Krisis Ekologi: Apa yang Harus Dilakukan?

  • Whatsapp
Apendi Arsyad

Bismillahir Rahmanir Rahiem
Terima kasih atas respons terhadap tulisan saya kemarin, yang berjudul “Renungan Ramadhan 1446 H: Sampai Kapankah Ekosistem Hutan dan DAS Riau Selamat dan Lestari ?”. Salah seorang yang memberikan respon akang Usep Sutisna di WAG Literasi Bogor (22/3-2025) beliau katakan bahwa hutan lindung Tesso Nilo di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) juga telah mengalami kerusakan ekosistem alamnya (natural ecosystem demage) akibat illegal logging dan perluasan perkebunan Sawit, yang mewabah di kawasan hutan Provinsi Riau.

Hal ini terjadi akibat lemahnya dan bahkan nihilnya pengawasan SDA dan LH terhadap pengamanan kawasan hutan lindung. Juga dampak negatif masih kuatnya budaya jahiliah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang tak kunjung berhenti sejak zaman “baheula” di negeri “Kanoha”. Sebab begitu mudahnya keluarnya perizinan dari Pemerintahan tanpa melihat peruntukan ruang atau tata guna lahan sesuai dokumen Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang telah ditetapkan sebagai produk hukum yang wajib ditaati dan dipatuhi oleh siapa pun, para pemangku kepentingan (stakeholders) baik bagi dunia usaha, pelaku agribisnis, terlebih aparat birokrasi Pemerintahan Pusat dan Daerah, termasuk aparat penegak hukum.

Read More

Betul kang Usep, akibat elite politik dan birokrasi menurut saya berperilaku tidak beradab, serakah sehingga ekosistem hutan tropis dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Riau hancur-lebur semua, tinggal bencana alam yg mereka wariskan kepada generasi kini dan mendatang.

Jujur kita berkata, miris hati ini, perasaan kita melihat kehancuran ekosistem alam dan jasa-jasa lingkungan (sda dan jasling) di Provinsi Riau dari waktu ke waktu. Saat baca di beberapa WAG beranggotakan para Tokoh Masyarakat Riau, saya baca terus maraknya kegiatan penambangan emas illegal (Peti) di.DAS dan lahan perkebunan, termasuk galian C illegal.

Mereka nampaknya tidak paham dan tidak sadar, karena ketololan dan keserakahannnya bahwa SDA dan Jasling itu memiliki 4 fungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia (human basic needs) yaitu SDA dan Jaling berperan strategis dengan fungsi vitalnya adalah sbb:

  1. Sebagai pensupply makanan dan energi, yang diambil atau diekstrak dari SDA baik bahan mentah (raw material) dan atau bahan jadi berupa barang dan jasa (goods and service), yang dikelola dan diproses oleh berbagai perusahaan (coorporates). Jadi seandainya ketersediaan SDA tidak dilestarikan (conservation) atau tidak dikelola optimal, tidak berdasarkan daya dukung lingkungan (environment carryng capacity) maka sudah bisa dipastikan berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha bisnis dan investasi perusahaan karena raw material lama kelamaan habis-funah (distingtion), dan atau mengalami kelangkaan SDA (natural resource scarcity). Akibat scarcity tsb, harga produk yang dihasilkan pebisnis akan menjadi sangat mahal, dan tidak terjangkau daya beli masyarakat, akhirnya bisni merugi dan bangkrut (collapse),
  2. Sebagai penopang dan pendukung kehidupan (life supporting system), karena ekosistem alam berfungsi ekologis, dimana elemen-elemen yang ada di lingkungan alam diciptakan Tuhan Allah SWT berfungsi saling keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Salah satu contoh sebagai fakta, hilang pepohonan atau vegetasi hutan yang tumbuh berkembang biak dilahan atas (up land), jika ditebang dan dibakar akhirnya punah, maka akibatnya areal lahan bawah (low land) seperti DAS, Daerah dataran rendah dan pemukiman akan mengalami banjir, tanah longsor bahkan banjir bandang yg menimbulkan korban harta dan nyawa penduduk lokal (local community) seperti yang banyak terjadi dan kita saksikan di musim hujan. Dan juga dampak negatif lain, hilang dan tak berfungsinya ekosistem hutan terjadi pemanasan global akibat kenaikan suhu, dimana vegetasi hutan tidak menghasilkan oksigen.(O2 dan H2O) dari proses fhotosintesa hijau daun. Oleh karena itu, pola budaya manusia yang baik dan bijaksana (good and wisdom) adalah bermindset dan berperilaku “ecocentrisme” beretika lingkungan, bukan “antropocentrisme” egois, sombong dan serakah dan penjahat lingkungan, dll,
  3. Sebagai penyedia atau sumber keindahan, keasrian, kenyamanan dan kedamaian. Singkat kata apa yang disebut fungsi amenities, dimana lancape alam seperti kawasan pegunungan, pantai, pulau-pulau kecil, ekosistem terumbu karang.(coral reefs) dsb digunakan untuk aktivitas dan bisnis wisata alam (ecotourisme, ecomarine tourisme), yang menyenangkan dan menghibur warga masyarakat, terutama pengguna jasa wisata, jika dikelola dengan baik, profesional dengan kreatifitas dan inovasi, sehingga akan mendatangkan nilai tambah (value added) ekonomi spt PADS, devisa negara, lapangan usaha bisnis dan investasi baru untuk membuka lapangan kerja dll. Hal ini sdh banyak kita saksikan di negara-negara maju di dunia, mengelola potensi wisata SDA DAS, hutan, Pulau-pulau Kecil (small island) yang di Indonesia cukup banyak, dsb mendatangkan wisatawan mancanegara dan dapat meningkatkan pendapatan devisa negara dll, seperti yang pernah lihat di.Jepang, Korsel, Thailand dll, dan
  4. Sebabagai daya assimilasi, penghancur dan pelarut kotoran, limbah (waste, residuals, etc) yang dimasukan ke ekosistem alam (air, udara dan tanah). Setiap ekosistem alam dan Lingkungan hidup spt air-DAS, atmosfer dan lahan) ada batas daya dukungnya. Apa bila kita manusia yang jahat membuang limbah ke sungai, danau atau ke udara, melampau daya dukung dan lingkungan alam tidak mampu melarutkannya, maka lingkungan hidup kita akan terjadi pencemaran (pollution), apalagi jenis limbah yang dibuang itu termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti misalnya air raksa (Merkuri) tambang emas liar PETI di DAS, dsb maka akan berakibat vatal bagi kesehatan manusia, terutama bagi penduduk lokal (local community) pengguna dan pengkonsumsi air sungai. Oleh karena itu semua para pemangku kepentingan (stakeholders) yang menggunakan SDA dan Jasling, harus dan wajib berperilaku yang menjunjung tinggi Etika Lingkungan dalam pola kehidupan keseharian yaitu.menjaga alam dan lingkungan hidup dari kerusakan dan bergiat dalam usaha-usaha pelestariannya.

Ada 5 (lima) pendekatan dan atau langkah strategis dan perbuatan yang baik dan bijak (good and wisdom) dalam keseharian kita, yang wajib dikerjakan dalam upaya mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development).

Pembangunan Berkelanjutan adalah usaha pembangunan yang mampu menyediakan kebutuhan generasi sekarang, tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang (WCED, 1984). Perspektif Pembangunan berkelanjutan berdimensi 3 yaitu ekonomi, ekologi dan ekososial yang saling berkaitan, yang telah disepakati masyarakat global, yang telah ditetapkan PBB (United Nation) sejak thn 1992, Word Summit di Rio Jenairo Brazil, dengan 17 tujuan dalam design SDGs. Sehubungan dengan itu, maka dalam membangun kita wajib dan harus mematuhi kaidah-kaidah hukum lingkungan, antara lain adalah sbb:

  1. Menjaga lingkungan hidup dengan mengelola limbah dengan baik dan teknologi hujan (green technology) dan jika terpaksa membuang sampah ke lingkungan harus pada tempatnya dan capacitas limbah dibuang ke lingkungan pada batas ambien dan jenis sampah yang bisa diurai (biodegreadable) dan mampu diassimilasi lingkungan agar menjadi zero waste, dsb.
  2. Membangun harus memperhatikan konsep Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang sudah diatur perwilayahannya (zonasinya) menurut Jhon.Clark (1992) luas zona preservasi (20 persen), zona konservasi (30 persen) dan zona utility, zona pembangunan (50 persen) wajib ikuti Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku tentang zonasi RUTR, hasil studi.Tim Saintist Amdal. Jangan seperti sekarang sembrawutnya pembangunan di daerah-daerah, yang melanggar hukum seperti di kawasan konservasi Puncak Bogor padatnya bangunan dengan membawa wahana wisata massal, dampak negatifnya menimbulkan tanah longsor dan banjir yang merugikan penduduk di pemukiman lahan bawah (area low land) se Jabodetabek, ditambah lagi sepadan sungai dan DASnya beralih fungsi menjadi perumahan dsb. Di kawasan hutan Provinsi Riau, banyak terjadi kerusakan ekosistem hutan lindung spt bukit Batabuah, Teso Nilo dsb dengan mengeksploitasi kayu-kayu secara illegal (illegal logging) dan kebakaran hutan, makanya bencana alam banjir tahunan yang menimpah pemukiman penduduk di desa-desa akan terus terjadi, hingga zaman Now, dll.
  3. Jika kita mendirikan bangunan di lingkungan, harus memperhatikan kontur dan lanscape alam (design with nature) agar tidak membayakan diri sendiri dan warga masyarakat yang lain. Misalnya membangun di kawasan perbukitan akan berbeda dengan bentuk bangunan pinggir pantai, dsb. Para arsitek harus mendesain mengikuti kontur tanah, topografi dan lanscape alam. Misalnya bangunan rumah bertiang akan lebih cocok di daerah yang berpotensi banjir, dan atau rumah tahan gempa dll. Nenek moyang kita pemukiman perdesaan tempo doeloe sudah memiliki kearifan lokal (local wisdoms) spt rumah bertiang didirikannya untuk menghindari gangguan binatang buas spt harimau, beruang dll.
  4. Kita harus dan wajib melestarikan SDA dan jasling, dengan melakukan berbagai aktivitas konservasi, seperti reboisiasi lahan hutan, replanting bagi lahan perkebunan, restocking bagi perairan laut, sungai dan danau agar sumberdaya ikan tetap lestari, dan regrazing bagi lahan marginal atau lahan tandus, untuk mempertahan dan meningkat keanekaragaman hayati yang besar (mega biodiversity) dll. Dan banyak lagi aktivitas menjaga kelestarian SDA dan jasling yang perlu dilakukan dengan pengembangan teknologi hujau spt organic farming dengan pemanfaatan kompos, pertanian terpadu Leisa menuju zero waste dsb, pengeloaan wilayah pesisir dengan konsep integrated coastal zone management (iczm), dan
  5. Penegakan hukum bagi perusak dan pencemar lingkungan hidup, dengan pendekatan “commond and control”, dimana masyarakat diberikan pendidikan lingkungan (envirorment education) kepada setiap warga masyarakat tanpa kecuali agar mereka paham dan sadar melestarikan SDA dan lingkungan hidup. Mereka terus dibina dan diarahkan (to commond) agar sadarkumling, dan bagi pelanggar hukum lingkungan dengan merusak fungsi-fungsi ekosistem alam harus dan wajib ditindak oleh penegak hukum agar muncul efek jera, kapok. Saat ini pada aspek penegakan hukum (law enforcement) ini yang sangat lemah. Pengaruh mapia begitu kuat dan masuk dalam lingkaran kekuasaan penegak hukum dan institusi peradilan. Terakhir pembangunan yang mengkedepankan kepentingan dan keadilan sosial (social equity, ecosocial) bagi masyarakat lokal, dimana potensi SDA dan jasling itu berada dan dieksploitasi para pengusaha, dll.

Demikian narasi ringkas yang bisa saya sampaikan dalam artikel ini, sebagai respon artikel yang terdahulu saya berjudul “Renungan Ramadhan 1446 H: Kapankah Ekosistem DAS dan Hutan Riau, bisa Diselamatkan dan Dilestarikannya?”.

Semoga kehadiran tulisan saya ini, hendaknya bisa dipahami tentang apa dan bagaimana solusinya untuk menanggulangi krisis ekologi yang kian parah hingga zaman Now. Akhirulkalam, semoga Allah SWT senantiasa dalam lindungan dan pertolongan Allah SWT bagi mereka yang beriman dan bertaqwa, gemar berbuat baik dan kebajikan serta mempercayai kehidupan akhirats sebagai hari pembalasan, agar kita selamat dunia dan akhirats, Aamiin-3 YRA.***
Save Ekosistem Alam Indonesia demi Anak cucu kita..!

Gallery and Ecofunworkshop, Kp Wangun.Atas Rt 06 Rw 01 Kel.Sindangsari, Botim City, West Java, 24 Maret 2025.###

Wassalam
=====✅✅✅
Assosiate Prof.Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Pendiri dan Dosen Universitas Djuanda Bogor 1986-2024, Dosen-Pengajar Matkul Ekonomi SDA dan Lingkungan lk 30 thn, Pendiri dan Ketua Wanhat MPW ICMI Orwilsus Bogor merangkap Wasek Wankar MPP ICMI, Konsultan K/L negara terutama pada proyek-proyek Kajian Pemanfaatan SDA dan Jasling, Dosen LB SPS IPB University, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui Tulisan-tulisannya di media sosial).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *