jurnalbogor.com – “Kenapa ga otomatis aja naik pangkatnya?” Pertanyaan seperti itu sering penulis dengar ketika menyampaikan materi tentang kenaikan pangkat guru. Sepertinya itu pertanyaan yang menggambarkan betapa sulitnya guru tersebut naik pangkat saat ini. Ada juga yang berkata, “Saya mah nunggu pensiun aja, kan dapat kenaikan penghargaan satu tingkat.” Begitu sulitkah ngangkat guru?
Permenegpan-RB Nomor 16 Tahun 2009 adalah dasar hukum dan peraturan paling baru tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Seperti halnya Pegawai Negeri Sipil lainnya, guru juga memiliki pangkat dan bisa naik pangkat, walaupun bukan hak (lihat artikel yang berjudul Naik Pangkat Bukan Hak Guru). Jenjang pangkat guru menurut Permenegpan-RB ini dimulai dari IIIa kemudian IIIb, IIIc, IIId, IVa, IVb, IVc, IVd dan IVe.
Berbeda dengan PNS lain, jabatan bagi guru adalah jabatan fungsional yaitu yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Jika jenjang kepangkatan guru ada sembilan, maka untuk jabatan fungsionalnya ada empat. Berikut jenjang jabatan fungsional guru yang disesuaikan dengan kepangkatannya:
Jabatan Fungsional dan Pangkat
Guru Pertama
Penata Muda, IIIa
Penata Muda Tingkat I, IIIb
Guru Muda
Penata, IIIc
Penata Tingkat I, IIId
Guru Madya
Pembina, IVa
Pembina Tingkat I, IVb
Pembina Utama Muda, IVc
Guru Utama
Pembina Utama Madya, IVd
Pembina Utama, IVe
Ketika peraturan yang baru tentang kenaikan pangkat ini mulai diterapkan, maka banyak guru yang teriak karena ada tuntutan “berat” yang belum pernah ada sebelumnya yaitu adanya kewajiban menulis publikasi ilmiah. Tambahan administrasi yang dianggap membebani guru adalah adanya dokumen Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan laporan pengembangan diri.
Padahal para guru biasa dengan mudah naik pangkat dua tahun sekali atau paling lambat tiga tahun sekali dengan hanya mengumpulkan SK KBM atau administrasi lain, hampir semuanya (bisa) dikerjakan oleh staf tata usaha.
Dengan peraturan baru ini, guru mulai mengerjakan sendiri proses kenaikan pangkatnya, mulai dari persiapan sampai ke penyusunan berkas. Untuk Guru PNS SMA dengan status sebagai pegawai provinsi Jawa Barat, maka mulai periode sidang kenaikan pangkat 2018 pengajuan usulan angka kreditnya menggunakan aplikasi OPAK (on-line PAK). Makin ribet, kira-kira begitu yang terungkap di hati para pengusul DUPAK (Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit).
Padahal semua yang dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi melalui Bagian Kepegawaian dan sekarang dikelola Bidang GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) bertujuan membantu meringankan pekerjaan guru PNS pengusul DUPAK.
Permasalahan yang selalu dianggap menjadi beban guru adalah publikasi ilmiah/Karya Inovatif (Pi/Ki). Jika kelengkapan administrasi lainnya dianggap menambah beban, maka seharusnya guru mulai mengumpulkan satu persatu kelengkapan administrasi itu jauh-jauh hari. Jika yang bersangkutan (ybs) akan pengajukan kenaikan pangkat periode sidang Juli untuk SK Oktober, maka dari Januari ybs sudah mengumpulkannya.
Dan Jika ybs akan mengajukan DUPAK pada sidang Desember untuk kenaikan April, maka ybs sudah mengumpulkan dan menyiapkannya paling lambat mulai Juli. Sebenarnya yang membuat para pengusul tambah stress adalah ketika kebiasaan kurang baik selalu dilakukan, yakni semua administrasi kepegawaian, PKG, Laporan Pengembangan Diri dan unsur penunjang disiapkan diujung waktu (deadline).
Di awal pemberlakuan peraturan baru tetntang naik pangkat yang memasukan Pi/Ki ke dalam unsur utama mulai dari kenaikan pangkat/golongan IIIb ke IIIc, banyak pengusul yang mengabaikan tetap belum “move on” dan hanya melampirkan SK-SK penugasan.
Penulis: Taopik Ipebe
(Kepala Sekolah SMAN 1 Leuwiliang Kabupaten Bogor)