Oleh : Annisa Putri Sihabudin
(Mahasiswi KKN Internasional Thailand – UIKA Bogor Program Studi Dakwah Komunikasi dan Penyiaran Islam)
jurnalbogor.com – Di sebuah pelosok wilayah di Thailand Selatan, jauh dari gemerlap kota besar dan hiruk-pikuk wisatawan, saya menemukan kisah inspiratif yang begitu layak diabadikan: semangat anak-anak Muslim dalam mempelajari Al-Qur’an meski dengan segala keterbatasan.
Hari itu, di sebuah surau (Masjid) sederhana yang dikelilingi pantai dan pulau cantik Krabi. Suara lantunan ayat suci terdengar dari lisan-lisan mungil yang masih belajar dan mengeja. Dinding kayu sekolah menjadi saksi perjuangan mereka. Anak-anak membaca kalam-Nya dengan penuh perjuangan, walau masih terbata-bata.
Namun mata mereka begitu berbinar, menunjukkan tekad dan semangat yang tak tergoyahkan.
Saya teringat dengan Ilmu Hadits yang dipelajari saat di Pesantren kala itu oleh Al-Mukarrom Al-Ustadz Muhammad Hudori, L.c., S.SI Allahu Yubaarik fii Ilmih.
Hadits itu berbunyi :
Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ )) متفقٌ عَلَيْهِ.
Artinya :
“Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka ia bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan merasa kesulitan, maka baginya dua pahala”
(HR. Bukhari no 4937 dan Muslim no. 798)
Hadits itu seolah hidup di hadapan saya. Anak-anak ini yang harus berjuang mengeja huruf demi huruf, justru sedang mengumpulkan pahala yang berlipat.
Serta mengingatkan saya terhadap hadits yang diajarkan oleh Maulana Syeikh ‘Ala Muhammad Musthofa Na’imah yang berbunyi :
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا , لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ”
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Artinya :
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi, no. 2910. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). [HR. Tirmidzi, no. 2910. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].
Sejak pagi hingga sore, para pelajar di Krabi dari tingkat Anuban (TK) hingga Mathayom (SMA) mengikuti kegiatan sekolah formal. Jam pelajaran dimulai dengan upacara pagi dan baru berakhir sekitar pukul 15.00. Namun, kelelahan fisik usai belajar seharian tidak menghalangi dan menyurutkan semangat mereka untuk kembali menimba ilmu agama. Menjelang Maghrib hingga selepas Isya, mereka berbondong-bondong menuju surau untuk mengikuti halaqah Al-Qur’an dengan penuh antusias.
“Jujur, hati saya sering terenyuh. Anak-anak ini berjuang menghafal dan membaca Al-Qur’an meskipun masih kesulitan melafalkan makhraj dan tajwid. Semangat mereka membuat saya seringkali menitikkan air mata,” ungkap Sonia salah satu peserta KKN.
Kegiatan halaqah di wilayah ini dibimbing oleh dua ustadz setempat, Ustadz Adnan dan Ustadz Aziz, keduanya seorang Hafidz Al-Qur’an yang mengajar dengan kesabaran, ketulusan dan keikhlasan yang begitu luar biasa. Meskipun jumlah pengajar sangat terbatas, dedikasi mereka membuat suasana belajar tetap hidup.
Uniknya, terdapat perbedaan istilah dalam pengajaran pengejaan Iqra di Thailand. Fathah disebut datai, kasrah disebut bawah, dan dhammah disebut dapan Perbedaan ini menjadi warna tersendiri yang memperkaya pengalaman para mahasiswa KKN, membuka cakrawala, membuat takjub bahwa Islam hadir begitu indah dengan keragaman tradisi di berbagai penjuru dunia.
Sekolah tempat kegiatan KKN ini dipimpin oleh Babo (Ustadz Yusuf) sosok yang begitu ramah dan hangat menyambut kehadiran mahasiswa KKN Indonesia.
Para siswa Thailand pun sangat antusias bertukar cerita dan pengalaman, dengan kami.
Beberapa dari mereka sangat mengagumi hafiz-hafiz cilik dari Indonesia yang dengan lancar dan fasih melantunkan ayat demi ayat Al-Qur’an.
Kisah ini menjadi bukti bahwa semangat menuntut ilmu, khususnya ilmu agama, mampu mengalahkan segala keterbatasan yang ada.
Di Krabi, semangat itu menyala setiap harinya,
terlebih setiap sore, ketika suara anak-anak melafalkan ayat suci menggema di surau, menjadi cahaya penerang di tengah kampung yang jauh dari hiruk pikuk kota.
Di sela pembelajaran, Ustadz Aziz, salah satu pengajar yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri disini berkata dalam bahasa Malayu Thailand yang artinya : “Anak-anak disini memang tidak sangat pandai dalam melantunkan Al-Qur’an, apalagi menguasai makharijul huruf dan ilmu tajwid, namun anak-anak ini memiliki semangat yang tinggi, dan tentunya harapan masa depan kami. Selama kami masih diberi napas, kami akan terus mengajarkan Al-Qur’an. Karena kami percaya, setiap huruf yang mereka baca adalah cahaya untuk dunia dan akhirat.”
Pengalaman ini begitu berharga dan berkesan, mengajarkan saya bahwa pendidikan bukan sekadar fasilitas atau kemewahan. Di pelosok Thailand Selatan, saya melihat ketulusan dan ketekunan yang murni. Cahaya yang tak akan padam selama Al-Qur’an terus dibaca dan diajarkan, meski dengan lidah yang terbata-bata.
(**)