Pemberitaan Kompas yang Paradoks

  • Whatsapp
AA (kanan) ketika bersama Ketua DPRD Kota Bogor Dr Atang Trisnanto.

jurnalbogor.com – HU Kompas adalah timses mas Joko. Jika dilihat pemberitaan selama ini, kentara sekali pemberitaan HU Kompas menjelang pelaksanaan Pemilu Pilpres pada 14 Februari 2024 lalu tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Presiden RI Jokowi dan Wapres RI KH Makruf Amin telah diekspose memuaskan ditinjau dari beberapa aspek dan indikator, baik dan memuaskan.

Hasil surveinya terakhir Juni 2024, diexpose lagi data tingkat kepuasan kepempinan nasional melebihi angka 80 persen dengan tren yang meningkat, paradoks dengan fakta realitas yang tengah terjadi di lapangan.

Read More

HU Kompas surveinya untuk masyarakat kelas bawah yang miskin, yang rentan politik sembako yang merespons positif dengan ungkapan headline di HU Kompas tertulis judul laporannya ..”Kepuasan Publik Meningkat, tapi Rentan”. Sedangkan data survei kelas menengah dan atas, hasil kesimpulannya sebaliknya; ketidakpuasan cukup tinggi, tetapi tidak dinarasikan secara jelas dalam pemberitaannya.

Saya baca HU Kompas Jumat 21 Juni 2024 hal 1 dan 15, ya begitu, yang headline judul laporan survei, data yang masyarakat miskin tersebut, saya simpulkan “unfair”. Walaupun HU Kompas menurunkan 3 artikel yang agak berimbang pada halaman 2 dengan judul.”Gelombang Bansos di Balik Citra Positif’, dan artikel dihalaman bawahnya berjudul “Kinerja Kesejahteraan Sosial dalam Balutan Bansos”. Berikutnya artikel pada halaman 3, yang agak “bombastis” berjudul “Citra Jokowi Jelang Akhir Jabatan”, dimana salah satu konten artikel tersebut ada “trend Citra positif Presiden Jokowi”, dengan angka hasil survei terakhir Juni 2024 diperoleh angka 89.4 persen

Tampak misi hidden Kompas, mengangkat citra positif Presiden RI Jokowi, agak “berlebihan”. Hal ini merupakan peristiwa pemberitaan yang berulang-ulang ada penggiringan opini publik yang tak sesuai dengan realitas sosiologis masyarakat Indonesia, yang sejumlah indikator kesejahteraan angkanya rendah dan semakin memburuk seperti indeks kemiskinan, pengangguran, stunting, korupsi, demokrasi, politik dinasti, penegakan hukum, carut marut hukum konstitusi,  pelayanan publik, beban pajak rakyat, ketidakpuasan rakyat terhadap biaya pendidikan UKT, Tapera, Pemilu Pilpres 2024 curang TSM, nilai tukar rupiah terhadap dolar USA merosot tajam, IPM melorot, harga-harga sembako, seperti beras naik tinggi, inflasi tinggi, angka indek gini rasio lampu merah berkisar 0.38-0.4 yang menunjukan kondisi ketimpangan sosial-ekonomi masyarakat yang sangat tinggi, semakin membesar dan ketimpangan menganga, utang negara lebih Rp 8000 triliun semakin menumpuk dan membesar yang diwariskan kepada anak-cucu kita, politik-ekonomi nasional dalam cengkraman oligarki,  dan lain-lain.

Kemudian, informasi yang terbaru beredar di medsos bahwa Indonesia kini termasuk negara kategori miskin di dunia. Kemiskinan masyarakat Indonesia yang semakin parah sesungguhnya tidak akan terjadi, karena lanscape alam Indonesia ini begitu indah, kaya-raya dan melimpah potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungannya, baik hayati, megabiodiversity dengan pertanian tropikanya, dan nonhayati seperti aneka tambang migas, nikel, batubara, bauksit, timah dll. 

Akan tetapi akibat salah kelola (mismanagement), tata kelola yang memburuk (bad governance) akibat birokrasi pemerintahan terkena penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang akut, ya dampak negatifnya rakyat tetap berada bahkan banyak yang berstatus sosial miskin dan generasi millenial (gen Z) selama 10 tahun terakhir banyak yang menganggur akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan (baca laporan HU Kompas waktu yang lalu).

Dengan data dan informasi dari sejumlah indeks indikator yang faktual tersebut, bertolak belakang (paradoks) dengan statement HU Kompas di halaman 2 bahwa …”Ditengah melenjitnya kepuasan kinerja Pemerintah, apresiasi pada penegakan hukum masih stagnan…”. Kalimat “ditengah melenjitnya kinerja Pemerintah”, sangat mengganggu nalar sehat kita.

Demikian komentar saya bpk Prof Sardi dari PPSN, tentang statement bpk di WAG PPSN berbunyi  …”Tp tingkat kepuasan masyarakat oleh Kompas selalu dipatok lebih dari 70 persen”, ada rekayasa opini pencitraan buat mas Joko, dengan narasi yang tak ilmiah, dan bias data. Saya yakin publik tidak akan percaya, kecuali para Jokowers.

Harapannya, semoga kehadiran tulisan ini, dapat memberikan keseimbangan informasi kepada publik, agar berimbang tentang informasi yang baik dan benar, agar masyarakat pembaca tidak sesat dan tersesatkan. Dan jika hal ini dibiarkan, akan sulit mencapai tujuan bernegara, dengan kata lain berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara  berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita haruslah berperilaku jujur dalam semua aspek kehidupan, jika ingin meraih kemajuan yang berkeadaban dan berkeadilan.
Syukron barakallah
Wassalam

=====✅✅✅

Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, MSi (Dosen Senior/Assosiate Profesor dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pendiri  dan Wasek Wankar MPP ICMI merangkap Ketua Wanhat MPW ICMI Orwilsus Bogor, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *