jurnalbogor.com – Berawal dari bekas lahan pertambangan, Jaro Farm yang merupakan kelompok ternak domba di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor kini terus meningkatkan eksistensinya dan menjadi pusat pembelajaran budidaya domba.
Jaro Farm salah satu binaan PT Antam Pongkor, kini menjadi bukti bahwa lahan bekas tambang bisa dikonversi menjadi sumber ekonomi baru yang berkelanjutan.

Berlokasi di Kampung Babakan Cengkeh, Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jaro Farm menarik perhatian banyak pihak, termasuk akademisi dari IPB University.
Pada Jumat (14/02/2025), Guru Besar Peternakan IPB University, Prof. Luki Abdullah, bersama rombongan berkunjung ke Jaro Farm untuk mendiseminasikan teknologi sekaligus menjajaki potensi pemanfaatan lahan pascatambang dalam mendukung ketahanan pangan.
“Saya kira ini kemajuan besar. Masyarakat harus dibina agar tidak terus bergantung pada tambang. Sumber daya tambang pasti ada akhirnya, sementara kehidupan harus terus berjalan,” ujarnya.
Menurutnya, pemanfaatan lahan eks tambang sebagai area pertanian dan peternakan adalah solusi konkret dalam mendorong perekonomian masyarakat sekitar.
“Domba Jaro Farm bisa menjadi contoh sukses. Dalam empat tahun terakhir, proses branding domba di sini terus berkembang. Harapannya, ini bisa menjadi model peternakan domba di Jawa Barat,” tambahnya.
Sebagai bentuk dukungan, IPB University berkomitmen membantu pengembangan teknologi, termasuk melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa.
“Kami sudah siapkan teknologi reproduksi dan lainnya. Tinggal bagaimana mengimplementasikannya agar bisa naik kelas,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Kelompok Ternak Jaro Farm, Sudin Gemer, mengakui bahwa meninggalkan pekerjaan sebagai gurandil (penambang emas ilegal) bukanlah hal yang mudah.
“Setelah tambang ilegal ditertibkan, kami merasa berat melepas profesi sebagai gurandil. Tapi kami sadar, kami harus mencari usaha lain,” ujarnya.
Dibantu oleh program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Antam serta dukungan dari pemerintah desa, Sudin dan rekan-rekannya perlahan mulai menekuni peternakan domba.
“Prosesnya panjang, tapi dengan pendampingan yang ada, kami bisa bertahan sampai sekarang,” katanya.
Baginya, kembali menjadi gurandil bukan lagi pilihan. “Tambang emas bisa habis, tapi beternak atau bertani akan selalu ada selama kehidupan terus berjalan,” tandasnya.
(Arip Ekon)