Saling Lempar, Pembangunan Kirmir DAS Cisunggalah dan DAS Leuwihejo

  • Whatsapp

jurnalbogor.com – Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jawa Barat belum pulih dari kerusakan dan belum sembuh dari azas keterlanjuran. Pembangunan pun seakan dibiarkan melanggar garis sepadan sungai – sungai yang semestinya dilestarikan dan dilindungi payung hukum.

Di Bandung, Pemerintah Kabupaten Bandung terkesan tidak pernah serius menangani masalah kerusakan DAS Citarum, Sub Das serta Mikro Das, hingga kondisi saat ini daerah aliran sungai hampir di semua tempat tidak pernah selesai di urus dengan baik.

Read More

Wahyudin selaku Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat membeberkan, jika merujuk kepada janji politik Bupati Dadang.S pada saat periode pertama terpilih, dia memiliki janji manis yang difokuskan kepada penanganan kerusakan lingkungan yang salah satunya akan mulai mengatasi kerusakan DAS. Sehingga pada saat itu lahirlah Surat Keputusan Bupati tentang Tim Percepatan Penanggulangan Berbasis Mikro Das (SK TP2BMD).

Ia mengatakan, situasi buruk tersebut tidak hanya terpotret di tingkat Pemkab Bandung semata, serupa dengan PPK Das dengan branding Citarum Harumnya, setiap janji-jani politik yang keluar dari kepala pimpinan mulai dari kepala negara hingga kepala daerah hanya menyisakan berbagai sekelumit masalah yang malah tidak pernah menyasar terhadap akar masalah yang mestinya dapat di jawab dengan program mereka.

“Penghamburan biaya negara salah satu bentuk kerugian yang selama ini meningkat. Sehingga kondisi saat ini kerusakan DAS beserta mikro DAS masih tetap berlangsung buruk. Salah satu contohnya, pencemaran limbah cair ke sungai masih berlangsung, lahan kritis masih tinggi, sampah masih numpuk di sungai, alih fungsi sepadan sungai oleh industri pun masih terjadi,” kata Wahyudin dalam keterangannya, Jumat (7/2/2025).

Hal tersebut dapat juga di gambarkan oleh respon WALHI terhadap pengaduan warga yang mengetahui adanya kegiatan pembangunan kirmir di sungai Cisunggalah Kecamatan Paseh.

Menurut Wahyudin, kegiatan tersebut sama sekali tidak diketahui di bawah kelembagaan apa yang memiliki kewenangan pembangunan kirmir tersebut, bahkan jauh lebih dari patut diduga kegiatan tersebut adalah program yang tak bertuan ketika Pemkab Bandung saling lempar, antara Bapperida dengan PUTR. Sama halnya dengan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) yang menurut warga pihaknya tidak mengetahui.

Hal ini menjadi salah satu pertanyaan besar ketika kegiatan di lapangan sama sekali tidak dilengkapi dengan papan informasi sebagai bentuk keterbukaan program, maupun biaya serta kelembagaan yang menjalankan kegiatan tersebut,” ungkapnya.

WALHI juga ingin menyoroti terkait legalitas ke-absah-an kegiatan tersebut, apakah kegiatan tersebut di lengkapi dengan ijin yang benar atau tidak, mengingat dari setiap rencana dan kegiatan tidak semata-mata di jalankan tampa analis dampak yang kemudian muncul, apalagi jika melihat dari gambar yang di serahkan oleh masyarakat yang mengadukan, kirmir yang di bangun telah merampas sebagian hak sungai karena terlihat jelas bangunannya berada seakan ada di tengah sungai.

Sehingga, bangunan itu menimbulkan penyempitan sungai. Analisa dampak wajib dikaji karena menurut Walhi jika terjadi penyempitan sungai akan berdampak terhadap air yang mengalir tidak stabil apalagi jika debit air sedang meningkat, kondisi itu dapat memicu jebolnya tanggul/kirmir yang bisa berisiko kepada masyarakat sekitar.

Dia menambahkan, jika kegiatan tersebut tidak terdapat lembaga yang bertanggung jawab sikap WALHI kegiatan tersebut adalah pelanggaran, maka Pemkab Bandung wajib menghentikan kegiatan tersebut, tidak ada azas keterlanjuran apalagi terlambat dalam menyikapi kegiatan yang sudah berlangsung, karena jika itu di biarkan sama dengan pemerintah membenarkan atas kekeliruan kegiatan tersebut, belum lagi kegiatan tersebut tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Hal ini pun perlu di tanyakan biaya dari dinas apa yang di gunakan untuk kegiatan tersebut. Sehingga dalam upaya merespon pengaduan warga,

WALHI ingin meminta Bupati Bandung dapat menjelaskan terhadap kegiatan tersebut. Selain itu jika kegiatan tersebut sama sekali tidak ada ijin dan juga di lengkapi dengan kajian dampak, maka Pemkab Bandung wajib untuk menghentikan,” terangnya.

Di Bogor, lanjut Wahyudin, salah satu kasus yaitu banyaknya bangunan usaha warung di DAS Curug Leuwihejo, Desa Cibadak, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, juga perlu dilakukan tindakan tegas sesuai peraturan yang diberlakukan.

“Pengelola harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan disekitar DAS tersebut. Pemerintah setempat, Satpol PP dan BBWSC juga jangan lamban apalagi lalai. WALHI mendapat informasi bahwa Satpol PP Kecamatan Sukamakmur pada pekan ini akan melayangkan surat teguran kepada para pemilik warung tersebut. Artinya, setelah surat teguran maka harus segera ditertibkan sebelum terjadi hal – hal yang tak di inginkan seperti bencana ekologi,” desaknya.

(yev*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *