jurnalbogor.com – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Indonesia dikenal sebuah negara agraris dan argeapelago yang kaya sumberdaya alam (SDA) dan jasa-jasa lingkungan (jasling) baik hayati spt flora/vegetasi dan fauna, dan nonhayati seperti aneka tambang dll. Akan tetapi alamak kaum tani tetap berada dalam kehidupan miskin, bodoh dan terbelakang, rentan terkena politik “sembako”.
Situasi keanehan (anomali) dan berlawanan dengar nalar sehat (paradoks) kondisi pertanian Indonesia terus berlangsung, regim pemerintahan RI terus berganti sesuai siklusnya. Akan tetapi Rakyat yang dipimpinnya tetap berada di tempat, nasib para petani tetap miskin, bodoh dan terbelakang, sebagai akibat masih kuatnya perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme/koncoisme-dinasti (KKN) oknum para pejabat dan pengusaha penjahat yang bergerak di usaha-usaha bisnis produk pangan dan penyedia sarana prasarana pertanian (saprotan) di Indonesia, disertai pula masih kuatnya loby para mapia perdagangan pemburu rente (rent seekers) dalam tata niaga perdagangan, terutama impor pangan dan saprotan. Apa yang kita sebut dalam teori ilmu ekonomi-politik, dikenal dengan problem struktural.
Indonesia sudah sangat lama mengalami problem struktural karena tata kelola pemerintahan yanh buruk (bad governance), hal ini tampak dalam public policy dan regulasi produksi, distribusi dan konsumsi kebutuhan pangannya.
Mengapa para petani kita sebagai produsen berada dalam taraf kehidupan sosial san ekonominya kurang layak (tidak beradab) karena mereka selalu dirugikan, akibat posisi tawar kaum tani (bergaining posision of peasent) sangat rendah dalam sistem pemasaran dan perdagangan hasil-hasil pertanian. Mereka berada dalam posisi penerima harga “take price” bukan penentu atau pembuat harga (make price) dari komoditas produk pertanian yang mereka hasilkan.
Banyak faktor memang yang mempengaruhinya, baik internal dan ekternal yang membuat mereka kaum Tani lemah posisi tawarnya, terutama faktor ekternal, gagalnya pemerintah (government failure) dalam mensejahterakan petani akibat begitu banyaknya aktor-aktor pemburu rente (rent seekers) yang mengatur jalannya regulasi dan public policy dalam bidang pangan dan penyediaan saprotan.
Problem hilir (subsistem agribisnis: agroindustri dan pemasaran) tidak pernah dikuasai para petani kita, akibat Pemerintahan RI dalam hal Kementerian terkait membiarkan selama ini terjadi. Bahkan Kemendag dan Kementrian Industri terkadang abai dengan kepentingan para petani, dengan program dan impor pangan spt beras, gula, tepung, dll yang tak terkendali. Dulu, mudah-mudahan tidak lagi terjadi diregim kabinet Merah Putih saat ini berkuasa
Padahal 2 (dua) subsistem agribisnis inilah yang menentukan pendapatan usaha tani (income farming) pertanian Indonesia.
Selama ini, Pemerintah cq Kementan RI hanya fokus dan konsen publik policy dan regulasi pertanian kita pada onfarm (produksi) semata, sedangkan subsistem penyediaan saprotan pun spt pakan, pupuk, bibit, obat-obatan penangan hama dan penyakit tanaman dll dikendalikan pihak Pemenrintah berkerjasama dengan pihak pengusaha Swasta. Bahkan pihak swasta menguasai penyediaan saprotan seperti pakan. Mereka bukan bersifak karter lagi bahkan memonopoly seperti yang berlangsung di industri pakan ternak dan ikan.
Akibatnya banyak para peternak dan pembudidaya ikan rakyat di Indonesia, mendapat nilai margin yang kecil dalam usaha tani mereka, akibat kuatnya karter para oligarky pakan.
Kita mengamati selama beberapa dasa warsa, problem struktural pertanian tidak terpecahkan, karena para pembuat kebijakan dan regulatornya merupakan bagian dari pembuat masalah (making problem) bukan pemecahan masalah pembangunan pertanian yang mensejahterakan petani (problem solver for social welbeing of peasent) Indonesia.
Hal yang demikian itu terjadi akibat masih kuatnya perbuatan kriminal korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN.Crime) di dalam birokrasi pemerintahan kita. Salah satu faktanya, yang masih segar dalam ingatan kasus kriminal KKN Mentan RI Yasin Limpo dll.
Problem struktural KKN hanya bisa diatasi, apabila sikap mental para pejabat dan para elite politik (the ruling party) sadar sesadarnya bahwa perbuatan korupsi tersebut akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan petani kita sebagai produsen.
Selama 3 atau 4 subsistem agribisnis seperti subsistem penyedia saprotan, penanangan dan pengolahan (agroindustri) dan pemasaran hasil-hasil pertanian tidak berada di tangan para petani kita, yang selama ini mereka hanya bergerak pada usaha tani-produksi (on farm) sulit rasanya para petani kita hidup lebih baik dan sejahtera (better living). Walaupun penguasaan teknologi usaha tani oleh para petani sudah membaik (better farming) hasil kerja para penyuluh pertanian di lapangan.
Cara bertani kaum tani sudah kian membaik, lebih efisien dalam arti teknis-produksi dan produktifitas per luas lahan meningkat cukup tinggi. Akan mereka para petani produsen tidak mendapatkan margin pemasaran yang berkeadilan dan penghasilan (income generating) sangat rendah, akibat faktor inefisiensi ekonomi dalam penyediaan saprotan dan harga produk pertanian berada diluar jangkauan petani, bahkan dikuasai dan dimonopoli para kartel dan penguasa besar (ologarki) yang berkolusi dengan para penentu kebijan dan regulasi sektor pangan dan pertanian, baik yang berlangsung di kalangan eksektif juga legislatif.
Terutama perbuatan KKN di sektor pertanian banyak terjadi dan bersifat turun temurun adalah masalah impor pangan dan penyediaan pertanian, yang membuat proses produksi pertanian spt tanaman pangan dan hortikultura tidak efisien, terbukti harga beras kita per kilogram sangat mahal, jika dibandingkan harga beras di negara-negara Asean spt Thailand, Malaysia, Vietnam dll.
Akibat sangat rendahnya pendapatan petani (peasent income) Indonesia berdampak negatif terhadap berbagai hal, diantaranya berkurang minat generasi muda terhadap profesi pertanian, terjadi urbanisasi kaum muda sehingga daerah perdesaan mengalami kelangkaan petani muda.
Kondisi pertanian kita di perdesaan didominasi para petani berusia tua bahkan lanjut usia (60 thn keatas) secara kemampuan ketenagaan kurang produktif dan tidak dinamis agak sulit menerima inovasi atau hal-hal baru guna peningkatan produktifitas. Akibatnya citra buruk (streotif) dunia pertanian Indonesia akan selalu menghantui kaum muda Indonesia, karena profesi pertanian kurang menjanjikan untuk meraih kehidupan yang lebih baik dan sejahtera (better living for social welbeing).
Akhirnya dunia pertanian Indonesia sulit mengalami kemajuan karena kaum taninya tetap berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan (fuqoro dan masaqin) karena tertindas (muataafin) akibat problem struktural dimana masih kuatnya perbuatan kriminal KKN di birokrasi dan elite politik (the ruling party) terutama dalam regulasi impor pangan dan perdagangan saprotan.
Harapan kita kepada PresidenRI bpk Jenderal Purn Prabowo Subianto dengan program Asta Bratanya dalam Kabinet Merah Putihnya, mau dan mampu mengatasi problem struktural KKN dalam birokrasi dan para oknum elite politik kita tidak bermain-main lagi sebagai pemburu rente (reent seekers) dalam mata rantai tata niaga (saluran pemasaran) pangan dan saprotan yang merugikan negara dan rakyat Indonesia.
Sikap tegas terhadap praktek penyimpangan dalam pelaksanaan regulasi dan public policy sektor pertanian dan sektor perdagangan dan industeri harus tetap konsisten dilakukan, upaya penegakan hukum.wajib dilakukan, bukan hanya sekedar omongan (omon-omon) “gertak sambal”, tetapi tindak secara adil sehongga ada efek jerah bagi yang mereka melakukan KKN.
Semoga bpk Presiden RI diberikan kekuatan dan keberanian dalam menerapkan supremasi hukum dalam menjalankan amanah Pemerintahannya, rakyat sedang menunggu adanya perbaikan kehidupan pada semua sektor kehidupannya, yang dalam satu dasa warsa terakhir, kehidupan mayoritas rakyat berada dalam kemiskinan dan juga pembodohan, dimana “politik sembako” di era mas Mulyono yang memenangkan pilpres dan pileg pada Pemilu thn 2024 sudah terjadi di tanah air kita. Sungguh memprihatinkan dan memalukan Kita sebagai bangsa yang beradab (baca Sila ke 2 Pancasila), hak.demoktasi rakyat hanya dibeli dengan pemberian sembako ?.
Sekian dan terima kasih, semoga kehadiran tulisan, bisa menggugah alam pikiran dibawa sadar kita bahwa bangsa Indonesia ini kaya akan SDA dan jasa-jasa lingkungan sebagai sumber kemakmuran bersama untuk kesejateraan rakyat sebesar-besarnya. Akan tetapi akibat masih kuat dan besarnya perilaku kriminal KKN didalam birokrasi dan elite politik Indonesia, Pemerintah RI akhirnya belum mampu mewujudkan 4 Tujuan bernegara NKRI yaitu melindungi, memajukan, mencerdaskan dan menciptakan perdamaian abadi bagi Rakyat dan Bangsa Indonesia.
Sebagaimana faktanya secara empiris dan dengan sejumlah indikator keberhasilan pembangunan, Indonesia jauh tertinggal kehidupan rakyatnya apabila dibandingkan dengan beberapa negara di Asean, Asia maupun negara-negara dunia, padahal mereka kurang bahkan mereka tidak memiliki SDA dan jasa-jasa lingkungan sebagai sumber kemakmuran, seperti yang dimiliki Indonesia.
Indonesia itu secara natural dan kultural memang diakui kaya, akan tetapi sangat miskin secara struktural akibat KKN crime oknum pejabat dan elite politik, mudah-mudahan regim yang berkuasa saat ini mampu mengatasi problem struktural yang komplek dan mentradisi ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan karunia, rahmat dan hidayahNya kepada para penyelenggara negara dan pemerintahan RI agar mereka menghindar dan membebaskan diri dari perbuatan kriminal KKN yang menghambat upaya mensejahterakan Rakyat Indonesia, Aamiin-3YRA *
Save Rakyat, Bangsa dan NKRI dari keterpurukan akibat KKN Crime..!
Gallery and Ecofunworkshop, Kp Wangun Atas Rt 06 Rw 01 Kel Sindangsari Botim City, Rabu 12 Februari 2025
Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,M.Si (Pendiri ICMI dan Universitas Djuanda, Ketua Wanhat MPW ICMI Orwilsus Bogor dan Wasek Wankar MPP ICMI, Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial dalam Tulisan-tulisannya terbit di media sosial)