Bagaimana Nasib Hak Angket Pemilu Pilpres RI 2024?

  • Whatsapp
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,M.Si

jurnalbogor.com – Sekitar seminggu yang lalu, salah seorang senior saya alumni IPB, Dr.Budi Sugeng Harsono, mas Budi, begitu saya panggil menshare japri kepada saya, judul tulisannya “Puan Membuka Diri Untuk Berkoalisi dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM)”.?

Mas Budi, menyimpulkan  isi Pidato Ketua DPR RI, Puan Maharani (PM) yang juga Ketua DPP PDIP, yang dibacakan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024 di gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa 5 Maret 2024.

Read More

Kita tahu, bahwa diluar gedung DPR RI ramai para demontran meneriakan yel-yel “anti Jokowi” sebagai biang masalah bangsa, dan publik meminta DPR RI melakukan hak angket meminta pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemilu Pilpres 2024 curang.  Bahkan ribuan demontran secara bergelombang ke DPR RI, agar Presiden RI Jokowi diberhentikan (impeacment) karena Jokowi telah begitu banyak melakukan perbuatan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang (abuse of power and authority) selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI.

Lantas mas Budi, berdasarkan isi pidato PM tersebut, dalam tulisannya menyebutkan 5 hal sikapnya, yaitu:

(1) PDIP tidak berniat sungguh-sungguh dan tidak akan mengusung hak angket tentang kecurangan Pemilu,
(2) PDIP akan tetap bersama Jokowi sd Oktober 2024,
(3)  PDIP mengakui hasil pemilu Pilpres RI 2024, termasuk mengakui.kemenangan capres PS dan Cawapres GR,
(4) PDIP akan bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KiM) bersama PS dan GR, dan
(5) PDIP sudah melupakan pertarungan Parpol, dan juga Capres RI GP beserta fraksi pendukung di internal PDIP.

Berdasarkan opini tersebut, saya diminta komentarnya, diantaranya bagaimana nasib usulan Hak Angket DPR RI untuk meminta Presiden RI Jokowi menjelaskan praktik-praktik kecurangan Pemilu Pilpres RI thn 2024 yg terstruktur, sistematis dan massif (TSM) itu.

Juga Presiden RI Jokowi terus bercawe-cawe “abuse of power and authority” guna membela paslon 02 Capres RI PS dan Cawapres RI GR, putranya Jokowi. Presiden RI Jokowi tidak bersikap netral, perilakunya bukan seorang negarawan, dan Jokowi melanggar sumpah dan janjinya ketika dilantik menjadi Presiden.RI di sidang MPR RI Senayan Jakarta, lk 5 tahun lalu.

Menurut pendapat saya, ada benarnya juga analisa mas Budi, ada 5 sikap PDIP, yang dapat dipastikan Hak Angket DPR RI tidak terwujud, sebab “king makernya” Ketua PDIP yang menjadi Ketua DPR RI, PM tidak sejalan dengan tuntutan dan aspirasi Rakyat yang menuntut hak angket tersebut.

Akan tetapi, simpulannya tidak sesederhna itu. Saya membaca pola perilaku Parpol beserta elite politik (the ruling party) negeri ini, teramat sulit dipastikan arahnya kemana? Unpredictable..?

Ibarat menendang bola bundar di lapangan rumput, mengelinding bolanya, muaranya dimana sangat sulit bisa pasti, ketidakpastiannya sungguh tinggi (high destruption).

Mengapa?
Sebab para politisi atau elit politik Parpolnya, sarat dengan manusia atau orang-orang berwatak superpragmatisme, dan maaf berperilaku munafik, jika bicara-suka berbohong, jika berjanji, suka ingkar, dan jika diberi amanah-akhirnya berhianat. Itulah wajah politisi kita di negeri ini.

Sebab landasan berpikir, bersikap dan berbuat mereka memberhalakan “wabil fulus” disertai “wabil bulus”. Makna lainnya etika, moral dan ketaatan hukum sangat lemah dan bahkan “zero” (nihil).

Akhirnya wajah dinamika perpolitikan Indonesia, tampak mengalami “pseudo democracy”, demokrasi semu, dan akhirnya terjadilah politik ala “demograzy” orang gila berdemo, dan atau masuk diakal kiranya, pola perilaku “akal bulus”menyelimuti atmosfer dunia politik negeri ini.

Mengapa demograzy bisa terjadi? Penyebabnya banyak hal, diantaranya para aktor politik yang berkompatesi dan bertarung dalam mendapatkan kursi dalam Pileg RI secara langsung, terlalu tinggi pengeluaran biayanya (high cost politic), sehingga legislator yang muncul sumir dan nir-idealisme, yang dominan berkarakter pragmatisme. Mereka para caleg, tidak terseleksi dengan baik spt apa kompetensi, karakter test psikologinya, pengalaman dalam kepemimpinan dan kepedulian sosial serta succes story, etc.

Variabel-variabel tersebut tidak menjadi dasar pertimbangan keputusan pimpinan Parpol. Keputusan pencalegan, lebih menitikan beratkan pada loyalitas pribadi, materialistik, dan bersifat semu.

Hal itu terjadi, manajemen dan organisasi Parpol sangat buruk alias tidak profesional tata kelolanya. Parpol peserta Pemilu mayoritas tidak punya program pengkaderan, seleksi kader sebagai caleg, sistem seleksi caleg tidak jelas.

Bahkan para caleg seleksi berbasis parameter dan indikator moralitas dan etika diabaikan sama sekali.

Contohnya banyak para caleg yang diusulkan dan diusung Parpol, WNI yang bermasalah hukum, moral dan etika. Misalnya mantan narapidana korupsi, pencandu narkoba, mapia hukum, mafia bisnis dan perdagangan, mafia agraria, maaf manusia-manusia kadar imtaqnya dipertanyakan, ada pimpinan Parpol yg tak percaya hari akhirat dan bahkan Islam-pobi dll.

Makanya arah dinamika perpolitikan para elite politik negeri ini sulit ditebak, diterka dan atau tidak bisa dipastikan. Mereka berpolitik bukan didasari idealisme sebagai jiwa dan semangat dari isi Pembukaan UUD 1945 dan sistem nilai Pancasila, akan tetapi pola budaya mereka hanya berorientasi kepentingan materi (money, fulus) semata, dan bagi-bagi kekuasaan dengan akal bulus.

Gejala sosial politik tampak, kader parpolnya berpindah-pindah partai, koalisi tidak fermanen, senang lompat pagar oportunis dan pragmatis. Lihat saja perilaku politik mereka sekarang kawan, setelah itu menjadi lawan, atau sebaliknya. Sebagaimana dipertontonkan para elite politik saat ini seperti dulu SBY vs Muldoko, PS vs Jokowi, kemudian “berkawan”, sekarang Megawati vs Jokowi, dahulu berkawan, Jokowi diklaim kader PDIP dan perugas partai, dll..sekarang bagaimana?

Saya menduga juga Capres RI PS dengn Jokowi sekarang berkawan, saling bekerjasama untuk kemenangan Pilpres RI 2024,  boleh jadi pada waktunya nanti PS sebagai kader militer yang kuat komitmen kebangsaannya “bermusuhan” atau merupakan lawan politik terhadap Jokowi karena kepentingan bersama, politik akomodasi dalam Pemilu Pilpres RI thn 2024 sudah berakhir. Dan kebetulan muncul tantangan baru dalam sistem perpolitikan nasional untuk mempertahankan kedaulatan negara (NKRI), dari pengaruh hegemoni politik negara  komunisme China, RRC, wallahu a’lam.

Demikian komentar saya terhadap tulisan mas Dr.Budi Sugeng Harsono. Hatur nuhun kita telah berbagi info dan analisis kondisi politik mutakhir Indonesia di Pemilu Pilpres dan Pileg thn 2024, bagaimana nasib Hak Angket DPR RI?
Jawabannya penuh ketidakpastian (full destruption).
Wassalam

====✅✅✅

Penulis: Dr.Ir.H Apendi Arsyad, M.Si
(Dosen dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat MPW ICMI Orwilsus Bogor, Konsultan, Pegiat, Pemerhati dan Kritikus Sosial)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *