jurnalbogor.com – Media massa merupakan saluran komunikasi yang ditujukan kepada khalayak luas atau masyarakat umum dengan melibatkan media seperti televisi, radio, surat kabar, dan internet.
Media bukan hanya sekedar saluran komunikasi semata, media telah menjadi “aktor” penting dan bagian dari proses politik itu sendiri. Media massa memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku masyarakat dalam politik.
Menurut McQuail, media massa berperan sebagai sumber informasi dan hiburan yang dihasilkan oleh organisasi media dan disampaikan melalui berbagai platform seperti cetak, elektronik, dan digital. Media massa sebagai sumber informasi yang berarti media massa menyediakan berbagai informasi yang terkait dengan isu-isu politik, pemilu, kebijakan publik, dan kinerja pemimpin politik, menjadikannya sebagai sumber utama yang memengaruhi pandangan masyarakat.
Media massa juga menyediakan ruang untuk beropini dan memberikan wadah untuk debat dan diskusi terhadap isu-isu politik, media massa inilah yang menjadi saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan personal.
Hal ini memungkinkan masyarakat untuk mendengarkan dari berbagai sudut pandang dan ini berarti menunjukkan bahwa media massa sangat memberikan efek yang cukup besar dalam membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku politik masyarakat.
Dalam salah satu model komunikasi massa hal ini dapat dikaitkan dengan model Agenda Setting. McCombs dan Shaw menjelaskan bahwa media memiliki kemampuan untuk membuat orang menilai sesuatu yang penting berdasarkan apa yang dikatakan media dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sehingga merubah atau membentuk cara berpikir masyarakat.
Dalam konteks politik, hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap persepsi, sikap, dan perilaku politik masyarakat. Menyediakan ruang sebuah peristiwa politik merupakan bagian dari fungsi Agenda Setting. Jika media massa memberi ruang pada proses politik, maka proses politik tersebut akan memperoleh perhatian oleh masyarakat luas. Semakin besar, ruang yang diberikan maka semakin besar juga perhatian yang diberikan masyarakat umum.
Besarnya perhatian khalayak terhadap sebuah peristiwa politik tergantung pada seberapa besar media memberikan perhatian pada peristiwa politik tersebut. Itu artinya media massa memiliki potensi yang sangat besar untuk mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat demi suatu kepentingan pribadi. Misalnya, memilih calon A setelah menonton media berita, lalu memilih calon B karena menonton media massa.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa media massa memiliki kekuatan untuk memberikan citra terhadap kandidat, mempengaruhi opini publik, dan memperkuat pesan-pesan politik dalam debat maupun wawancara. Kandidat yang mendapatkan banyak sorotan di media tentu saja memiliki keunggulan dalam membangun kesadaran publik dan mengkomunikasikan pesan kampanye mereka. Terkadang media massa bisa memperkuat polarisasi masyarakat dengan memberikan tayangan atau liputan yang berpihak pada satu sudut pandang saja di mana hal ini dapat mempengaruhi para pemilih dan bisa saja menyebabkan perpecahan.
Masuk ke dalam pembahasan tiga teori media yang berkaitan dengan politik. Pertama, Teori Pluralis (teori pluralis dalam memandang media) secara sederhananya merupakan teori yang memandang media seperti sebuah “pasar ideologis” yang di mana pandangan-pandangan politik yang beragam di dalam masyarakat itu dapat diperdebatkan dan diperundingkan dalam media.
Media bisa jadi forum publik yang netral, sehat, bisa mempertimbangkan keseimbangan pandangan politik yang beragam dalam masyarakat, dan pandangan politik di masyarakat bisa di diskusikan. Maka dalam teori ini media dianggap mampu mendorong demokrasi karena media sebagai forum publik. Teori ini memandang bahwa media memiliki fungsi pengawasan, mampu mengendalikan kekuasaan politik yang menyimpang. Kedua teori Ideologi Dominan.
Teori Ideologi Dominan membantah asumsi dari teori yang pertama, teori ini memandang bahwa media tidak bisa sepenuhnya menjadi forum publik yang netral dan sehat sebagaimana diasumsikan di dalam teori Pluralis. Menurut teori ini, media sering dijadikan alat propaganda baik di dalam negara yang otoriter di bawah rezim pemerintahan ataupun yang di bawah rezim demokratis.
Misalnya, pada masa orde baru di Indonesia kita bisa lihat bagaimana di bawah pemerintahan Suharto media menjadi alat propaganda.
Pada era reformasi media juga dijadikan alat penguasa terutama oleh sekumpulan kelompok yang dominan secara ekonomi dan politik. Jika kita melihat struktur kepenguasaan media hari ini yang hanya terfokuskan pada segelintir orang yang kebetulan berafiliasi pada kelompok politik tertentu sehingga sulit membayangkan bahwa media bisa menjadi forum publik yang netral sebagaimana yang dikatakan pada teori Pluralis.
Bagi teori Ideologi Dominan media dianggap melemahkan demokrasi. Ketiga teori Nilai-nilai Elit, teori ini dalam beberapa hal memiliki sedikit persamaan dengan teori ideologi dominan, teori ketiga ini memandang media memang tidak bisa menjadi forum publik yang netral, media pasti memiliki bias-biasnya yang tak bisa terelakkan.
Bedanya dengan teori Ideologi Dominan, teori ini memandang bahwa bias-bias media dapat berasal dari elit-elit di dalam itu sendiri, seperti editor dan para jurnalis/wartawan. Dalam teori nilai-nilai elit apa yang disebut profesionalisme wartawan, jurnalis itu menjadi penting, dengan adanya wartawan-wartawan yang kompeten itu mampu mengurangi bias-bias sehingga, media bisa menjadi sehat.
Media massa memiliki peran dalam memilih sebuah berita-berita tertentu dan cara media menayangkan pemberitaan tersebut dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap suatu isu atau figur-figur politik. Selain itu, media massa sering kali memberikan sebuah dukungan kepada kandidat atau parpol-parpol tertentu.
Dukungan tersebut memungkinkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap integritas dan keunggulan kandidat tersebut. Adapun, penggunaan simbol dan ikon politik, biasanya media memberikan simbol dan ikon politik dengan bertujuan menyampaikan pesan atau dukungan. Hal ini bisa membangun pemahaman emosional masyarakat terhadap tokoh politik.
Kampanye politik pun dapat mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap kelompok masyarakat. Kampanye bertujuan menggiring pemilih pada salah satu kandidat pasangan calon tertentu untuk mendapatkan suara dari khalayak yang tentunya akan dibutuhkan sebuah media untuk mempengaruhi calon pemilih.
Sebagai masyarakat yang cerdas, perlu kita analisis konten-konten berita atau informasi yang disajikan oleh media massa. Perlu adanya pertimbangan mengenai sumber informasi, objektivitas, serta membandingkan suatu berita dari berbagai sumber untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan tidak terperngaruh dengan opini yang bersifat memihak.
Jika terdapat suatu pemberitaan yang tidak seimbang maka dapat memberikan pengaruh pada pandangan dan interpretasi masyarakat terhadap isu-isu politik. Kualitas dan integritas sangat perlu dijaga oleh media massa supaya informasi tersebut tidak memihak, dan harus memberikan berita yang objektif untuk membantu masyarakat dalam membuat keputusan yang lebih baik lagi. Pemberitaan politik harus seimbang dalam memperhatikan proporsi antara positif dan negatifnya suatu berita. Hal ini penting sekali agar masyarakat tidak mendapatkan pandangan yang bias terhadap suatu isu politik.
Penulis: Shalshagilani Putri