jurnalbogor.com – Apa isi pesan yang diposting dan telah viral di medsos oleh seorang yang berpeci hitam, bergaya ustadz, yang menarasikan sejumlah siswa SMA terpapar sikap intoleran dan radikal. Ya itulah kerjaan agen-agen zionis di Indonesia. Kluster masyarakat ini, apa yang kita sebut golongan Islamophobia yang munafik.
Ya, beginilah dampak PDIP mengalami kemenang 2 kali dalam Pemilu, juga memenangkan Pilpres. Umat Islam Indonesia, digoda, diobok-diobok ajarannya dengan paham bergerak bandulnya ke arah sekularisme, ateisme/komunisme, dengan cara membangun opini “alergi, phobia dan bahkan anti agama Islam.
Sore tadi saya ikut rapat Dewan Pakar ICMI Pusat, berdasarkan sharing info dan ide, semakin tampak gejala Islamophobia tersebut.
Misalnya ada tindakan birokrasi seperti Kemenag RI memarginalkan MUI Pusat, Kemendikbud RI pernah ada rencana mengganti 3 UU Pendidikan dengan 1 UU Sisdiknas omnibuslaw dimana prasa agama hilang dll (baca artikel saya Kritik terhadap RUU Sisdiknas, thn 2022 ybl), RUU ttg HIP yang ditolak umat dan gagal ditetapkan menjadi UU HIP, dimana sila pertama bukan lagi Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi berubah Ketuhanan yang Berkebudayaan, dan banyak lagi misal pidato-pidato Yml bpk Presiden Jokowi melarang politik identitas di dalam Pilpres dan Pileg thn 2024 mendatang, ini jelas sasaran bidiknya ke partai-partai yang berindentitas Islam.
Walaupun kita paham hampir sejumlah negara di dunia, termasuk negara maju seperti Inggris, Belanda, Israel dan USA sekalipun ada parpol yang berbasis ideologi agama tertentu seperti misalnya Parpol Kristen, Parpol Yahudi dll.
Ingat Indonesia tidak mengenal praktik memisahkan agama dan negara (sekularisme). Meminjam istilah Menkopolhumkam RI bpk.Prof.Mahfud MD, bahwa NKRI adalah negara sosial relegius. Baca pembukaan UUD 1945 pada alinea kedua bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai atas berkat dan rahmat dari Allah SWT.
Akan tetapi saat ini parpol-parpol yang bersimbol Islam sudah berhasil mereka kuasai, sebut saja misalnya PPP, PKB dan PAN. Kekhawatiran berlebihan terhadap kampanye berbau keagamaan, mengutip ayat-ayat Al Quran dalam aktivitas kampanye pesta demokrasi Pemilu thn 2024 dan Pilpres, akan tidak ada (sirna).
Begitu pun banyolan-banyolan, ledekan Ketum PDIP beredar viral di medsos tampak ekspresi meremehkan dan merendahkan agama Islam seperti pengajian ibu-ibu (emak-emak) muslimah yang menyebabkan anak balita tumbuh pendek dan abnormal (stunting), juga ibu Ketum ini beucap secara sadar bahwa beliau tidak percaya ada kehidupan hari akhirats, dll yang barang tentu cukup mengagetkan dan mengecewakan kita ummat Islam Indonesia. Beliau tokoh panutan the ruling party saat ini, yang ucapannya akan digugu dan ditiru oleh para pengikutnya (followers).
Belum lagi yang amat mengusik pikiran, menusuk hati dan perasaan kita, atas pernyataan Menag RI Yth bpk Staqup bahwa “azan subuh di masjid seperti gonggongan anjing,”, Menag Staquf dengan SK Menagnya bermaksud membatasi penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Soal dan issu ini mencuat, akhirnya menimbulkan protes dan perlawanan keras terhadap Staquf, antara perlawanan keras datang dari Ketua Lembaga Adat Minangkabau Sumbar bpk.Dr Syahrur, postingan viral di medsos.
Memang betul-betul edan rezim zaman now, tindakannya banyak diluar nalar sehat. Mereka menampakan sikap Islamophobianya sedemikian terang. Walaupun sebenarnya masyarakat dan negara Amerika sudah mencabut UU Islamophobia, tetapi di NKRI yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa (bertauhid) ini, justru mengembangkan dan ada kecenderungan memunculkan sikap anti dan alergi terhadap agama Islam (Islamophobia).
Belum lupa dalam ingatan kita, dimana Yml bpk Presiden RI “melarang” kegiatan berbuka puasa di kantor-kantor Pemerintahan. Ini salah satu faktanya, padahal buka shaum itu biaya tak seberapa untuk tetapnya terjalin silaturrahmi untuk menciptakan rasa persatuan-kesatuan antar sesama warga bangsa, persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah).
Bahkan yang menyakitkan statement Ketua BPPIP RI bahwa musuh Pancasila adalah agama, sontak jagat raya Indonesia terkejut. Sekarang peserta Paskipraka HUT RI ke-79 thn 2024 di Kaltim, dapat berita di media sosial, peserta Paskipraka putri ada 18 orang berjilbab dipaksa dicopot busana muslimah jilbabnya.
Disinyalir yang melakukan pelarangan adalah BPPIP RI karena penanggungjawab pengelolaan Paskipraka HUT RI saat ini adalah BPPIP RI. Edan, sesat dan menyesatkan sedang terjadi dalam pengeloaan negara. Apakah ini merupakan suatu indiksi bahwa birokrasi pemerintahan RI telah disusupi kader-kader PKI ? Hal ini pernah dikaji oleh ustadz Dr Alfian Tanjung gejala sosial reingkernasi PKI memang ada dan terasa. Tinggal kini kita sebagai WNI yang nasionalis relegius sejati harus dan wajib mewaspadainya dan mencegah bangkitnya PKI kembali melalui berbagai cara perlawanam dan protes, jangan sampai mereka berkembang menguasai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Terakhir bpk Jokowi bersikap tidak netral dalam Pemilu Pilpres 2024 dengan berbuat “cawe-cawe”. Padahal beliau statusnya Presiden RI sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, bukan petugas partai, sebuah ungkapan yang merendahkan martabat Presiden RI. Selaku negarawan sejati, bpk Jokowi harus bersiap siaga menjadi penengah (wasit) seandainya apabila terjadi konflik (chaos) antar elite politik dan pimpinan Parpol peserta Pemilu.
Ingat peristiwa Dekrit Presiden RI pertama Ir.H.Soekarno, pada tgl 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945 yang bernapaskan Piagam Jakarta. Ini sebagai suatu bahan pelajaran (lesson learned,) bagi warga bangsa Indonesia yang majemuk.
Mereka sedang bekerja mesin politik Islamophobia di birokrasi pemerintahan seperti Lembaga Kepresidenan, Kementerian Negara, DPR RI, MK dll, jika kita melihat dan menganalisa dari perpektif konstitusi pasal-pasal UUD 1945 banyak bias, menyimpang dan kelihatan bertentangan.
Terakhir ini sebut saja sejumlah regulasi yang lahir dan diputuskan sebagai produk hukum seperti UU Ciptaker. UU Minerba, UU IKN, UU Pemilu dan UU KPK ada kesan dan pesan pro oligarky dan pro koruptor.
Sekarang yang menghebohkan dan menuai banyak protes yaitu terbitnya PP 26 thn 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut, dimana Pemerintah membuka kembali perizinan usaha pertambangan dan ekspor pasir laut, yang sebelumnya dilarang karena merusak ekosistem perairan laut dan pulau-pulau kecil dan merugikan masyarakat nelayan setempat.
Saat ini satu dasawarsa terakhir arah reformasi berputar balik ke belakang, ibaratnya “jarum jamnya bukannya maju ke depan, akan tetapi diputar mundur” spt era Orba dulu. Misalnya nasib pelaksanasn otonomi daerah (Otda) tidak jalan, regulasi dan kebijakan pembangunan yang tadi desentralisasi (otonomi daerah) sekarang ditarik mundur, kembali ke kebijakan sentralisasi.
Hal ini terbuktinya sedemikian banyaknya terbitnya Perpu, PP, Kepres dan Kepmen/Permen yang mengatur urusan Pemerintahan kini berada dalam genggaman dan hegemoni Pemerintahan Pusat. Pemda-pemda (pemkab dan Pemkot) diperdaya, banyak dicabut kewenangannya, terutama soal bisnis dan investasi dengan munculnya UU Omnibuslaw yang merusak tatanan sosial tersebut.
Saya mengetahui permasalahan mandeknya pelaksanaan otda tersebut dari hasil seminar hibrit/webinar Majelis Kajian Otda MPP ICMI thn 2022 di Balaikota Bogor, yang dipimpin bpk.Dr.Sudirman Said. Dalam seminar nasional Otda tersebut Ketua Umum Apkasi, bpk.Dr.Bima Arya Sugiarto membeberkan dalam materi presentasimya soal surutnya implementasi Otda di Indonesia, disertai fakta-faktanya terutama dalam perizinan investasi pemanfaatan sumberdaya alam seperti pertambangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, industri dan perdagangan, dll.
Jadi, tidak heran banyak yang berpendapat bahwa agenda reformasi kini dalam keadaan mandek dan mangkrak, alias tidak jalan. Kita berharap, dan harus optimis ke depan, pada Pilpres 2024, sukses menghasilkan pemimpin baru yang visioner, berkarakter ilmuwan, berakhlaq mulia dan tidak dibawa kendali oligarky jika membuat keputusannya.
Kondisi demikian bisa terjadi apabila ada pergeseran parpol pemenang Pemilu 2024 baik pilpres dan pileg dari yang lama PDIP ke Parpol koalisi yang baru.
Jika tidak gerakan Islamophobia di Indonesia akan tetap semakin mendapat tempat untuk berkreasi dan berkembang biak, yang memarginalkan gerakan dakwah Islamiyah dan gerakan moral lainnya sejalan dengan falsafah dan ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945 agar dijalankan secara murni, konsisten dan konsekuen.
Pancasila bukan hanya slogan, retorika, jargon-jargon, akan tetapi tatanan dan sistem nilai dan norma-norma serta kaidah 5 sila Pancasila dipraktikan dalam keseharian berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bermegara. Para pemimpinnya memberi tauladan dalam berucap dan berperilaku, bebas dari perbuatan jahat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak gila tahta, harta dan wanita, bebas dari penyakit 3 Ta yang sesat dan menyesatkan itu.
Semoga kaum terpelajar muslim Indonesia semakin cerdas melihat perkembangan gerakan Islamophobia dan anti Islam di tanah air Indonesia.
Syukron barakallah
Wasaalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si (Pendiri ICMI thn 1990 dan Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor merangkap Wasek Wankar MPP ICMI, Pendiri dan Dosen Senior Universitas Djuanda Bogor, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan di media sosial)