jurnalbogor.com – Proyek Pengembangan Bandar Udara Depati Parbo, Jambi dipersoalkan setelah munculnya pengaduan bahwa proyek tersebut memiliki kejanggalan dalam lelang proyek. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun diminta untuk segera melakukan investigasi proyek yang beraroma dugaan korupsi.
Dikutip dari daulat.co, Jumat (14/2/2025), masalah ini sebetulnya sudah muncul sejak lama, dimana adanya pengaduan masalah dalam proyek bandara itu sudah sejak setahun lalu. Pengaduan itu ditujukan kepada Kementerian perhubungan (Kemehub). Aduan dilayangka pada 23 Februari 2024 oleh PT Bryan Bimantara Lestari (PT PBL). Aroma korupsi di proyek Bandara Depati Parbo ini sudah terjadi sejak awal penetapan tender.
Proyek senilai Rp 24.317.400.000 ini hanya dua perusahaan yang mengajukan penawaran.
Pertama, PT Putra Rato Mahkota dengan nilai penawaran Rp 23.214.500.370. Lalu PT Bryan Bimantara Lestari yang menawar di angka Rp 24.316.770.000. Namun, diklaim berdasar hasil evaluasi panitia lelang terkait, tender dimenangkan oleh PT Putra Rato Mahkota.
Sesuai posedur, PT PBL lalu meminta Kementerian Perhubungan untuk melakukan tender ulang.
“Mendesak kepada Pokja Pemilihan untuk meneruskan melalui PPK/KPA pada satuan kerja Bandar Udara Depati Parbo di Kerinci guna dimasukkan ke dalam daftar hitam (Blacklist)” begitu isi pengaduan tersebut.
Direktur utama PT PBL Umarudin pun mengakui pihaknya telah melayangkan aduan kepada Kemenhub. Umardin menegaskan bahwa fokus sanggahan mereka memang soal validitas Sertifikat Badan Usaha (SBU) perusahaan pemenang tender, PT Putra Rato Mahkota.
Menurut Umardin, terdapat ketidakberesan dalam proses tender yang seharusnya diawasi ketat oleh Kementerian Perhubungan. “Ini sangat aneh. Inti sanggahan saya adalah masalah SBU-nya. Tidak valid dan bermasalah, tapi kok bisa menang,” jelas Umardin.
Kala itu, Dirjen Bina Konstruksi menjelaskan SBU PT Putra Rato Mahkota telah habis masa berlakunya. “Mereka bilang SBU PT Putra Rato Mahkota habis masa berlakunya. Ini berarti mereka tidak memiliki izin yang sah untuk mengikuti tender ini,” tambahnya.
Umardin, juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses tender proyek tersebut.
Menurutnya, di LPSE Kementerian Perhubungan proyek ini masih berstatus bintang satu dan belum berkontrak. Namun, dia merasa aneh karena pekerjaan di lapangan sudah dimulai.
“Sesuai aturan barang dan jasa, wajib dicantumkan pemenang berkontrak. Saya kaget. Kok sudah bekerja?,” ungkap Umardin.
Kejanggalan ini terungkap saat Umardin memeriksa status proyek Bandara Depati Parbo di LPSE Kementerian Perhubungan. Ia menemukan bahwa proyek tersebut masih berstatus bintang satu, yang berarti proses tender belum final. Namun, di lapangan, pekerjaan sudah berjalan.
Proyek pengembangan Bandara Depati Parbo senilai Rp 24,3 miliar ini mencakup pembangunan terminal baru seluas 1200 m² dan akses jalan terminal seluas 6.787 m², dengan waktu pelaksanaan 240 hari kerja yang dimulai sejak Januari 2024.
Proyek ini dilaksanakan oleh PT Putra Rato Mahkota yang beralamat di Jakarta Pusat. Merespons hal itu, Anggota DPD RI dapil Jambi Elviana, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit investigasi terkait polemik dan masalah di proyek Bandara Depati Parbo Kerinci.
“BPK dan KPK tidak boleh mendiamkan hal ini. Kami sangat prihatin korupsi di Kerinci tidak putus-putusnya beritanya,” ujar Elviana.
Ia pun telah melaporkan masalah proyek tersebut ke BPK RI perwakilan Jambi untuk segera melakukan audit investigasi. Ia berharap bahwa langkah ini dapat mengungkap kebenaran di balik polemik yang terjadi.
Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci, Heri Cipta menjelaskan bahwa kelanjutan pembangunan Bandara Depati Parbo pada 2024 langsung berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, bukan lagi melalui Dinas Perhubungan.
“Jadi bukan lagi melalui Dinas Perhubungan, tapi langsung dari Kemenhub,” katanya.
Terbaru, Direktur Eksekutif Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan, kasus seperti ini masih sangat marak di sejumlah proyek kementerian. “Istilahnya si pemenang tender sudah disiapkan atau sudah ada main mata dan kongkalikong,” ujar Uchok.
Karena itu, Uchok mendesak penegak hukum sperti KPK dan Kejaksaan Agung untuk mau lebih aktif menyoroti proyek-proyek di kementerian. “KPK dan BPK harus lebih aktif, jangan diam dan menunggu ada laporan,” tegasnya.
Lebih lanjut Uchok juga menjelaskan, rantai korupsi di proyek seperti itu biasanya sangat sering melibatkan oknum pejabat penting di lingkungan kementerian tersebut.
“Jadi kalau kasusnya di Kemenhub, ya bisanya pemainnya orang-orang dekatnya orang nomor satu di Kemenhub. Karena itu di era Prabowo ini hal itu tidak boleh ada lagi,” ujarnya.
Sejumlah sumber di Kemenhub menyebutkan, kasus proyek bandara di Kerinci itu melibatkan orang-orang penting di kementerian. “Orangnya sudah diperiksa, ada dua figur penting di proyek itu, RK dan MK. Inisial terakhir ada di posisi penting saat ini. Dan orang kesayangan menteri sebelumnya,” tandasnya.
(yev*)