jurnalbogor.com – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus mengintensifkan kampanye “Indonesia Bebas PCBs 2028” sebagai bentuk komitmen terhadap penghapusan senyawa berbahaya Polychlorinated Biphenyls (PCBs), yang merupakan salah satu jenis pencemar organik persisten atau Persistent Organic Pollutants (POPs).

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan Technical Meeting bertajuk “Enhancing Understanding of PCBs Management in Preparation for PCB Project Phase 2” yang digelar pada 16 April 2025 di Jakarta, para peserta melakukan kunjungan lapangan ke fasilitas pengolahan limbah PCBs milik PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (21/4).
Rombongan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Direktorat Pengelolaan B3 KLH /BPLH yang dipimpin oleh Koordinator Kelompok Kerja Penghapusan B3 KLH, Grace Juanita Romauli Siregar, SH., MH, meninjau langsung proses pengolahan limbah PCBs serta laboratorium uji milik perusahaan asal Jepang tersebut.
Direktur Pengelolaan B3 KLH, Dr. Ir. Haruki Agustina, M.Sc, mengatakan kunjungan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman para ASN terhadap tata kelola PCBs, sekaligus menjadi sarana edukasi langsung di lapangan.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap seluruh peserta memiliki pemahaman yang sama tentang apa itu PCBs, bagaimana kebijakan dan regulasinya, serta proses pengelolaannya secara teknis,” ujar Haruki.
Terkait target penghapusan PCBs di tahun 2028, Haruki optimistis hal tersebut bisa tercapai. Ia menyebut bahwa Indonesia saat ini telah memiliki modal penting berupa regulasi, data inventaris, dan fasilitas pengolahan yang memadai di dalam negeri.
“PCBs telah diatur dalam Permen LHK No. 29 Tahun 2020, dan saat ini kita juga sudah memiliki fasilitas pengolahan seperti di PPLI. Ini merupakan keunggulan kita dibanding negara lain yang belum memilikinya. Tinggal bagaimana kita mengoptimalkan semua potensi tersebut,” tambahnya.
Dalam kunjungan tersebut, rombongan diterima langsung oleh Direktur Technical dan SHEQ PT PPLI, Elpido, yang memaparkan sistem kerja fasilitas pengolahan limbah PCBs. Menurutnya, proses dimulai dari verifikasi limbah yang diterima, penyimpanan sementara, hingga pemisahan minyak PCBs dari trafo dan proses dehalogenasi.
“Jika PCBs masih berupa trafo, maka kami akan pisahkan antara minyak dan cangkangnya. Minyaknya kami olah hingga bebas PCB, sementara bagian trafo dibongkar dan didekontaminasi dari residu,” jelas Elpido.
Sejak dimulainya proyek pengelolaan PCBs pada 2021, PPLI telah menerima dan mengelola sekitar 120 hingga 130 ton limbah dari sekitar 10 perusahaan. Kapasitas pengolahan saat ini mencapai 10 ton per hari.
PPLI juga memberikan layanan penjemputan limbah karena banyak industri tidak memiliki armada pengangkut sendiri.
Elpido menegaskan bahwa limbah PCBs sangat berbahaya bagi manusia karena sifatnya karsinogenik dan dapat bertahan lama di lingkungan. Oleh karena itu, ia mendukung penuh upaya pemerintah dalam penghapusan total PCBs di Indonesia.
“Ke depan, jika PCBs masuk sebagai salah satu indikator penilaian PROPER, kami yakin gaungnya akan semakin luas dan semakin banyak industri yang sadar serta aktif dalam pengelolaannya,” tutupnya. (Aga*)