawe” Presiden RI bpk Jokowi tidak melanggar UU Pemilu yang berlaku, begitulah pembelaan bung YIM saat itu saya baca dan viral di medsos.
Saya dan juga antara lain bpk.H.M.Yusuf Kalla, mantan Wapres RI 2 kali tidak sependapat dengan Prof.YIM tersebut, cawe-cawenya Presiden RI Jokowi dalam pemilu Pilpres 2024. Akibat memang suasana para penegak hukum negeri ini ? maaf “tersantra” atau terkooptasi dengan gaya dan guster politik akomodasi dan trik politik ala “gentong babi” mas Joko.
Jika merujuk pada pendapat ahli dan pakar hukum konstitusi bpk Fery Amsari, B Savitri dan Zainal Mokhtar, maka regim yang berkuasa (the ruling party) mas Joko dkk, “lolos” dari tuntutan dan sanksi pelanggaran hukum yakni perbuatan penyalahgunaan kekuasaannya (abuse of power) selaku pemimpin.negara/Presiden RI: Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.RI.
Dalam hal ini, barang tentu kita “salut” atas “kehebatan” dan “kedigdayaan” mas Joko dalam mempertahankan kekuasaannya, dan beliau selamat suksesi kepemimpinannya yang mulus di sidang MPR RI tgl 20 Oktober 2024, dan bahkan sukses menempatkan putranya sebagai Wapres RI 2024-2029, walaupun prosesnya dipandang “cacat” konstitusi, melanggar UU yang berlaku.
Faktanya pamannya GRR, aparnya bpk Jokowi, Dr AU selaku Ketua MK RI yang meluluskan Cawapres GRR dipecat oleh MKMK RI yang diketuai abangku di ICMI Prof.Dr.Jimly Assidiqie,SH mantan Ketua MK RI dan mantan Ketum MPP ICMI. Atas “keberhasilan” mas Joko tersebut maka atmosfer perpolitikan Indonesia ternodai, dampak negatifnya para elite politik jatuh dipangkuan oligarky, bukan pada pelukan ibu Pertiwi. Tapi demikian itulah kehebatan Presiden RI bernama Jokowi, bahkan saya pernah menulis di medsos, bahwa saya mengucapkan “selamat berkuasa” Dinasti Jokowi, ketika itu saya masih touring, bertamasya di Kyoto Jepang, pada akhir Oktober 2024 yang lalu.
Kembali ke riwayat cerita, dan narasi tentang pemilihan umum secara langsung yaitu proses Pilpres,Pileg, Pilgub, Pilbub, Pilwalkot dan Pilkades yang tengah berlangsung di Indonesia, saya berpendapat, sudah waktunya dilakukan evaluasi, kaji ulang secara jujur, objektif menggunakan mindset saintific dan atas landasan konstitusional Pancasila oleh kaum intelektual, cerdik-pandai Indonesia, yang mencintai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Mudah-mudahan hasil rumusan konsep pemikiran Cendekiawan Indonesia lintas agama dan lintas etnis (multi kultur) bisa dibawa dan didiskusinya dengan Pemerintah RI dan DPR RI guna mengoreksi dan merevisi UU Pemilu RI yang ada, yang berwatak liberal, transaksional, superpragmatisme, dan padat modal (higt cost) serta mengabaikan etika dan moralitas serta ideologi berbangsa/bernegara, sebagai manusia Indonesia yang beragama, yang berKetuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini sudah sangat mendesak (urgent) dilakukan secara jujur dan objektif oleh para elite politik, jika tidak dan abai, maka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara/NKRI akan sulit mencapai Indonesia Emas thn 2045, 100 thn Indonesia Merdeka, Rakyat dan bangsa sudah hidup sejahtera, akan tetapi mereka tetap berada mayoritas penduduknya dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, akibat selama ini ‘rusaknya” pemilu kita yang telah menyimpang dan berkhianat pada Sila ke 4 Pancasila.
Solusi yang tepat dan bijak, kaji ulang UU Pemilu, kembalilah kita ke Jalan yang benar yakni Berpemilulah berdasarkan 5 Sila Pancasila !, yang telah diwariskan para pendiri negara Indonesia.
Demikianlah narasi ini di buat sejujurnya atas rasa tanggungjawab kepada negara-bangsa, sekaligus untuk menggugah.mindset para elite politik dan pemerintahan RI agar mau dan mampu berubah untuk menyelamatkan NKRI dari berbagai keterpurukan yang bersifat multidimensi dan multiaspek yang sistemik. Selamat membaca dan menyimak pesan-pesan moral dalam tulisan ini. Semoga Allah SWT menunjukan kita sebagai WNI jalan yang lurus, makhluk Tuhan yang cerdas dan bijaksana selalu diberikan Rahmat, Karunia dan HidayahNya, Aamiin3 YRA.
Save NKRI, save Rakyat dan Bangsa dari jurang dan ambang kehancuran.
Gallery and Ecofunworkshop, Kp Wangun Atas Rt 06 Rw 01 No.16 Kel.Sindangsari Botim City, Desember 2024
Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si (Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui Tulisannya di media sosial)