Solusi Indonesia Keluar dari Krisis Multidimensi

  • Whatsapp
Apendi Arsyad

jurnalbogor.com – Astaghfirullahalazim
Bencana alam bertubi-tubi melanda negeri ini seperti yang terjadi di bumi Minang Kabau, Sumbar, daerah Lembah Anai, dimana terjadi tanah longsor, erosi, banjir bandang dan mendatangkan petaka dan musibah bagi penduduk setempat (local community). Kejadian ini, sebenarnya  bisa dipahami secara pendekatan sains ekologi, memahami gejala alam (ekosistem alam).

Makanya setiap kita akam berencana mengubah lanscape alam (kontur/topografi, aspek geologi etc), apabila kita mengusulkan, mengajukan untuk membuat proyek insfrastuktur seperti jalan dan jembatan seharusnya dikaji dahulu dampak lingkungan, sosisl dan ekononi secara mendalam oleh para ilmuwan/pakar (saintis) yang jujur (betintegritas tinggi, anti KKN,  good caracters) berkalaborasi dan bekerja memanfaatkan iptek multidisiplin.

Read More

Mereka para ahli melakukan kajian (study) mengenai berbagai dampak penting plus-minus akan adanya pembangunan proyek fisik, dan dikerjakan secara pendekatan holistik dan sistemik dengan prinsip kehati-hatian. Dokumen AMDAL akan menghasilkan dokumen detail Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan.(RPL), demikian itu perintah atau landasan hukumnya UU, PP, Kepres dan KepmenLH RI.

Pekerjaan kajian para saintis yang berintegritas tersebut itu, sejak dahulu dikenal dengan nama Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Belakangan ini pendekatan Studi pendahuluan kelayakan AMDAL  untuk pembangunan proyek-proyek fisik seperti  konstruksi yang merubah bentangan alam, AMDAL mulai diabaikan the ruling party. Karena AMDAL dengan produk UU Ombibualaw ttg Ciptaker, dipandang tak perlu karena menghambat proyek investasi dan bisnis perlu cepat keluar surat izin usaha bisnisnya. Demikian itu kata atau opini dari regim penguasa mas Joko dan om LBP serta BL.

Ya jadinya atau akibatnya begitu dimana kondisi Indonesia di masa kini, mengalami krisis ekologis,  panen dan bermunculan bencana alam buatan manusia yang sambung-menyambung akibat dampak berupa perubahan ekosistem alam melalui proyek-proyek kontruksi yang tidak ramah lingkungan. Regim penguasa yang mengeluarkan izin usaha-bisnis dan investasi sangat abai dengan pemahaman ekosistem alam (ekological natural resource).

Padahal masyarakat global telah berkomitmen, yang disepakati dan diperkuat PBB dan didukung NGO internasional.  Negara kita sebagai anggota PBB sudah mensepakati dan meratifikasi berupa UU yang berkaitan implementasi konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) dengan menseimbangkan dan mensinergikan dimensi atau aspek ekonomi (economic growh), ekosistem (konservasi, design with natural) dan ekososial (social equity) setiap usaha-usaha pembangunan di negara masing-masing, termasuk Indonesia didalamnya.

Kesimpulannya mengapa Tanah Air Indonesia belakangan ini bertubi-tubi datangnya bencana alam buatan manusia atau akibat ulah manusia, sehingga lingkungan rusak? Sebab regim yang berkuasa (the ruling party) lebih memfokuskan atau memitik beratkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dalam mengeksploitasi SDAL secara membabi buta, dan mengesampingkan atau abai dengan pembangunan insprastruktur/proyek-proyek fisik yang berbasis ekologis dan ekososial.

Lihat saja praktik Proyek Strategi Nasional (PSN) yang tanpa dokumen AMDAL yang baik seperti contohnya PSN Eco Rempang, Kawasan Barelang di Provinsi Kep Riau, perairan Selat Malaka,  yang terbukti melanggar HAM berdasarkan hasil evaluasi Komnas HAM.

Juga PSN IKN Nusantara di Kaltim itu juga sebenarnya tidak layak dalam berbagai perspektif kajian sains, sehingga terjadi pemborosan anggaran APBN dan problem agraria milik tanah adat tergusur dll. Begitu juga PSN Smekter Tambang Nikel dengan pendekatan dan strategi hilirisasi yang didengunkan mas Joko, juga kurang layak karena mengabaikan ekososial, masyarakat lokal termarginalkan dan tenaga kerja Aseng yang banyak menikmati, masyarakat lokal di sekitar proyek Smelter hidup miskin (baca laporan HU Kompas thn 2023 yg lalu).

Juga PSN food estate yang gagal total dI Kalimantan yang menghabiskan dana APBN triliunan tapi hasilnya tumbuh “singkong”. Kejadian ini, akibat public policy dan regulasi yang diputuskan abal-abal tidak menggunakan pertimbangan saintifik,  istilahnya pembangunan Indonesia yang “paradoks dan anomali” dimana tidak sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang digariskan, ada 17 tujuan yang ingin dicapai, dengan sejumlah indikator dan parameternya.

Maaf Indonesia jika bicara SDGs berada pada peringkat bawah, nomor buncit yang tak mengembirakan dan mengundang keprihatinan kita sebagai rakyat Indonesia, karena negara kita masih berada pada negara yang berstatus negara sedang berkembang (Developing country), entah kapan NKRI termasuk negara maju (developed country).

Padahal ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungannya yang dimiliki negeri ini, demikian sangat kaya rayanya dan melimpah. Kuncinya sukses itu sesunghuhnya terletak pada tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dimana para elite politik dan birokrasi Pemerintahan harus dan wajib taat aturan hukum diantaranya gaya dan gerak hidup yang bersih, dengan carabmenjauhi perbuatan jahat dan tak terpuji yg namanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),  yang telah dilawan gerakan Reformasi thn 1998 melawan regim  Orde Baru bpk Jenderal Suharto yang telah berkuasa selama.lk 32 thn dengan praktik-praktik KKN-nya.

Kini perbuatan bejat KKN belum juga sirna, dan  muncul lagi, tampak kian kasat mata, terang-terang korupsi besarnya fantastik triliunan Rupiah dan sangat marak selama 5 tahun terakhir. 

Kemudian puncak perbuatan nepotisme terjadi, faktanya “sukses” putera mas Joko, GRR anak Presiden RI yang tak memenuhi syarat UU, berhasil menjadi Wapres RI periode tahun 2024-2029, yang sesungghnya sangat menampar muka orang-orang kaum yang berakal waras dan berilmu-pengetahuan dan menguasai teknologi sebagai ilmuwan, pakar, akademisi dan komunitas intelektual di negeri ini.

Ini salah satu fakta perbuatan KKN tampak kepermukaan semakin marak, baik dalam aktivitas bisnis perdagangan, investasi pertambangan, industri dan proyek insprastraktur (ekonomi) dan terlebih dunia politik diwarnai proses pencalegan dengn cara rekruitmen nepotistik, dimana  ada hubungan keluarga, genial yakni anak, menantu, ponakan dan isteri, alias “AMPI”. Nauzubillahi minzalik.

Jika perbuatan  KKN terus berlanjut seperti begini ini dan begitu, kira-kira kapan NKRI bisa meraih status menjadi negara-bangsa (nation state) yang beradab dan berkemajuan dan rakyatnya hidup berkeadilan  dan makmur-sejahtera lahir dan bathin.

Hal ini nampaknya kondisi saat ini, sikap pesimis, ibarat pepatah: “semakin jauh saja panggang dari api”,..” ikan yang dipanggang tidak akan masak-masak.” Walaupun sudah ditunggu-tunggu amat lama waktunya dengan kesabaran dan keprihatinan.

Semoga pemimpin baru, Presiden RI terpilih thn 2024 yang muncul di era millenial ini, diharapkan bisa membawa Indonesia keluar dari multikrisis yang melanda masyarakat dan bangaa dewasa ini. Insya Allah, salah satu solusinya dengan syarat bahwa kualitas keimanan dan ketaqwaan (imtaq) dan penguasaan ipteks harus menyatu dalam diri pribadi (kepribadian) dan watak setiap para pemimpin yang berkuasa negeri ini, siddiq, amanah, fathonah dan tabliq, serta kemudian hijrah, tinggalkan perbuatan keji dan jahat KKN dalam urusan publik, yang merusak sendi-sendi bernegara dan memiskinkan rakyat.

Semoga NKRI selamat dari keterpurukan dan kehancuran, negara gagal, akibat perbuatan.aparatur  yang zholim, gemar ber-KKN kini mereka mulai tinggalkan dan hendaknya sirna.
Syukron barakallah.


Wassalam
=====✅✅✅
Dr Ir H Apendi Arsyad, M.Si (Dosen, Konsultan Lingkungan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan di media sosial)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *